Pekerjaan awal yang harus diselesaikan presiden terpilih Jokowi sebelum memulai tugasnya sebagai presiden adalah menyusun kabinet. Kabinetbersatu sekarang ini, yang berjumlah 34 orang, dinilai terlalu kebanyakan. Banyak kementerian yang kurang jelas fungsinya, atau saling tumpangtindih tugasnya. SBY waktu itu juga terkesan terlalu mengakomodir keinginan partai-partai koalisi untuk mendapatjatah kursi di pemerintahan. Beberapa pos kementrian pembentukannya terasa dipaksakan. Berkembang di masyarakat keinginan untuk merampingkan kabinet agar lebih efisien dan fokus kepada penyelesaian masalah-masalah pokok yang dihadapi bangsa ini. Tim Transisi Jokowi-JK menawarkan 3 opsi kabinet :
1. Status quo, mempertahankan jumlah menteri yang ada sekarang ini.
2. Ramping sekali, dengan jumlah menteri antara 20 – 24 orang
3. Tidak terlalu ramping, dengan jumlah menteri antara 25 – 30 orang.
Berikut menteri-menteri yang menurut hemat kami perlu dipertimbangkan untuk dihapus atau ditata kembali:
1. Menteri Koordinator (menko)
Menteri ini tidak jelas fungsinya, tidak ada nilai tambahnya dan hanya menambah jalur birokrasi. Kalau ada permasalahan antar menteri yang berada dibawah koordinasinya, tidak dapat menyelesaikan sendiri tetapi harus diteruskan ke bapak presiden. Fungsi koordinasi yang dilakukan hanya sebatas koordinasi rapat.Diantara kawan-kawan, menko sering diplesetkan menjadi men(g)ko disik...nanti-nanti saja.
2. Menteri Pembangungan Daerah Tertinggal
Menteri yang satu ini tugasnya mempercepat pembangunan daerah tertinggal. Jadi setiap hari dia keliling ke seluruh pelosok tanah air untuk mencari daerah mana-mana yang perlu dipercepat pembangunannya, kemudian mengusulkan ke menteri yang terkait untuk ditindak lanjuti. Menteri ini lebih tepat disebut menteri yang selalu ketinggalan, karena tidak mempunyai sumberdaya sendiri, sedang implementasinya tergantung kementrian lain.
3. Menteri Komunikasi dan Informasi
Dijaman reformasi ini fungsi menteri penerangan, sebagai corong pemerintah, sudah tidak diperlukan lagi. Jadi, tidak ada yang harus dikomunikasikan dan diinformasikan kepada masyarakat karena masyarakat sudah bisa mengakses informasi sendiri ke sumbernya. Alhasil, tugas menteri hanya mengatur penggunaan internet di Indonesia. Kalau hanya mengurusi lalu lintas internet tidak perlu menteri.
4. Menteri Penertiban Aparatur Negara (PAN)
Yang ditertibkan bukan aparaturnya tetapi wens formatie dari masing-masing lembaga dan instansi pemerintah.Implementasi tehnisnya dikerjakan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN), menteri hanya menetapkan kebijakannya.Jadi sebetulnya tidak diperlukan menteri, tinggal memperkuat BKN saja.
5. Menteri Pemuda & Olahraga
Untuk masalah olah raga sudah ada KONI dan asosiasi dari masing-masing cabang olah raga. Untuk masalah pemuda cukup ditangani setingkat dirjen di kementrian Diknas. Atau, dapat digabung dengan menteri pemberdayaan wanita.
6. Menteri Perdagangan
Sebaiknya digabung dengan Perindustrian agar kebijakannya sejalan, tidak simpang siur atau kadang-kadang bertabrakan. Dulu dipisah jamannya pak Harto, karena alasan politis.
7. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Sebaiknya digabung dengan Kementrian UKM karena pelaku ekonomi kreatif umumnya UKM.
8. Menteri Sosial
Tidak pernah efektif karena uangnya tidak pernah ada sehingga tidak banyak membantu rakyat miskin. Dapat dipertahankan kalau anggaranya cukup dengan target pemberdayaan rakyat kecil, sesuai amanat UUD bahwa fakir miskin menjadi tanggung jawab negara.
9. Menteri Riset dan Teknologi
Tidak perlu setingkat menteri, cukup badan saja.
10. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
Tidak perlu setingkat menteri, cukup badan saja.
11. Menteri Seketaris Negara
Fungsi seketaris negara masih diperlukan tapi tidak perlu menteri. Kalau menteri hanya menambah raja-raja kecil saja di kabinet.
Kalau ingin melakukan perampingan kabinet harus dari awal, jangan ditengah jalan ketikapemerintahan sudah berjalan. Tekanan politiknya lebih ringan kalau dilakukan sekarang. Nah, dengan penghapusan dan penggabungan diatas tinggal 21 Menteri. Masih mau lebih ramping lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H