Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia

10 November 2023   05:46 Diperbarui: 10 November 2023   05:46 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia

foto: dokumentasi pribadi/@roelly87

JIKA enggan menghormati sesama karena perbedaan derajat atau status sosial yang jomplang, minimal bisa memanusiakan manusia.

Demikian adagium yang selalu saya pegang dalam keseharian. Termasuk, dalam mencari nafkah sebagai ojek online (ojol).

Ya, saat mengantar penumpang, makanan, atau barang, adakalanya saya menerima perlakuan aneh-aneh dari customer. Mulai dari sok ngebossy, pandangan sebelah mata, diskriminasi, hingga perlakuan fisik yang menjurus.

Namun, ya namanya juga ojol. Itu semua jadi santapan sehari-hari. Ya, NBBC! Alias, No Baper-Baper Club.

Suka jalanin, ga suka ya tetap jalanin. Mau gimana lagi, namanya juga orderan diberi sistem secara random.

Demikian yang saya alami sejak jadi ojol pada 2019 silam. Hingga kini, sudah ada lima aplikasi, termasuk kurir online (kurol) yang berarti khusus antar barang (paket) atau makanan.

Dimulai dari Gojek, Shopee, Indriver, dan Maxim. Untuk Lalamove, jarang saya gunakan. Sementara, Traveloka Eats sudah almarhum sejak Oktober 2022 akibat gagal bersaing dalam bisnis antarmakanan.

*        *        *

"SILAKAN masuk ke dalam aja pak. Ada parkiran khusus ojol. Mau jemput penumpang atau antar barang?"

"Nganter pak."

"Ya, di samping pos security ya. Nanti langsung masuk ke lobi untuk tukar identitas. Oh ya, mohon jaket ojolnya dibalik ya."

"Siap pak. Terima kasih."

Obrolan hangat dari salah satu petugas keamanan di Menara Kadin Indonesia, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (30/10).

Saat itu, saya hendak mengantar paket aplikasi Shopee dari Mangga Dua, Jakarta Utara. Sebelumnya, saya sudah chat lebih dulu untuk menanyakan apakah ojol atau kurol boleh masuk lobi di lantai X.

Maklum, ada beberapa gedung yang "mengharamkan" ojol dan kurol masuk atau naik ke lantai tertentu. Biasanya, dititip di resepsionis atau customer ambil sendiri.

Bisa juga boleh naik ke lobi di lantai sekian, tapi ojol harus melewati lift barang. Alias, bukan lift utama.

Diskriminasi? Yes!

Tapi, ya sebagai tamu, saya harus menghormati aturan yang dibuat tuan rumah. Bagaimana pun, saya selalu memegang teguh adagium "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung".

Itu yang pernah saya alami saat pengantaran di gedung kawasan Sudirman. Naik lift barang yang lokasinya terpencil bersama karyawan yang sedang mengantar barang berdimensi besar lewat troli.

Diskriminasi semacam itu sering saya alami di lingkup lainnya. Misal, saat mengantar makanan di Rumah Susun Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Ketika itu, memang ada lift. Namun, khusus penghuni seperti peringatan yang tertera di kertas yang ditempel di depan lift. Untuk ojol atau kurir harus naik tangga.

Bangsat! Ingin berkata halus, tapi ga mungkin. Secara, pengelola atau manajemen rumah susun benar-benar tidak memanusiakan manusia.

Hal sama berlaku di beberapa kostan. Yaitu, di Kebon Jeruk, Mangga Besar, Jakarta Barat, dan Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Biar ga jadi fitnah atau kena pasal karet UU ITE, bukti tersebut sudah pernah saya post di IG (https://www.instagram.com/p/CsLIgujStxi/?igshid=MW13YThpaHd1bDViMw==).

Jika mengalami momen tidak enak dalam pengantaran di gedung, rumah susun, atau kostan tersebut, paling ke depannya saya blacklist. Alias, jika dapat order untuk pengantaran ke lokasi "tidak manusiawi" itu, saya ogah.

Eittt... Ada pengecualian dong. Jika ongkosnya besar. Bisa dipertimbangkan. Ini kembali lagi ke mindset sebagai ojol yang tujuannya mencari uang. Ha ha ha.

*        *        *

SAAT di lobi lantai dasar, terdapat dua petugas yang menyambut dengan ramah. Pria dan wanita. Saya menukar KTP dengan id card yang berfungsi sebagai pass masuk.

Liftnya? Di lift utama euy, alias bukan di lift barang! Keren nih gedung. Tepatnya, pengelola atau manajemennya.

Kalo eksterior atau interiornya, Menara Kadon Indonesia menurut saya bagus. Tapi ga spesial banget.

Misalnya, dibandingkan dengan Menara BNI 46 di Sudirman yang memang sejak saya masih kanak-kanak hingga beberapa teman sudah punya anak, memang sangat ikonik.

Naik ke lantai XX, saya diarahkan petugas ke lobo suatu perusahaan. Yupz, meski nama gedungnya Menara Kadin Indonesia, tapi juga disewakan ke berbagai perusahaan.

Baik BUMN, BUMD, atau mungkin swasta. Entahlah, nama perusahaannya banyak, saya ga ada kepentingan buat hafalin.

Btw, terkait Kadin, saya jadi ingat satu hal. Yaitu, tentang rivalitas dua dari tiga tim pemenangan capres 2024 dipimpin ketuanya.

Yaitu, Arsjad Rasjid yang memimpin Kadin periode 2021-2025. Namun, sejak September lalu cuti karena jadi Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo sebagai presiden 2024.

Selanjutnya, Rosan Roeslani yang menakhodai Kadin 2015-2021. Kebetulan, saya pernah menyambangi kantornya di kawasan Adityawarman, Jakarta Selatan, pada 2013 silam.

Ya, saat itu, Rosan bersama Erick Thohir dan Handy Soetedjo, baru mengakuisisi FC Internazionale dari Massimo Moratti. Sebagai Juventini alias fan Juventus, tentu saya bangga ada warga Indonesia yang jadi pemilik klub raksasa Italia.

Maklum, tiga tahun sebelumnya, Inter sukses merajai Eropa berkat "Treble Winners" yang dilatih Jose Mourinho.

Kembali ke Rosan, sekarang jadi Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Jadi, blantika politik menuju 2024 ini sangat menarik.

Sebab, jadi ajang adu strategi antarketua Kadin: Arsjad versus Roslan.

Junior kontra senior di Kadin.

Cocokologi lagi! Ha ha ha.

*        *        *

MENARA Kadin Indonesia ini salah satu dari segelintir gedung yang memanusiakan manusia. Khususnya, bagi ojol atau kurir.

Demikian penilaian saya usai melakukan pengantarsn ke lantai XX. Mulai dari ramahnya security, petugas di lobi, akses lift yang tidak diskriminasi, hingga parkir gratis!

Jika bisa melakukan penilaian layaknya di layanan ojol atau olshop, tentu saya kasih BINTANG LIMA!

Maklum, hanya segelintir gedung yang sangat memanusiakan manusia. Misalnya, Centennial Tower dan The Tower di Setiabudi, Jakarta Selatan. Untuk gedung pemerintahan, ada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Agus Salim, Jakarta Pusat, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta Selatan.

Bagaimana dengan sisanya? Nihil!

Setidaknya, untuk saat ini berdasarkan pengalaman saya sebagai ojol untuk antar atau jemput penumpang, barang, dan makanan. Mayoritas, gedung milik pemerintah itu bak menara gading.

Alias, tidak ramah untuk profesi saya. Contoh nyata, pada 12 Oktober lalu ketika saya masuk ke Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat. Ketika itu, saya dikenakan tarif parkir Rp 4.000!

Motor lewat empat menit kena empat rebu?

Ya Tuhan, ingin berkata kasar tapi inget ini Mapolda. Markas Polisi: Urusannya bisa panjang. UU ITE menanti cuy!

Sebelumnya, keluhan ini sudah saya sampaikan di IG (https://www.instagram.com/p/CySufvYSaeD/?igshid=MTFrbWxlMXBjdzB4cQ==)

Ini rekor termahal saya dalam sejarah parkir motor. Baik saat ngojol maupun di luarnya.

Maklum, rata-rata mal mewah seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Pondok Indah Mal, hingga Plaza Senayan, motor hanya dikenakan Rp 2.000 per jam.

Saya jadi yakin, mahalnya parkir turut membuat masyarakat malas laporan ke polisi. Apalagi, jika mobil yang masuk, mungkin per jam dikenakan  Rp 10.000!

Selain Mapolda Metro Jaya, banyak lagi gedung pemerintah yang tidak ramah untuk ojol. Yaitu, tidak menyediakan space saat menjemput penumpang atau antar barang hingga menyebabkan macet.

Beberapa di antaranya:

- Istana Negara/Sekretariat Negara: Ojol harus nunggu di luar, di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat.

- Gedung PGN: 11/12 (Jalan KH. Zainul Arifin, Jakarta Barat)

- Gedung Bank Indonesia: 11/12 (Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat)

- Kantor Pusat Bank DKI: 11/12 (Jalan Suryopranoto, Jakarta Pusat)

- Bursa Efek Indonesia: 11/12 (Jalan Sudirman, Jakarta Selatan)

- Stasiun MRT Benhil: 11/12 (Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, kerap menimbulkan macet karena lokasinya di pertigaan fly over Doktir Satrio)

*        *        *

SEBAGAI ojol, saya berharap, ke depannya semua gedung pemerintah bisa lebih ramah. Selain tidak membebani biaya parkir, juga menyediakan space untuk antar atau jemput penumpang.

Maklum, tidak semua karyawan memiliki mobil. Yang pangkat tinggi atau sudah eselon sekian, enak, dapat fasilitas roda empat.

Sementara, yang karyawan biasa? Mengandalkan transportasi umum atau ojol.

Untuk gedung yang dikelola swasta, memang wajar. Selain Centennial dan The Tower, saya jarang melihat ada yang lebih manusiawi.

Termasuk, di Mega Kuningan atau SCBD, yang enggan memberi space untuk antar jemput penumpang. Bahkan, mereka justru mempersilakan karyawannya menunggu di pinggir jalan.

Padahal, mereka masih memiliki lahan kosong. Namun, sepertinya merasa rugi.

Jadi anomali dengan kegagahan gedung yang dilihat dari luar. Namun, di depannya berjejer motor ojol untuk jemput penumpang atau antar paket.***

*        *        *

- Jakarta, 10 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun