Mohon tunggu...
Rofa Yulia Azhar
Rofa Yulia Azhar Mohon Tunggu... Guru -

Saya adalah seorang pelajar yang ingin terus belajar. Mulai menjadi guru di usia 16 tahun. Saya sangat mencintai dunia pendidikan. Seperti saya mencintai Tuhan saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasus 1: Berhenti Memandang Rendah Kemampuan Anakmu!

6 Oktober 2015   16:29 Diperbarui: 6 Oktober 2015   16:48 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak terasa sudah dari kelas X SMA, atau tepatnya sejak tahun 2009 saya menggeluti bisnis kontroversial menjadi guru les privat. Kontroversial karena ada kalangan yang tidak setuju dengan adanya kegiatan les privat. Menganggap les privat merupakan salah satu bentuk komersialisme dalam dunia pendidikan dan membuat siswa tidak dapat belajar secara mandiri. Tapi saya tahu pandangan itu tak perlu ditanggapi. Pemikiran yang kolot. Selain itu dalam sudut pandang bertahan hidup, sepertinya pekerjaan menjadi guru les privat menjadi sangat halal. Terutama bagi saya yang baru pensiun dini dari Pudak Scientific dan memilih untuk menjadi mahasiswa kembali. Hehe...

Ternyata sudah 16 tahun berlalu, tapi masalah yang dialami peserta didik tidak pernah berubah: sungguh membosankan bukan? Salah satu masalah yang cukup layak untuk diangkat dalam tulisan perdana rubrik kasus pendidikan ini adalah mengenai adanya kecenderungan orang tua untuk selalu menganggap rendah kemampuan anaknya. Padahal kemampuannya tidak serendah yang dipresentasikan oleh orang tuanya.

Memang ada beberapa orang tua juga yang terlalu menilai tinggi kemampuan anaknya, itu juga tidak baik. Tapi lebih parah lagi jika kita menilai rendah kemampuan anak sendiri. Lalu apa yang harus dilakukan? Ya tentu saja yang harus dilakukan adalah menilai kemampuan anak secara objektif, terukur dan adil. Secara logika, orang tua yang membesarkan, menemani tumbuh kembang anak dan orang terdekat anak harusnya bisa menilai anaknya sendiri secara fair dan objektif. Atau selama ini memang ada yang salah dalam pola asuh anak sehingga orang tua tidak mampu mengenali lagi anaknya?

Pada umumnya, tidak ada orang yang mau direndahkan. Apalagi oleh orang tua sendiri. Itu pasti sangat menyakitkan. Bahkan, jika anak kita merupakan orang yang paling tidak berguna di dunia pun, tetap tak pantas kita remehkan kemampuannya, karena setiap anak mempunyai potensi yang besar. Bahkan potensi itu bisa meledak sewaktu-waktu yang kehebatannya melebihi bom atom Hirosima yang "hanya" berkekuatan sekitar 13 kiloton TNT (55 Tera Joule).

Berikut beberapa clue hasil pengamatan saya yang saya rangkum sedemikian rupa untuk menumbuhkan kesadaran pada orang tua agar lebih fokus lagi pada kelebihan yang dimiliki oleh anaknya.

  1. Jangan terlalu fokus untuk meningkatkan kemampuan yang anak anda tak memilikinya. Fokus pada kelemahan hanya akan membuang waktu dan perhatian, tetapi malah tidak mendatangkan kebahagiaan.
  2. Setiap kali anak diremehkan, ada kecenderungan motivasi anak akan semakin berkurang. Memang pada beberapa kasus ada anak yang menjadi bersemangat ketika diremehkan. Tapi hanya ada beberapa anak yang bisa demikian, sisanya terbujur kaku karena diremehkan.
  3. Merendahkan kemampuan anak sendiri bisa jadi ditiru sang anak untuk melakukan hal yang sama juga terhadap orang lain atau anaknya kelak. Bukankah seharusnya orang tua yang baik mengajarkan anak menjadi yang terhebat, tapi jangan pernah meremehkan yang terlemah?
  4. Setiap anak memiliki hak untuk dipuji atas kelebihannya, diberi saran untuk meningkatkan kemampuannya, tapi anak tidak memiliki hak, dan orang tua tidak memiliki kewajiban untuk merendahkan kemampuan anaknya.
  5. Merendahkan kemampuan anak tidak akan merubah apapun, kecuali pandangan anak terhadap orang tuanya.

Pada awalnya saya sebagai seorang guru les privat kebingungan menghadapi laporan-laporan dari orang tua siswa yang terus mendeskriditkan anaknya, seolah anaknya tidak mempunyai kelebihan. Saya mencoba meluruskan penilaian saya. Saya selalu mencoba memberikan penilaian yang seobjektif mungkin yang saya bisa. Misalkan jika siswa saya pelupa, maka saya bilang meskipun dia pelupa tapi dia anak yang disiplin dan sistematis. Atau ketika ada seseorang yang lambat sekali dalam menerima pelajaran, saya menemukan hal yang sangat hebat dalam diri anak tersebut, dimana dia memiliki semangat juang yang sangat tinggi dalam belajar. Bahkan ketika dia belum mengerti. dia sanggup belajar sampai 4 jam non stop untuk memahami satu materi saja.

Saran saya: "Dari pada meremehkan mereka, berilah mereka motivasi. Begitu ia menggunakan potensinya anda akan terkagum-kagum akan kehebatannya. Dunia telah melihat jutaan manusia yang diremehkan pada awalnya, kini mengalahkan mereka-mereka yang telah meremehkannya".

 

 

Jangan Meremehkan Kemampuan Anakmu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun