Mohon tunggu...
Rofidah Nur F
Rofidah Nur F Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi PIAUD UIN Malang

Dipaksa, terpaksa, terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Libatkan Anak dalam Pengambilan Keputusan

24 Desember 2021   06:39 Diperbarui: 24 Desember 2021   06:47 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.hipwee.com

"Saat seseorang mengambil keputusan, dia benar-benar tenggelam dalam arus kuat yang akan membawanya ke tempat di mana tidak pernah dia impikan saat pertama kali membuat keputusan." - Paulo Coelho

Dewasa ini kita kerap dihadapkan dengan persoalan atau permasalahan yang cukup rumit. Hingga membuat kita sedikit susah dan merasa bimbang dalam pengambilan keputusan juga solusi pada masalah tersebut. Contoh sederhananya, ketika ada teman yang sedang mempresentasikan sebuah materi. Kemudian di akhir rangkaian presentasi tentu terdapat sesi tanya jawab. Pada situasi ini seakan-akan kita ingin melontarkan pertanyaan. Namun, bingung apa yang harus ditanyakan. Merasa sudah memahami apa yang telah dipresentasikan. Dalam batin masih mengganjal tentang "mengapa tidak bisa memunculkan pertanyaan?". Itu artinya kita masih belum bisa berpikir secara kritis mengenai sebuah masalah. Kita juga belum menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna dalam setiap pengambilan keputusan. 

Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab atau yang disebut dengan Responsible Decision Making merupakan kemampuan seseorang dalam menentukan suatu pilihan yang peduli dan konstruktif tentang perilaku pribadi dan interaksi sosial di berbagai situasi. Responsible Decision Making dapat dilatihkan pada anak sejak usia dini. Anak dapat secara efektif membuat keputusan yang bertanggung jawab dengan mengembangkan beberapa kompetensi. Menurut laman landmarkoutreach.org terdapat lima kompetensi yang dapat dikembangkan anak agar dapat mengambil keputusan secara efektif, antara lain: 

  1. Identifikasi masalah: anak harus mampu mengenali secara akurat saat ia menghadapi suatu masalah. Bentuk masalahnya dapat berupa kesulitan yang dihadapi ketika di sekolah, hingga pilihan antara menyelesaikan tugas sekolah atau tidak. Atau bahkan memutuskan untuk berbuat perilaku yang tidak baik, seperti berbohong dan lain sebagainya. Penting sekali bagi anak untuk dapat mengakui dengan tepat saat ia dihadapkan dengan suatu masalah. Sebagian orang mungkin dapat menyadari bahwa mereka berada dalam situasi yang sulit dan menjadi tantangan yang diakibatkan dari kelemahan komunikasi sosial mereka. 
  2. Menganalisis situasi: setelah anak berhasil mengidentifikasi masalah, hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah belajar menganalisis situasi dari berbagai sudut, seperti mengidentifikasi penyebab munculnya masalah tersebut. 
  3. Memecahkan masalah: setelah cukup mengidentifikasi, menganalisis, dan mempertimbangkan maslah, kemudian anak perlu mengembangkan serta mempraktikkan cara untuk memecahkan masalah. Anak perlu mengidentifikasi pilihan yang memungkinkan dan mengeksplorasi konsekuensi dari setiap pilihan tadi. Sebagai pendidik dapat melakukan bimbingan praktik dan pelaksanaan cara tersebut. Anak juga perlu kreatif dalam memunculkan solusi agar sesuai dengan pribadinya. 
  4. Pertimbangkan tanggung jawab etis: selain konsekuensi yang teridentifikasi dari suatu keputusan, anak juga harus mempertimbangkan kewajiban etis atau moral yang mungkin ia rasakan. Contohnya, sebelum anak memilih untuk menyontek pekerjaan temannya, anak tersebut perlu mempertimbangkan dampak etis dan moral dari menyontek. 
  5. Evaluasi dan refleksi: mengevaluasi dan merefleksikan apa yang terjadi sama halnya dengan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Saat anak meluangkan waktu untuk mengevaluasi seberapa berhasil mereka mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah, mereka akan cenderung terlibat dalam refleksi yang tepat tentang apa yang berjalan dengan baik dan apa yang dapat ditingkatkan. Refleksi memungkinkan anak untuk mencatat setiap perubahan yang diperlukan dan untuk memasukkannya pada saat pengambilan keputusan berikutnya.

Ada beberapa keuntungan ketika membiarkan anak untuk mengambil keputusannya sendiri. Apa sajakah keuntungannya? 

  • Mencegah tantrum: seringkali anak menjadi tantrum sebab ia merasa tidak memiliki kendali. Pada umumnya secara naluriah seseorang merasa ingin memiliki kontrol terhadap apa yang ada dalam hidupnya, begitupun dengan anak-anak. Namun orang tua terkadang tak menyadari bahwa anak-anak juga memiliki perasaan seperti ini. Anak akan mengalami tantrum bukan semata-mata tidak dituruti permintaannya, tetapi karena mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memilih. Jadi, dengan membiarkan anak memilih akan membuat mereka merasa mempunyai pilihan dan kontrol dari keadaan. Namun demikian, kekuasaan atau keputusan anak harus masih dalam kontrol serta pengawasan orang tua sehingga tidak sampai berlebihan. 
  • Meningkatkan kepercayaan diri: ketika anak mengambil keputusan dan semuanya berakhir dengan baik, maka ada dua keuntungan yang dapat diraih. Pertama, anak akan merasa gembira sebab keputusan mereka membuahkan hasil. Kemudian rasa puas ini dapat mendorong rasa percaya diri anak dan membuatnya tersu mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan yang positif seiring dengan perkembangan mereka. 
  • Memeberikan mereka harga diri: sebagai orang tua kerap acuh atas kontribusi anak yang sangat berharga. Padahal membangkitkan rasa harga diri pada anak perlu diberikan oleh orang tua. Hal ini agar anak mengetahui bahwa orang tua memberikan penghargaan atas masukan yang diberikan anak dan sebagainya. Memang mengahrgai pilihan anak terlihat remeh, tetapi dapat menjadi cara untuk meningkatkan harga diri dan membuat anak memahami nilai dirinya.
  • Anak belajar tanggung jawab: penting dilakukan untuk melatih anak menajamkan keterampilan pemngambilan keputusan. Anak akan lebih memahami bagaimana cara mengatasi keputusannya dan hasil dari keputusan tersebut.

Apabila Responsible Decision Making sudah kita kuasai, maka kita akan mampu menunjukkan sikap rasa ingin tahu dan berpikir terbuka, mengidentifikasi solusi untuk masalah pribadi dan sosial, mengantisipasi dan mengevaluasi konseskuensi dari tindakan seseorang, serta mengevaluasi dampak pribadi, interpersonal, komunitas, dan institusi. 

Semoga bermanfaat, salam hangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun