[caption id="attachment_325463" align="aligncenter" width="491" caption="Kompasianer di acara Kompasiana Nangkring Yamaha YZF R25 (www.kompasiana.com/roelly87)"][/caption]
Sepanjang mengikuti acara Kompasiana Nangkring sejak pertama kali pada 28 September 2013, akhirnya saya bisa merasakan "nangkring" yang sebenarnya pada pekan lalu. Â Lha, kok bisa? Ya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, nangkring berarti: 1 berjongkok, 2 berada di atas ( di tempat yang tinggi). Nah, itu yang saya rasakan saat menghadiri Kompasiana Nangkring dan Test Ride Yamaha YZF R25 di Flavor Bliss, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Sabtu (20/9).
Saat itu, saya bersama 19 kawan Kompasianer mencoba untuk mengetes ketangguhan motor berkapasitas 250 cc tersebut. Itu menjadi pengalaman tersendiri ketika mengendarai motor bertipe sport tapi nyaman digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Maklum, saat mengikuti beberapa acara Kompasiana Nangkring sebelumnya, hanya dilakukan sambil duduk di kursi untuk melakukan diskusi.
Memang, tiga tahun silam, tepatnya 22 Desember 2011, saya pernah juga mengikuti acara yang diadakan Kompasiana bersama Yamaha. Hanya, saat itu namanya bukan Kompasiana Nangkring, melainkan Talk Show bersama Warung Yamaha di Warung Solo, Jakarta Selatan. Kebetulan, jenis motor yang dites pun berbeda karena hanya berkapasitas 149,8 cc alias terdapat selisih sekitar 100,2 cc. Begitu juga dengan jenis, tongkrongan, dan harga yang sudah pasti beda meski sama-sama bermerk Yamaha.
Nah, bagaimana dengan sensasi menunggangi YZF R25? Tentu saja seru dan mengasyikkan. Meski, awalnya deg-degan karena khawatir jatuh atau lecet mengingat motor tersebut masih baru. Namun, ketika sudah "nangkring" di atas jok motor yang sekilas mengingatkan saya pada tunggangan film masa kecil, Ksatria Baja Hitam ini, perasaan khawatir  tersebut sirna.
Sebaliknya, sambil memegang stang dengan mengapit gas dan kopling, rasa penasaran itu terjawab sudah. Puncaknya, ketika saya bersama Yamaha YZF R25 itu dua kali putaran melibas lapangan di Flavor Bliss tersebut. Enteng. Ya, itulah kesimpulan yang saya dapat saat mencoba dengan gigi satu hingga enam. Memang sih, dua putaran itu belum mampu memuaskan dahaga saya terhadap motor yang disebut sebagai "bayi" dari YZR-M1 tunggangan pembalap MotoGP, Valentino Rossi ini.
Namun, secara keseluruhan, kalau saya boleh menilai dari A sampai Z, YZF R25 ini bolehlah mendapat rating 8 dari 10. Selain tongkrongannya yang gahar dan tak kalah dengan merk sejenis yang sudah lama beredar di tanah air. YZF R25 ini juga memiliki banyak kelebihan. Baik di sektor mesin dan inovasi terbaru dari produsen Yamaha. Hanya, sebagai orang awam, bagi saya cukup motor ini bisa dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Baik itu ke kantor, becek-becekan di pasar, dan sebagainya.
Oke, itu kelebihan dari motor yang memiliki tagline "you can ride everyday". Lalu, bagaimana dengan kekurangannya? Nah, sebagai blogger Kompasiana alias Kompasianer, saya pun "wajib" mengulasnya sisi minus dari YZF R25. Ibarat seorang pegiat media atau jurnalis yang memegang teguh "cover both side", kurang afdal jika saya hanya menyanjung sebuah produk tanpa memberitakan kekurangannya kepada pembaca. Toh, di dunia ini tiada gading yang tak retak.
Salah satunya tidak adanya grid belakang yang membuat kerepotan bagi orang yang dibonceng untuk berpegangan. Bisa dipahami mengingat YZF R25 untuk kegiatan sehari-hari dan sudah tentu bakal dipakai untuk membonceng anak, istri, pacar, dan sebagainya.
Selain itu, lampu sein saya rasa kurang pas untuk digunakan di Indonesia. Meski, menurut Asisten Manajer Pemasaran yamaha, Mohammad Mayskur, itu karena Yamaha YZF R25 tidak hanya untuk dipasarkan di tanah air, melainkan juga di berbagai negara di kawasan Asia dan Eropa. Tetap saja, agak gimana gitu? Sambil memandangi keriuhan saat tes, ingatan saya terbayang pada lampu sein Vixion yang 2011 lalu pernah saya coba. Sepertinya lebih keren. Beruntung, masalah lampu sein itu dapat dibayar lunas dengan tongkrongan di depan pada lampu utama yang sangat luar biasa. Jika dinyalakan, terutama pada malam hari mirip tatapan Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta: Tajam dan terkesan memesona!