[caption id="attachment_151676" align="aligncenter" width="448" caption="Kisah cinta romantis dibalut dengan semangat nasionalisme diantara mereka berdua"][/caption] Semalam, usai hujan reda dan membuang air yang masuk sedikit akibat meluapnya selokan di pinggir rumah. Sekadar pelepas lelah, saya pun iseng-iseng menyetel dvd lama yang memuat kisah Kembalinya Pendekar Rajawali (Return of the Condor Heroes). Sebuah film kungfu mandarin yang terkenal akan kisah cinta abadi tokoh utamanya hingga rela menunggu 16 tahun lamanya. Di Indonesia, serial ini dahulu sangat populer pada pertengahan 90an, dengan lagu tema yang dibawakan oleh Yuni Shara dan mencetak penjualan hingga tembus ratusan ribu copy. Awalnya saya menonton karena memang suka dengan jalan ceritanya, juga dengan tokoh utamanya yaitu, Andy Lau sebagai Yo Ko, dan juga Idy Chan berperan sebagai guru sekaligus kekasihnya, Siauw Liong Lie. Sebab, amat jarang sebuah film yang mengisahkan hubungan batin antara seorang murid dengan gurunya sendiri. Meski filmnya teramat jadul, karena dirilis tahun 1982 lalu, atau hampir 30 tahun lamanya. Dengan gunung-gunungan yang terbuat dari kardus, turun salju pun terlihat sangat lucu karena tampak seperti kapas. Lalu ketika tokoh jagoan berendam di air panas yang mendidih, padahal itu adalah biang es. Sempat senyum-senyum sendirian saat menyaksikannya, tapi terhibur juga karena aktris yang membintangi tokoh utama itu sangat cantik. Walaupun sekarang, Idy Chan telah berusia 50an tahun, tapi sampai sekarang masih terngiang dengan kipas putih di tangan kanannya. Padahal alis di telinganya adalah goresan arang yang terlihat seperti rambut. Kembali mengenai cerita silat, sedari awal mula hingga akhir saya pun disuguhkan dengan adegan perkelahian yang tiada henti, baik itu di hutan, gunung, rumah makan hingga benteng kota. Puncaknya adalah ketika tokoh antagonis, Hakim Roda Emas tewas bunuh diri karena merasa tidak sanggup untuk menang melawan Yo Ko. (Dalam novel dikisahkan terjatuh dari panggung api) Jurus yang keluar pun banyak, seperti Tongkat Pemukul Anjing, Delapan belas jurus penakluk Naga, Seruling Kemala sakti, Jurus duka lara nestapa, dan banyak lagi yang terdapat dalam bahasa mandarin, yang sayangnya saya tidak mengerti sama sekali. Selain tentang perkelahian serta pertempuran, ada sisi lainnya saat saya menonton film tersebut. Yakni kebersamaan yang kuat, serta sifat dasar manusia yang mau menang sendiri. Juga ada pertentangan batin antara dikucilkan seluruh masyarakat karena nekat menikah dengan guru atau memiliih meninggalkan sang guru karena telah diperkosa. Sungguh suatu roman yang dahsyat dari mahakarya cerita silat. Setelah selesai menyaksikan hampir dua jam, banyak pelajaran yang saya ambil dari menonton film silat tersebut, yaitu. - Mendobrak doktrin ketimuran yang kolot, bahwa seorang murid tidak boleh menikahi gurunya. Dalam film, diceritakan bagaimana sang Guru, akhirnya jatuh cinta pada muridnya yang justru berusia dibawahnya. - Nasionalisme diatas segalanya. Yo Ko sangat mendendam pada Kwee Ceng dan juga Oey Yong (karena menyebabkan Ayahnya tewas). Namun dalam satu adegan, di benteng Siangyang, karena Kwee Ceng selama hidupnya sangat berbakti kepada tanah air, membuat Yo Ko yang masih muda, menjadi sadar. Mudah membunuh Kwee Ceng untuk balas dendam, namun itu akan menyebabkan kemunduran bagi negaranya, karena Kwee Ceng adalah seorang Jenderal yang amat ditakuti oleh bangsa Mongol. - Tiada musuh atau kawan sejati dalam politik, yang ada adalah kepentingan diri sendiri yang sejati. Awalnya Yo Ko sangat membenci Kim Lun Hoat Ong (Hakim Roda Emas) karena beberapa kali berselisih paham. Namun mereka sempat bersatu padu, ketika Hakim Roda Emas menawarkan bantuan untuk bekerja sama membunuh Kwee Ceng, Paman sekaligus pelaku pembunuh Ayahnya sendiri. Bahkan Yo Ko sampai dikenalkan oleh penguasa Mongol saat itu, Kubilai Khan dan dijadikan lima pendekar terhebat dari Mongol untuk meruntuhkan dinasti Song (China). Namun karena Yo Ko sadar akan perbuatan bangsa Mongol yang langsung main bunuh kepada musuhnya, hingga Yo Ko pun menjadi benci terhadap mereka, terutama kepada Hakim Roda Emas, dalang segala keruwetan mereka. - Kasih sayang seorang Ibu, diatas segalanya, bahkan nyawanya sendiri. Li Mo Chiu, seorang yang sangat bengis dan haus darah, karena kalah bertarung dengan Oey Yong hingga terluka akhirnya diberikan dua pilihan. Apakah ia ingin diampunkan nyawanya atau bayi yang diculiknya itu yang ingin diampunkan. Dalam keadaan biasa, tentunya ia ingin nyawanya sendiri yang diampuni. Tetapi karena tidak tega melihat tawa renyah dari seorang bayi mungil yang tanpa dosa, akhirnya ia memohon untuk diberikan ampunan untuk sang bayi. Dan ia sendiri ikhlas untuk dibunuh Oey Yong. Padahal bayi yang diculiknya itu adalah bayi Oey Yong sendiri. - Menggunakan taktik cerdik ketika kalah melawan musuh yang kuat. Saat rombongan Oey Yong dikepung Hakim Roda Emas hingga terdesak di suatu tanah berbatu. Oey Yong pun melawannya dengan akal, yakni memakai batu-batu tersebut sebagai tameng dan membuat formasi ala "petak umpat". Taktiknya itu berhasil karena membuat Hakim Roda Emas tidak berani sembarangan menyerang mereka, bahkan terkena hantaman dikepala hingga cedera parah. - Menerima sang kekasih apa adanya. Bagaimana rasanya ketika mengetahui kalau kekasih kita telah diperkosa? Tentu tak dapat dibayangkan rasanya. Namun Yo Ko, dengan segenap hati melupakan kejadian itu. Dan tetap merasa bahwa Siau Liong Li, adalah kekasih sejatinya, meski ia mengetahui sudah tidak perawan lagi. - Kesabaran berbuah kebahagiaan. 16 tahun menanti untuk kembali bersama dalam jalinan asmara? Inilah salah satu kisah cinta paling romantis abad ini. Yo Ko dengan sukarela menunggu janji dari Siauw Liong Li untuk kembali bersama dengan kisah cinta mereka. Sebuah penantian yang panjang selama 16 tahun, tapi tetap dijalani oleh mereka berdua. - Berkorban hingga tetes darah terakhir untuk tanah air tercinta. Pasangan pendekar legendaris, Kwee Ceng dan Oey Yong telah bersumpah, bahwa selama hidupnya hanya ada dua pilihan. Mereka yang hidup atau bangsa Mongol yang hidup. Ternyata sumpah mereka dijalani dengan segenap jiwa raga mereka berdua, yakni berjuang mati-matian mempertahankan negara dari serangan Mongol. Dan saat sudah tidak ada harapan untuk menang karena seluruh prajurit telah tewas, mereka rela bunuh diri saking tidak ingin melihat berdirinya bangsa Mongol di tanah air tercintanya. Padahal Kubilai Khan adalah anak dari Saudara angkatnya, dan pasti akan mengampuni bahkan memberikan negara China kepada mereka apabila menyatakan tunduk kepada Mongol. - Sulit mencari guru yang hebat, namun lebih sulit lagi ketika seorang guru mencari murid yang berbakat untuk mewarisi ilmunya. Saat Hakim Roda Emas putus asa karena ketiga muridnya tidak ada satupun yang mewarisi kehebatan ilmunya. Ia pun berpaling kepada Kwee Siang, anak dari musuh besarnya, Kwee Ceng. Murid pertama mati muda, jadi tidak bisa mewariskan ilmunya. Murid kedua seorang yang lugu namun sangat bodoh dan lamban, sedangkan murid ketiga, pintar dan penuh tipu daya, namun sayangnya tidak mempunyai perasaan sama sekali, karena ketika ia hampir tewas di bunuh Yo Ko, muridnya itu malah meninggalkannya untuk menyelamatkan diri sendiri. - Pengalaman adalah Guru yang Paling Berharga. Hidup sedari kecil yang terseok-seok hingga Yo Ko mengetahui bahwa orang tuanya tewas dibunuh pasangan suami istri Kwee Ceng dan Oey Yong. Lalu hampir menyeberang ke pihak musuh, Mongol dan kisah pilunya mengenai cinta berdua sungguh membuat miris siapa saja yang menyaksikannya. Namun akhirnya dapat terlewatkan dengan baik oleh Yo Ko setelah ia berhasil mengalami beberapa rintangan yang telah dilalui sepanjang hidupnya. * * * Salam Pencinta Cerita Silat... * * * Djembatan Lima, 28 Desember 2011 (08:45 wib) - Choirul Huda (CH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H