Mohon tunggu...
Rofidah Nur F
Rofidah Nur F Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi PIAUD UIN Malang

Dipaksa, terpaksa, terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tanamkan Moral pada Anak, Tuai Kebaikan di Masa Mendatang

27 Oktober 2021   23:01 Diperbarui: 27 Oktober 2021   23:20 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita punya waktu seumur hidup untuk bekerja, tetapi anak-anak hanya memiliki masa kecil sekali"-Franklin P. Jones

"Allahu akbar, Allahu akbar..." Adzan maghrib berkumandang. Peristiwa yang sering terjadi dalam rumah saya ketika mendengar adzan maghirb adalah kami dibuat terkejut oleh keponakan perempuan saya yang kini berusia 18 bulan. 

Kata yang terucap darinya adalah "adzan, syut!" Sambil menempelkan telunjuknya di bibir, berlagak memerintahkan orang di sekelilingnya untuk diam. Sontak kami pun diam dan menahan tawa. 

Memang kami sering mengajarkan pada ia jika mendengar adzan sebaiknya diam sejenak. Selain itu kami juga mengajarkan serta membiasakan untuk berdoa terlebih dahulu ketika hendak makan dan sebelum tidur. Walaupun anak belum memahami bacaan doa setidaknya jika ia sering mendengarkan maka kelak akan terbiasa dan mengikuti meski masih terbata-bata. 

Kejadian tersebut merupakan salah satu bentuk penanaman moral dan agama pada anak. Setiap anak yang terlahir di dunia adalah karunia serta anugerah terindah yang diberikan Allah swt. Sehingga kita harus menjaga, merawat, dan memberikan pendidikan yang baik kepada anak. 

Salah satunya yakni tentang pendidikan moral, karena setiap anak yang lahir masih belum memiliki hati nurani sehingga bisa dianggap amoral atau nonmoral (Fawzia A. Hadis, 1999: 75) dalam Otib Satibi H (2014; 1.4). Oleh sebab itu sebagai orang tua atau pendidik harus menanamkan perilaku yang baik bagi anak. Khususnya dalam hal penanaman moral dan agama. 

"Anak-anak adalah aset. Bukan suatu beban. Karena ketika orang tua meninggal, maka yang paling berhak mensholatkannya adala anak kita"-Ustadz Budi Azhari, Lc

Membahas tentang moral, bagaimana sih definisi lebih jelasnya? 

Moral

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata moral bermakna ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. Perkembangan moral pada manusia sering mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat ataupun perkembangan zaman di era ini. 

Terdapat beberapa tokoh terkenal dunia yang mempedulikan permasalahan perkembangan moral anak usia dini, di antaranya adalah Piaget, Thomas Lickona, dan John Dewey. 

1. Piaget 
Piaget menganalisis sebuah gejala perkembangan moral anak dan yang lebih ditekankan dalam analisisnya ini adalah cara berpikir anak tentang isu-isu moral. Piaget melakukan observasi serta wawancara terhadap kelompok anak dengan usia 4-12 tahun. Piaget melihat serta mempelajari tentang bagaimana anak-anak tersebut memandang aturan yang ada dalam sebuah permainan. 

Kemudian Piaget juga mengajukan beberapa pertanyaan terkait isu-isu moral, seperti pencurian, bohong, hukuman, dan keadilan. Dari pembahasan tersebut Piaget menyimpulkan bahwasanya terdapat dua tahap anak dalam berpikir tentang moralitas. 

  • heteronomous morality, tahapan ini terjadi pada anak usia 4-7 tahun. Pada tahap tersebut anak menganggap bahwa keadilan serta aturan sebagai sifat lingkungan yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia. 

  • Anak yang berpikir heterenomous menganggap bahwa sebuah aturan adalah sama dan tidak dapat diubah. Mereka juga meyakini keadilan adalah sesuatu yang tetap ada, sehingga apabila aturan itu dilanggar maka akan ada hukuman bagi yang melanggar.

  • autonomous morality, tahap ini terjadi pada anak sekitar usia 10 tahun ke atas, di mana anak mulai menyadari bahwa sebuah aturan dan hukuman itu dibuat oleh manusia. 

  • Mereka menganggap bahwa setiap aturan adalah kesepakatan belaka oleh sebuah kelompok sosial yang dapat diubah. Kemudian mereka juga menganggap bahwa sebuah hukuman adalah alat sosial yang dapat dialami, bisa juga tidak. 

2. Thomas Lickona
Mengenai pembahasan moral Thomas Lickona lebih menghubungkan dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti (Thomas Lickona, 1991) dalam Otib Satibi H (2014: 1.5). 

Kemudian Lickona (1991) juga menyebutkan bahwa dalam pendidikan moral kepada anak agar sampai pada tingkat moral action, dibutuhkan tiga proses pembinaan, yaitu (a) proses moral knowing, (b) moral feeling, (c) moral action. Tiga proses tersebut harus dikembangkan secara seimbang agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang dengan optimal. 

Dalam pembahasan moral ini terdapat istilah disonansi moral. Apa itu disonansi moral? 

Disonansi

Dalam dunia pendidikan terkait nilai, norma, dan moral istilah disonansi berhubungan dengan resonansi. Disonansi lebih menekankan pada penurunan gema ajaran nilai, norma, dan moral pada diri manusia. Sedangkan resonansi adalah kebalikannya, yakni menekankan adanya gema nilai, norma, dan moral yang diketahui manusia dari pendidikan sebelumnya. 

Menurut Kosasih Dj (1996) dalam Otib Satibi H (2014: 1.24) disonansi merupakan gema yang akan berusaha menentang masuknya pendidikan dan pengetahuan nilai, moral, dan norma ke dalam proyeksi afektual para siswa. 

Terdapat beberapa faktor dari munculnya disonansi, yaitu: 

  • Disonansi kognitif: Dorongan ini muncul dari pemahaman atau ilmu pengetahuan yang sangat kuat yang dimiliki manusia. Diperkuat dengan adanya pola pikir yang menggunakan akal sepenuhnya. Sesuatu yang menjadi pertimbangan adalah seseorang yang mengetahui cara atau jalan keluar pada apa yang dilakukan, dan merasa pandai dalam membuat rekayasa alasan. 

  • Contohnya adalah seorang anak berani berbohong kepada ibunya saat meminta uang untuk membeli makanan kesukaannya, tetapi makanan itu sebenarnya dilarang oleh ibunya. Ia sampai berani berbohong kepada ibunya karena ia tahu betapa nikmatnya makanan kesukaannya tersebut dan ia merasa mempunyai cara dan alasan untuk berkilah pada ibunya. 

  • Disonansi personal: muncul karena dorongan dari kebutuhan maupun kepentingan pribadi, ketergesaan dan keadaan darurat, kekerabatan dan keluarga, keyakinan dan mitos, tugas dan jabatan, kebiasaan, keinginan untuk sukses dan kesenangan.

  • Salah satu contoh dari segi tugas dan jabatan adalah seseorang dapat menyalahgunakan jabatannya demi memenuhi kebutuhan pribadinya. 

  • Disonansi sosiopolitis: kemungkinan muncul disonansi dalam hal ini berkaitan dengan ideologi, ras, suku, dan sebagainya. 

  • Disonansi berdasarkan bawaan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola modernisasi: adanya kemajuan ilmu dan teknologi ini membawa dampak positif dan negatif dalam pendidikan moral anak. 

  • Dampak positifnya adalah anak akan mudah ketika mengakses apa yang diinginkan. Sedangkan dampak negatifnya yakni dari kemudahan tersebut secara tidak lansgung akan mematikan kreativitas dan moralitas pada anak. 

Dalam menyikapi disonansi moral pada anak dapat dilakukan beberapa upaya pencegahannya sebagai berikut: 

  1. Menyiasati lingkungan aktivitas anak dengan lingkungan yang edukatif.
  2. Menyiapkan pilihan atau alternatif yang menjadi kesenangan anak sebagai upaya pengalihan perhatian. 
  3. Menyusun strategi untuk menyaring pengaruh yang masuk ke dalam kehidupan anak. 
  4. Menumbuhkan sikap proaktif dan kolaboratif dengan seluruh masyarakat untuk selalu peduli terhadap berbagai pengaruh negatif dari perkembangan zaman yang dapat merusak moralitas anak. 

Pendidikan moral sangat perlu ditanamakan pada anak sejak usia dini, terlebih penanaman moral dan agama. Di mana setiap anak memilki banyak potensi yang jika dipupuk dengan baik oleh orang tuanya akan membawa anak tumbuh berkembang menjadi manusia yang bermoral, beretika, serta berakhlak yang baik di masa yang akan datang. 

Sekian, semoga bermanfaat!

Referensi: 

Hidayat, Otib Satibi. 2014. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun