[caption caption="Chitato rasa Mi Goreng"][/caption]SAYAÂ bukan tipe orang yang "jatuh cinta" pada pandangan pertama. Baik itu terhadap makhluk hidup atau benda mati. Bisa dipahami mengingat saya butuh waktu untuk akrab dengan segala sesuatunya yang tentu, menimbang pada bibit, bebet, dan bobot. Ya, konvensional. Tapi itu fakta.
Terakhir kali saya benar-benar tergiur dengan "iklan" itu terjadi pada awal 2008. Tepatnya saat antusias membeli telepon seluler (ponsel) musik bertipe xpressmusic keluaran produsen yang dulu, dijuluki milik sejuta umat. Beruntung, hingga kini ponsel tersebut masih nyaman dipakai untuk segala hal meski baterainya kerap bermasalah.
Setelah itu, biasanya saya selalu berpikir ulang untuk membeli sesuatu. Termasuk yang teranyar saat mencoba snack Chitato rasa Mi Goreng yang berkolaborasi dengan Indomie. Ya, di Tanah Air ini, siapa yang tidak tahu dengan makanan ringan yang terbuat dari kentang tersebut?
Saya pribadi mengenal Chitato sejak pertengahan 1990-an. Sebagai bagian dari periode dekade yang konon disebut sebagai generasi emas itu, saya bangga pernah memiliki tazos. yang dikeluarkan Chitato bersama "saudaranya". Yaitu, Chiki, Cheetos, dan Jetz.
Berbicara mengenai tazos, itu jadi unggulan kami (era 1990-an) untuk men-skak anak-anak dari generasi 2000-an dan 2010-an yang sudah terkontaminasi dengan teknologi. Ya, mereka yang besar dengan berbagai gadget canggih itu -seperti ponsel, game konsol, komputer, dan sebagainya-, tidak akan pernah mengetahui nikmatnya mengumpulkan tazos untuk dimainkakn bersama-sama. Baik pada hari biasa atau ngabuburit jelang berbuka puasa.
Hingga ketika Cinta yang dulu mungil ketika belanja buku bekas di Pasar Senen dan kini sudah jadi wanita karier yang mapan, Chitato tetap jadi andalan saya untuk ngemil. Khususnya sebagai teman setia saat menyaksikan pertandingan sepak bola, terutama Juventus di layar kaca.
* Â Â Â Â * Â Â Â *
NAMUN, dalam waktu beberapa lama, saya sama sekali tidak tergiur dengan Chitato yang merilis varian rasa Mi Goreng pada Februari lalu. Pun ketika iklannya jadi viral karena dimuat di berbagai media online, televisi, cetak, hingga radio, dan testimoni di berbagai blog serta forum, pada awal tahun. Bagi saya, cukup aneh jika ngemil Chitato rasa Mi Goreng.
Lantaran saya kadung cinta dengan rasa Beef Berbeque yang -jika gajian- selalu memborongnya dalam jumlah besar sebagai stok ngemil dan kawan untuk melihat para pemain Juventus di tv. Berhubung saya pernah lama tinggal di Sumatera Barat, saya beberapa kali menikmati Chitato rasa Rendang.
Hanya, bukan berarti saya suka dengan varian itu, melainkan hanya sebatas "nostalgia" saya dengan sesuatu yang khas Sumatera Barat, khususnya Padang. Untuk rasa lain, saya nyaris tidak menggubrisnya. Bagi saya, Chitato ya cukup dua rasa: Beef Berbeque dan Rendang (sesekali). Itu sudah lebih dari cukup seperti halnya slogan dari BKKBN.
Tapi, benar kata pepatah. Tak kenal maka tak sayang. Ternyata, adagium kuno itu berlaku bagi saya. Tepatnya, Kamis (3/3) ketika menonton "Derby d'Italia" antara FC Internazionale versus Juventus pada semifinal leg kedua Piala Italia.