Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar Dari Pengalaman, Untuk Meraih Kesempatan Kedua

23 Desember 2011   01:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:52 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_150676" align="aligncenter" width="614" caption="Penyerahan hadiah doorprize Pak Yusep oleh Bang Isjet, Admin Kompasiana"][/caption] "Ingat, kesempatan hanya datang sekali. Maka itu, jangan sia-siakan kesempatan yang pertama, sebab tidak ada lagi pengulangan untuk yang kedua kalinya..." Itulah pepatah yang sering saya dengar dalam kehidupan sehari-hari, entah itu ketika dalam pengalaman masalah pribadi maupun saat bersosialisasi di dunia kerja. Hampir semua mengatakan bahwa sebuah kesempatan, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar tidak terlepas, dan menjadikan itu sebagai sebuah doktrin. Seperti halnya saat saya di tawari oleh Orang Tua pada tahun 2004 lalu, ketika lulus SMA, untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Namun saat itu, saya memilih untuk kerja, dengan alasan ingin mencari pengalaman, serta hidup mandiri. Saat mengetahui jawaban saya yang enggan meneruskan untuk kuliah, Ibu saya hanya geleng-geleng kepala saja. Beliau pun hanya mengatakan, "Dikasih peluang emas begini kok malah ditolak. Masih banyak lulusan SMA yang ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi, tapi terkendala biaya. Eh giliran kamu tinggal duduk manis dan belajar, malah ga mau. Meski ini bukan kesempatan terakhir untuk kamu, tetapi sulit untuk kamu bisa kuliah lagi jika pekerjaan kamu yang hanya lulusan SMA mentok." Saya yang saat itu masih berjiwa muda, ingin menyukai tantangan sebetulnya tidak bermaksud menolak apa yang telah Orang Tua berikan, namun saat itu saya ingin mencoba belajar mencari uang sendiri alias mandiri tanpa bermaksud membebankan orang tua. Terbukti satu tahun kemudian, setelah beberapa kali gagal dan keluar masuk kerjaan, timbul perasaan ingin masuk kuliah. Ketika saya utarakan kepada sang Ibu, beliau hanya bisa mengelus dada. "rul, rul. Andai tahun kemarin kamu menuruti apa kata Ibu, mungkin kamu sekarang sudah duduk di semester tiga, sama seperti kawan sebayamu. Tetapi sekarang, apalah daya. Keuangan kita sudah tidak memadai lagi, jangankan membiayai masuk kuliah, untuk makan sehari-hari saja sudah sulit. Makanya, mulai saat ini, kalau ada kesempatan emas, jangan sekali-sekali dibuang. Nantinya bakalan menyesal kemudian..." Jawab Ibu saya sambil menasehati. Akhirnya karena kerjaan mentok hingga beberapa kali, lalu ingin melanjutkan kuliah terkendala dana. Saya pun menjadi luntang-lantung tidak karuan, bisanya hanya kerja sambilan saja. Hingga akhirnya, saat Orang tua mempunyai rezeki tahun 2010 lalu, ketika kawan-kawan sebaya saya sudah banyak yang lulus S1, bahkan ada yang meraih S2. Saya sendiri baru masuk sebuah perguruan tinggi dan merasakan duduk di bangku kuliahan. Ya, kesempatan hanya datang satu kali. Meski datang lagi, memerlukan waktu yang tidak sedikit, contohnya saya sendiri, baru bisa belajar lagi setelah menanti enam tahun lamanya...

*   *   *

Kamis sore kemarin, saat mengikuti acara Warung Yamaha Workshop Injeksi, yang diselenggarakan atas kerja sama Yamaha sebagai salah satu produsen motor dengan Kompas.com, melalui Kompasiana. Bertempat di Warung Solo, Balai Sarwono, bersebelahan dengan TPU Jeruk Purut, berlangsung presentasi sekaligus ramah tamah, dari pukul 16 sore hingga pukul 21 malam. Nah, setelah presentasi mengenal produk injeksi dan juga sesi testimoni pengenalan langsung kendaraan Injeksi yang dicoba beberapa Kompasianer, termasuk saya. Ada sebuah sesi tanya jawab yang dilakukan oleh presenter Alfa, dengan hadiah sebuah ponsel Samsung Android. Pertanyaannya sangat mudah, yaitu apa singkatan dari FI. Ketika itu, saya dan beberapa Kompasianer berebutan untuk menjawab pertanyaan yang sangat gampang, karena sudah dijelaskan sebelumnya. Beruntung saya yang dipiliih untuk menjawab pertanyaan dari Bang Alfa. Namun, sekali lagi namun, sayangnya justru di saat genting begitu saya tidak bisa menjawab apa-apa. Mulut terasa kaku, bibir seperti terkunci, hingga pertanyaan yang jawabannya mudah, yaitu Fuel Injection, lepas begitu saja. Entah disebabkan gugup ataupun grogi dilihatin ratusan orang, atau mungkin kaget, karena sebelumnya terbayang membawa pulang sebuah ponsel canggih. Hingga akhirnya, hilanglah kesempatan saya untuk mendapatkan sebuah hadiah. Jujur saja, siapa sih orang yang tidak ingin membawa pulang sebuah ponsel seperti itu? Saya sendiri meski tidak terlalu mengharapkan mendapatkan itu, namun juga tidak menolak saat diberi. Tetapi sayangnya lenyap begitu saja, akibat keadaan yang grogi. Sampai beberapa kawan menasehati, "sudahlah rul, mungkin kamu memang belum 'milik'. Lagian juga, kesempatan emas seperti itu dilewatkan begitu saja, kan itu biasanya hanya datang sekali saja. Susah tahu mencarinya lagi..." Dug... Saya pun jadi terngiang ucapan kawan Kompasianer itu, tentang kesempatan hanya datang sekali. Sambil termenung saat acara berlangsung, entah memikirkan ponsel itu lagi atau memikirkan ucapannya yang sangat dalam. Namun setelah dipikir-pikir lagi, itu kan memang belum rezeki. Lagian kalo emang belum jodohnya, mau diapain lagi. Gumam saya saat itu. Kembali saya menguatkan hati, sambil berkata, "kalau memang sudah milik ya, ga bakal kemana. Tapi kalo emang belum milik, meski sudah ditangan, toh pasti lenyap juga..." Setelah itu, saya kembali untuk mengikuti acara dengan seksama, meski tidak beruntung membawa pulang ponsel, setidaknya saya mendapatkan oleh-oleh berupa goodybag dan kaos, serta jaket yang dikasih langsung oleh Bang Alfa. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, hingga jam dinding menunjukkan pukul 21 wib. Dan inilah yang banyak dinantikan oleh beberapa Kompasianer, yaitu saat pembagian Doorprize, berupa lima buah ponsel Samsung Android dan satu buah Ipad 2. Sampai saat itu, saya masih asyik untuk mengobrol dengan kawan-kawan Kompasianer dan juga ikutan menyimak pengumuman pemenang yang diambil secara acak oleh Bang Alfa. Saya pun, tidak terlalu mengharapkan doorprize lagi, sebab sulit untuk bisa menang dari ratusan orang yang berada dalam ruangan, termasuk Kompasianer dan Blogger Yamaha. Toh, probabilitasnya 100:5, atau seratus orang berbanding dengan lima hadiah. Tentunya dari 20 orang yang ada mendapatkan satu buah doorprize, sebuah kemungkinan yang kecil, menurut ilmu Matematika. Namun tidak juga, kalau menilik dari ilmu alam yang serba tidak pasti. Berbeda dengan Matematika, ratu segala ilmu yang mengatakan bahwa 1 + 1 = 2 (satu tambah satu adalah dua), dan ketetapan itu sudah berlangsung selama berabad-abad lamanya, tidak bisa diubah serta diganggu gugat. Kalau ilmu alam, satu tambah satu, bisa jadi sebelas. :) Atau satu tambah satu adalah tiga, lho darimana satunya lagi? Sebagai ilustrasi, saat piala dunia 2006 lalu, Italia keluar sebagai juara. Padahal, saat itu, tim terbaik adalah Brasil dengan segudang pemain bintang dan juga merupakan juara bertahan. Berbeda dengan tim negeri Spaghetti yang sedang dirundung masalah suap. Namun hebatnya, malah menjadi juara, mengalahkan banyak prediksi yang ada, bahwa Brasil yang favorit juara...

*   *   *

Akhirnya, setelah menyimak beberapa lama, pengumuman pemenang dengan cara mengambil dari secarik kertas pun diumumkan. Yang pertama adalah seorang Blogger Yamaha, lalu yang kedua Pak Yusep Hendarsyah, kawan Kompasianer yang penyerahan hadiahnya diwakilkan oleh Bang Isjet, selaku Admin Kompasiana. Yang ketiga ini, sangat banyak, namun semuanya gugur karena nama yang bersangkutan tidak ada di tempat, maupun telat mendatangi langsung. Ada juga yang sudah cepat-cepat berlari menuju hadiah, namun tidak memakai kaos. Hingga batal hadiahnya. Tiba-tiba, nama saya terdengar dari suara Bang Alfa yang secepat mungkin melebih detik. Belajar dari pengalaman pahit tadi, kemudian tanpa banyak kata, saya langsung berlari menuju tempat pengambilan doorprize. Beruntung hitungannya belum ke angka tiga, sebagai ketentuan batas pengambilan hadiah. Alhamdullilah kali ini, saya dapat meraih hadiah ponsel untuk dibawa pulang kerumah. Dan bersyukur sekali, sebab baru hari minggu yang lalu, saat ponsel Nokia saya rusak akibat terpelanting dari meja. Hingga menyebabkan Lcd dan Fleksibelnya harus diganti dengan baru yang harganya lumayan besar. Karena biaya perbaikan dan pergantian spare parts yang sangat besar, maka hingga sekarang itu ponsel masih diinapkan di tempat servis, belum sempat diambil karena tanggal muda. Dan, seperti ucapan yang terlontar dari Ibu Aulia Gurdi, ketika mengetahui saya mendapatkan hadiah ponsel sebagai ganti ponsel saya yang rusak, bahwa segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya. Jangan takut kehilangan kesempatan, sebab kita lah yang justru harus mengejar kesempatan itu. Bukan kesempatan yang mengejar kita. Tentunya harus dibareng dengan niat, usaha serta tidak lupa untuk Ber'doa...

*   *   *

[caption id="attachment_150675" align="aligncenter" width="614" caption="Saat antrean mengetes motor Yamaha Vixion"][/caption]

*   *   *

[caption id="attachment_150681" align="aligncenter" width="614" caption="Presenter Bang Alfa sedang menjelaskan teknik menaiki motor dengan aman (memakai safety)"][/caption]

*   *   *

[caption id="attachment_150682" align="aligncenter" width="461" caption="Seorang mekanik memberikan contoh kepada saya untuk memakai perlindungan yang memadai setiap kali mengendarai motor"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun