Padat, sumpek, macet, kotor, dan ramai penuh sesak itulah suasana di Pasar Buah Angke, Jakarta Barat, saat saya ikut "Ngabuburit" bersama Ibu. Kebetulan siang ini hari libur jadi tidak masuk kerja dan juga kuliah, bisa ikut menemani Ibu ke pasar untuk beli Nanas. Rencananya buat bikin kue Nastar yang setiap tahun dijual khusus menyambut hari raya Idul Fitri. Sambil bersungut-sungut karena kesal menunggu lamanya transaksi, tak sengaja saya melihat pemandangan yang menarik yaitu saat seorang Bapak tua sedang mengupas kulit nanas. Dengan terampil dan cekatan, jari jemarinya sangat mahir menari diantara sela-sela antara kulit dan daging nanas untuk dikupas lebih bersih. Saat itu, Sang Bapak tua hanya tersenyum ketika tahu ada yang memperhatikannya. Kemudian iseng-iseng saya bertanya kepadanya segala macam seluk beluk tentang nanas. Untungnya meskipun lagi sibuk, beliau sangat antusias sekali menjawab pertanyaan dari saya. [caption id="attachment_125265" align="aligncenter" width="455" caption="Suasana Pedagang Buah Nanas"][/caption] Betapa kagetnya saya ketika tahu, ia hanya seorang buruh lepas dan kerjaan sehari hari sebagai tukang sapu jalanan disekitar pasar Angke. Awalnya saya menganggap bahwa ia bekerja di kios nanas tersebut, namun ia mengatakan bahwa itu hanya sementara, karena ia tidak dibayar oleh sang pemilik kios melainkan dari para pembeli. Dari setiap satu buah nanas yang sudah dikupas dan dibersihkan yang berharga rp 3.500 ia mendapat "upah" sebesar 500 rupiah. Namun bila pembeli membeli utuh dan tidak dikupas, ia tidak mendapatkan sepeserpun kecuali ucapan terima kasih karena sudah membersihkan areal depan dagangan tersebut. Sungguh miris, karena mengupas nanas memerlukan waktu yang lumayan lama sekitar 10-20 menit perbuah, dikarenakan harus hati-hati karena kulit luarnya yang lumayan tajam dan bikin tangan perih. Sudah begitu menurutnya penghasilan yang didapat paling banyak perhari sekitar 80an buah, dikarenakan juga banyak yang berprofesi sepertinya menjelang lebaran ini. [caption id="attachment_125266" align="aligncenter" width="300" caption="Riuh ramai, apalagi menjelang petang hari"][/caption] Sambil melirik, ia mengatakan bahwa menjelang lebaran memang pedagang nanas sedang laku-lakunya dikarenakan banyak masyarakan yang membeli untuk dibuat kue, seperti Nastar. Dan, nanas yang didatangkan langsung dari Kediri, Jawa Timur dalam semalam bisa sekitar dua truk, meningkat drastis dibandingkan saat hari biasa yang hanya dapat dijual beberapa kwintal saja. Dengan suasana yang penuh dan padat itu, ternyata selain Nanas ada juga buah yang menjadi primadona disaat bulan puasa ini, yaitu Ketimun Suri dan Blewah. Saat itu kebetulan sedang bongkar muat dari truk ke kios, membikin siang hari yang terik ini menjadi semakin panas. Dan yang paling "Menggoda" adalah saat lewat penjual Es Dawet, untungnya waktu berbuka tinggal beberap jam lagi. Kalau tidak, hmm... Akhirnya setelah menunggu hampir tiga jam diselingi obrolan yang ngalor-ngidul, selesai juga Bapak tua mengupas nanas untuk Ibu saya, yang berjumlah 60 buah untuk dibuat sekitar sekitar 200 toples. Dan tinggal satu lagi, yaitu nanas ini dibawa ketukang parut untuk digiling menjadi selai. Kira-kira sampai dirumah sampai juga sekitar jam 5an, tinggal menunggu waktu Berbuka Puasa.
*Â *Â *
[caption id="attachment_125267" align="aligncenter" width="432" caption="Dan, inilah jadinya kue Nastar..."][/caption]
* * * *Â Choirul Huda * * * * ____________________________________________________________________________ Ilustrasi: Pusukbuhit.com, Jurnalkota.com * * * Untuk Admin, sebelumnya saya minta maaf. Bukan bermaksud untuk promosi atau iklan terselubung, tetapi niat saya hanya membantu Orang Tua. Terima kasih. ^_^ ____________________________________________________________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H