Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seri Wayang II - Wisanggeni (Menggugat Dewata)

23 Maret 2011   02:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:32 2986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

...kucoba memahami tempatku berlabuh

terdampar di keruhnya satu sisi dunia

hadir dimuka bumi, tak tersaji indah

kuingin rasakan cinta...

[caption id="attachment_96807" align="aligncenter" width="300" caption="Wisanggeni"][/caption] Kemudian Wisanggeni bertanya kepada Batara Guru, perihal kenapa Ia dikucilkan dari kehidupan. "Wahai, Sanghyang Penguasa Jagat. Mengapa ananda harus disingkirkan dari muka bumi ini, padahal ananda sama sekali tidak bersalah. Dan juga bukan maksud ananda sendiri untuk minta dilahirkan ke dunia yang fana ini...!" "Bukan maksudku, begitu wahai Wisanggeni, anakku. Tapi itu semua sudah menjadi ketetapan dari suratan Dewata yang sudah menggaris bawahi lakon manusia" Jawab Batara Guru. "Garis Dewata apanya, Wahai Batara...?" Jawab Wisanggeni tidak sabaran. "Sebenarnya, kematian dan kelahiran manusia didunia sudah ditakdirkan, dan tidak akan bisa dirubah oleh siapapun, termasuk Dewata sendiri" Batara Guru melanjutkan. "Lalu, mengapa aku sampai harus dibunuh, dan juga terusir secara nyata dari kehidupan ini! Semenjak aku lahir hingga sekarang, aku selalu sendirian. Tidak ada yang menemani, kecuali Batara Antaboga dan Batara Baruna, bahkan Ibuku sendiri tidak dapat aku menemuinya. Apalagi terhadap ayahku yang melahirkan ini. Mereka semua entah tidak ada yang mengasihiniku. Dan aku merasa dikucilkan!" sahut Wisanggeni dengan kemarahan yang mulai tampak. Sabar anakku, duhai Putra Arjuna, sang Penengah pandawa. Didunia ini ada hukum sebab-akibat, antara hak dan kewajiban, dan juga hitam melawan putih. Jadi anakku, engkau mesti nerima apa yang sudah digariskan oleh Dewata" dengan sabar Batara Guru, menjelaskan. "Fiuuh, aku sungguh muak mendengar ocehanmu yang sangat menyebalkan itu. Dari lahir, hidupku sudah merasa terasing. Bahkan ketika bayi pun, aku sudah mau dimusnahkan oleh Kakekku sendiri, yang berjuluk Batara Brahma. Dimana rasa keadilan dari kalian, para Dewata yang tugasnya menjaga keseimbangan alam!" "Duhai Wisanggeni, anakku" Batara Guru melanjutkan. "Diam, aku tidak mau mendengar ocehanmu tentang takdir ataupun kodrat yang sampah itu!" Potong Wisanggeni, dengan muka merah pertanda amarah yang akan memuncak. Kemudian, Wisanggeni beralih pandangan ke arah para Dewata yang sedang memandanginya. Seakan para Dewata yang lain tak percaya, ada manusia yang berani membentak Sang Batara Guru, Dewa Penguasa alam. Dan wisanggeni, menatap tajam kearah batara Brama, "Wahai Kakekku, Sanghyang Batara Brama, mengapa engkau sama sekali tidak menolak permintaan dari Batara Guru yang tidak masuk akal itu? mengapa Engkau tega membuang diriku, cucumu sendiri ke dalam kawah Candradimuka yang panas bergelora itu?" Batara Indra, menyahut "Duhai, anakku Wisanggeni, janganlah engkau menuruti hawa nafsu. Batara Brama adalah sesepuh dalam Khayangan. Jangankan manusia, para Dewata saja tidak berani membentaknya?" "Hee Indra, Raja dari segala Dewata. Aku tidak sedang berbicara denganmu. Saat ini aku sedang bertanya kepada Kakekku, Batara Brama. Aku tidak mempunyai permasalahan dengan engkau, tapi kalau engkau berani merintangi usahaku ini. Bukan aku lagi yang menanggapi, tetapi tanganku ini yang akan berkenalan denganmu!" Jawab Wisanggeni dengan senyum sinis kepada Batara Indra. "Jadi kau berani menantangku, Wisanggeni? Duhai manusia setengah dewa yang congkak dan angkuh!" dengan langkah lebar, Batara Indra melangkah menuju Wisanggeni. "Aku siap menerima tantanganmu, saat ini juga" sahut Wisanggeni tidak mau kalah. Kemudian Batara Indra, mengeluarkan kesaktiannya untuk ditujukan pada Wisanggeni. "Rasakan ini pelajaran dariku..."

* * *

Tapi sebelum, senjata itu terlepas dari genggaman tangannya, sudah tertahan oleh Batara Brama dengan wajah halus dan ramah. "Tahanlah amarahmu, wahai Batara Indra, tidak sepantasnya Anda berurusan dengan cucuku yang belum berpengalaman ini. Sebelumnya aku minta maaf, karena telah melibatkan anda. Tapi, urusan ini biar Aku saja yang menanggungnya. Sekali lagi, kepada Dewata yang lainnya, Hamba berterima kasih, sudah mau membantu masalah dalam diriku yang rumit ini". "Baiklah, Sang Batara Brahma, aku minta maaf atas kelancanganku ini". Kemudian sambil mengawasi dengan tajam, Batara Indra kemudian berangsur mundur dari hadapan Wisanggeni. "Ha ha ha, bahkan seorang Batara Indra pun tidak berani menantangku" ejek Wisanggeni, yang membuat merah muka Batara Indara. "Duhai cucuku, yang agung. Mengapa sampai hati membuat keonaran di Suralaya ini. Tempat yang suci ini tidak semestinya mendapatkan kegaduhan bahkan dari seorang dewa pun..." Batara Brama, berkata kepada Wisanggeni. "Wahai Batara Brama, yang seumur hidup ini baru menyebutku dengan panggilan cucu. Sebelumnya aku sangat berterima kasih pada engkau karena telah mengakuiku sebagai cucu didepan umum. Tapi tidak cukup dengan itu saja, aku ingin menanyakan 3 perihal tentang jati diriku yang sebenarnya. Kuharap engkau menjawabnya dengan jujur, kalau tidak. Aku tidak segan-segan untuk membuat kekacauan yang lebih parah lagi di Khayangan ini!" lanjut Wisanggeni. "Silahkan saja, cucuku. Aku siap menjawab pertanyaan yang engkau berikan". Jawab Batara Brahma dengan tenang. "Baiklah, pertama. Aku ingin menanyakan, mengapa sejak lahir, aku selalu dikejar-kejar oleh para  Dewata? Kedua, mengapa Engkau sebagai kakek malah menuruti permintaan yang tidak masuk akal dari Batara Guru untuk membuangku kedalam kawah Candradimuka? Dan yang ketiga. Siapa Ayahku yang sebenarnya, tadi aku mendengar Batara Guru menyebut nama Arjuna, tetapi wujud dan rupanya saja aku tidak tahu sama sekali." Dengan mengernyitkan dahi Batara Brama berpikir, untuk mencari jawaban yang masuk akal. Agar cucunya yang pemarah ini tidak sampai murka dan membuat goro-goro di suralaya. Sementara itu Wisanggeni, dengan santainya mendeprok di atas karpet khayangan yang empuk dan sangat nyaman itu.

* * *

Bersambung...

Choirul Huda ________________________________________________________________________________ Sumber: Penamaan dan Foto: Wikipedia Lirik: Kirana (Dewa 19) ________________________________________________________________________________ Tulisan-tulisan terkait: - Seri Wayang II - Tiwikrama Sri Kresna Yang Menggemparkan Alam Semesta - Invasi Tokoh Komik ke Dunia Wayang ( I ) - Seri Wayang III - Wisanggeni (Menggemparkan Khayangan) - Seri Wayang XXI - Empat Serangkai Terhebat (Wisanggeni, Antasena, Antareja dan Gatot Kaca)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun