Setiap tindakan yang kita lakukan adalah buah dari proses berpikir kita
Pada bagian awal buku pembelajaran tentu kita jumpai sebuah peta konsep.Â
Peta konsep merupakan bagan atau ilustrasi grafis untuk mewakili hubungan yang bermakna antara satu konsep dengan konsep lainnya sehingga menjelaskan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. Peta konsep menjadi strategi untuk menyajikan informasi dalam bentuk konsep-konsep yang saling terhubung dalam suatu rangkaian.Â
Pada proses pembelajaran, peta konsep dibentuk dengan tujuan untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa. Melalui peta konsep, maka akan tumbuh proses belajar yang lebih bermakna.Â
Perlu kita ketahui bahwa makna konsep adalah penggambaran mental, ide, atau proses. Hulse, Egeth, dan Deese (1981) mengemukakan bahwa konsep merupakan kejadian dengan sifat yang sama dengan objek atau kejadian lain.Â
Definisi lain mengatakan konsep adalah kategorisasi tentang objek, peristiwa, atau orang yang memiliki sifat yang sama. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pembentukan konsep merupakan sebuah proses dalam pengelompokkan objek, kejadian, maupun sifat yang sama sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.Â
Pembentukan konsep sangat penting bagi kehidupan kita, baik dalam interaksi kompleks dengan objek maupun dengan orang, serta ide-ide abstrak yang ada.Â
Begitupun bagi seorang pelajar, pembentukan konsep ini membantu mereka untuk mempelajari banyak contoh serta melihat kesamaan di antara mereka. Melalui hal tersebut mereka menjadi lebih mudah dalam memahami berbagai ide yang ada.Â
Sama halnya dengan peta konsep. Pembentukan konsep dalam psikologi kognitif menjadi langkah dalam menciptakan pemahaman tentang suatu kerangka dari kejadian tertentu.Â
Sebagian besar kita sudah mengetahui bahwa psikologi kognitif membahas tentang bagaimana seseorang dapat mengetahui dan memehami sesuatu dengan proses berpikir. Oleh karena itu, dalam pembentukan konsep ini terdapat empat langkah yang terlibat di dalamnya. Apa sajakah?
- Pengamatan: observasi atau proses pengamatan menjadi tahap pertama seorang anak itu sadar. Hal ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, tergantung bagaimana mereka mengamati sesuatu dan kesadaran yang ada pada dirinya untuk dijadikan sebagai contoh yang dapat digunakan di masa depan ketika mengamati hal lain di sekitarnya.Â
- Generalisasi: generalisasi menjadi salah satu cara yang menarik untuk mempelajari sesuatu. Hal ini disebabkan saat kita melihat objek yang berbeda lalu mengaitkannya dengan konsep serupa yang lainnya.Â
- Diskriminasi/ diferensiasi: anak akan menyadari perbedaan di antara mereka. Misal, anak memahami konsep anjing (memiliki empat kaki), semua sama, tetapi tidak untuk sapi. Anjing dan sapi sama-sama memiliki empat kaki untuk berjalan. Namun, ada yang membedakan, seperti bentuk dan ukuran tubuh dari anjing dibandngkan dengan hewan lain.Â
- Abstraksi: setelah mengetahui perbedaan antara kedua hewan tadi. Anak perlahan mampu mengabstraksi. Misal, anak pernah melihat anjing kemudian di kesempatan lain ia melihat sapi tanpa adanya anjing. Maka muncul perbandingan yang terbentuk antara apa yang terjadi saat kedua kejadian tersebut diamati lebih dekat.Â
"Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tetapi berpikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya"- SoekarnoÂ
Berpikir menjadi proses untuk menemukan isu dalam pikiran. Sedangkan ilmu berpikir disebut dengan logika. Kita mungkin pernah merasa ada kesamaan berpikir tentang suatu hal dengan teman kita. Namun, kesimpulan yang didapat dari pemikiran masing-masing kita tentu berbeda, yang satu logis dan yang lainnya tidak logis.Â
Logika merupakan salah satu hal yang digunakan dalam proses pembentukan konsep. Pada proses pembentukan konsep yang sering terjadi adalah munculnya berbagai macam argumen. Argumen dari dalam diri kita maupun dari orang lain.Â
Maka, logika akan mulai bekerja dalam membangun konsep melalui berbagai macam argumen yang ada. Kemudian akan memilah, manakah yang memang masuk akal dan saling terikat. Melalui proses logika inilah akan tercipta sebuah konsep pada pikiran kita.Â
Logika dikatakan hampir sama dengan penalaran. Namun, penalaran ini adalah pemikiran (reasoning)Â terhadap kejadian tertentu. Dalam penalaran terdapat dua pendekatan, yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif.Â
- Penalaran Deduktif: penalaran deduktif adalah proses pemikiran dari hal yang umum ke khusus. Deduktif atau deduksi dalam Ensiklopedia Columbia Ringkas adalah proses penarikan, melalui penalaran, atau konklusi tertentu dari prinsip-prinsip umum yang diasumsikan benar. Penalaran deduktif dapat diartikan pula suatu bentuk logika, di mana sebuah kesimpulan khusus diambil dari beberapa premis (pernyataan umum). Hal ini dapat membangun hubungan antara proposisi dan kesimpulan. Apabila seluruh pernyataan yang diajukan benar, kemudian diterapkan aturan deduksi, maka hasil yang diperoleh pasti benar. Johnson-Laird (1995) mengidentifikasi 4 kemungkinan dalam studi ilmiah tentang penalaran deduktif.
- Kesimpulan relasional: berdasarkan perangkat logis dari hubungan sebagai (lebih dari, di sebelah kanan kiri, dan setelah).
- Kesimpulan preposional: berdasarkan negasi dan dalam koneksi (contoh: jika, atau, dan).
- Silogisme: berdasarkan pasangan premis di mana masing-masing berisi pemberi sifat tunggal (contoh: seluruh atau sebagian). Â
- Menjumlahkan kesimpulan kuantitatif: berdasarkan premis yang berisi lebih dari satu kesimpulan. Misal, beberapa pudel Perancis lebih mahal daripada jenis anjing yang lain.Â
Perlu diketahui bahwa kata silogisme berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti konklusi. Silogisme juga menjadi salah satu metode dalam penalaran deduktif. Pemikiran silogisme dikenalkan oleh Aristoteles. Â
Aristoteles menuturkan bahwa silogisme terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Atau dengan kata lain silogisme terdiri dari tiga preposisi, yakni pada preposisi pertama adalah premis mayor yang berisi generalisasi. Kemudian pada premis kedua adalah premis minor dengan peristiwa khusus, serta preposisi ketiga yakni kesimpulan.
Terdapat salah satu cara dalam memecahkan silogisme, yakni dengan menggambar diagram veen. Namun, bisa jadi silogisme terasa lebih sulit dibandingkan dengan yang lain.
Hal tersebut tergantung pada seberapa besar kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki setiap individu dalam menghadapi dan mengenali argumen yang logis.Â
- Penalaran Induktif: penalaran induktif atau induksi adalah kebalikan dari penalaran deduktif, yaitu proses pemikiran dari hal khusus ke umum. Dalam proses ini banyak proposisi yang diyakini memeberi bukti kuat untuk kebenaran kesimpulan. Pada penalaran induktif terdapat kemungkinan bahwa kesimppulan yang diambil bisa salah, meskipun semua anggapan yang diajukan benar semua. Hal ini berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan yang mendukung kebenaran sebuah kesimpulan.
Francis Bacon, seorang filsuf Inggris mengajukan bahwa induksi adalah logika penemuan ilmiah. Sedangkan deduksi adalah logika argumentasi. Kedua proses ini sebenarnya digunakan secara bersama dan teratur dalam ilmu empirik.Â
Induksi yang digunakan dalam pengamatan terhadap peristiwa tertentu dan deduksi yaitu dari prinsip-prinsip yang sudah diketahui. Setelah itu barulah prinsip hipotesis dirumuskan dan dapat memunculkan sebuah hukum.Â
Dalam setiap tindakan yang kita lakukan adalah bentuk pengambilan keputusan berdasarkan konsep yang telah kita pikirkan. Oleh karena itu, mari belajar untuk berpikir secara logis sebelum nantinya kita melangkah bersama keputusan yang dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain.Â
Salam hangat, semoga bermanfaat!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H