Beberapa hari belakangan ini, ranah politik di tanah air tidak henti-hentinya membicarakan mengenai pembelian pesawat kepresidenan. Menilik harganya yang mencapai 91 juta dollar AS atau kalau di kurs ke dalam rupiah sekitar rp 800 milyar lebih, tentunya membuat mata kita terbelalak. Itu belum termasuk dengan biaya operasional, perawatan dan lain-lainnya kalau ditotal menjadi 138.166.867 dollar As.
Entah bagaimana kalkulator dagangan di warung saya bisa menghitungnya, sebab jumlah maksimal hanya 9 angka. Dan lagi, saat bincang-bincang dengan beberapa petugas ronda serta tukang sekoteng di tempat tinggal saya, mereka berseloroh kalau uang itu dibuatkan sekoteng maka Jakarta akan kelelep saking banyaknya.
Padahal waktu kedatangan pesawatnya masih lumayan lama, sekitar bulan Agustus tahun 2013 nanti yang mana jabatan Pak SBY sebagai Presiden tinggal satu tahun. Namun baru di bulan Februari ini saja sudah ribut-ribut mengenai pro dan kontra apakah layak atau tidaknya Presiden mempunyai pesawat pribadi.
Atau ini bisa jadi akal-akalan dari Pemerintah sendiri yang menghembuskannya pertama kali di masyarakat untuk mengalihkan kasus lain dari anggotanya yang sedang hangat di persidangan, atau ada tiupan dari beberapa lawan politiknya untuk menjatuhkan citra Presiden yang sudah menurun menjadi semakin buruk. Di berbagai media massa, elektronik dan juga media online pun terpecah antara yang setuju dan tidak setuju dengan pembelian pesawat kepresidenan.
Saya sendiri mengambil contoh dari tiga situs berita terkemuka di Indonesia yang setidaknya menyuarakan antara pro, kontra atau berada di tengah-tengahnya yaitu Antaranews.com, Metrotvnews.com dan Kompas.com. Dimana ketiganya satu sama lain saling melengkapi walau tidak seirama dalam pemberitaannya karena ada yang pro ke pemerintah lalu ada yang cenderung menyayangkan pembelian pesawat tersebut juga ada yang menyikapi dengan bijak sesuai kebutuhan serta situasi dan kondisi.
Di media sosial sendiri, yaitu Kompasiana juga banyak yang menyuarakan aspirasinya, entah itu setuju, mengkritik dengan keras atau adem ayem karena menganggap itu adalah urusan Pemerintah. Saya pun awalnya begitu, sangat malas untuk mengomentari atau bahkan membuat opini mengenai pembelian pesawat kepresidenan, sebab sebagai orang awam yang kurang mengetahui seluk beluk dunia politik, takutnya akan menjadi rancu. Namun setelah kemarin dan siang tadi membaca dua postingan yang isinya tentang pembelian pesawat untuk presiden yang saling bertentangan, akhirnya jadi kepingin menyuarakan aspirasi sebagai rakyat walau hanya melalui tulisan.
Sebagai warga negara, tentu berhak menyuarakan haknya sebagai bagian dari sebuah sistem pemerintahan di suatu negara. Dan itu terjadi ketika saya dan beberapa warga di sekitar tempat tinggal sedang asyik menyaksikan pertandingan sepak bola liga Spanyol antara Real Madrid melawan Levante, di sebuah warung kopi atau oleh warga sekitar disebut "Cafe Senggol" karena berdekatan dengan pasar. Saya yang ikutan nonton aksi Ronaldo cs, bersama tukang gerobak, tukang sekoteng, hansip, kuli pasar dan pedagang lainnya yang sama-sama gila bola, sempat menyinggung permasalahan politik dalam negeri ala rakyat jelata.
Obrolan yang awalnya ringan-ringan saja karena disela oleh istirahat babak pertama, menjadi serius ketika ada seorang warga yang menyerempet soal pembelian pesawat kepresidenan. Tanpa tedeng aling-aling, langsung saja banyak yang menimpali terutama yang tidak menyetujuinya dengan argumen hanya alasan belaka dari pemerintah untuk berbuat korupsi sebagaimana saat persiapan SEA Games lalu. Belum lagi tanggapan miring mengenai harga pesawat tersebut yang mencapai ratusan milyar rupiah, hingga di analogikan kalau uang segitu banyaknya dibelikan makanan atau uangnya dideretkan di tanah dengan pecahan sepuluh ribu, tidak mustahil akan menutupi kota Jakarta.
Miris memang, meski hanya obrolan ringan antar rakyat jelata (bukan rakyat kecil, karena di mata hukum, baik rakyat kecil maupun rakyat besar adalah sama). Tetapi dari kesimpulan yang saya dapat usai pergi dari warung kopi itu, sekarang ini rakyat semakin dewasa. Bisa memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah, karena dari beberapa orang yang nongkrong itu ada juga yang setuju, karena menurutnya presiden memang perlu punya pesawat daripada menyewa terus dan mengganggu penumpang lainnya.
Kalau menurut saya sendiri, pantas atau tidaknya Presiden mempunyai pesawat pribadi itu adalah relatif. Dan lagi karena sekarang sudah dipesan hingga sulit dibatalkan kembali, kita sebagai warga negara yang baik harus bisa menerimanya, toh Presiden-nya kan Presiden kita juga.
Yang menjadi pertanyaan sekaligus tugas kita sebagai warga negara adalah saat pesawat itu tiba bulan Agustus tahun depan dan sudah dipakai langsung oleh Presiden, maka kita pun harus ikut mengawasinya. Baik itu saat pembayaran akhir atau juga ketika pemerintah mengeluarkan dana untuk membiayai perawatan, pembelian suku cadang serta biaya tak terduga lainnya agar tidak terbuka lebar adanya praktek korupsi oleh Pemerintah. Dan kalau sampai terendus transaksi ilegal, baru kita melayangkan protesnya sebab terbukti pembelian pesawat kepresidenan hanya untuk memperkaya orang-orang yang berada dalam lingkaran pemerintahan itu sendiri.