SIANG itu, matahari bersinar malu-malu. Usai rinai yang sejenak menyelimuti Mayapada, jalanan pun perlahan kembali ramai.
Termasuk aku, yang siap melanjutkan petualangan setelah membuka has hujan. Pada saat bersamaan, di belakang terdapat kendaraan roda empat yang menepi.
Mobil keluaran Eropa. Klasik tapi familiar. Logo identik di depannya jelas menggambarkan kemewahan, elegan, dan aristokrat.
Tak lama, pengemudi paruh baya keluar. Memanggul kantong berukuran 20 kg yang  disambut antusias segenap makhluk hidup nan lucu dan menggemaskan.
Mereka seolah berkata, "Terima kasih, sesama makhluk hidup yang baik."
Bahkan, tanpa dikomando, kucing-kucing ini berbaris rapi. Ya, mereka memang liar, tapi punya tata krama.
Sebelum pria itu selesai menuangkan makanan kering, para kucing itu tidak ada yang berebut. Satu per satu mereka menyantap dengan lahap.
Sementara, pria itu langsung pergi. Tanpa peduli untuk memotret kawanan kucing yang sedang asyik makan.
Ya, tangan kanan memberi, yang kiri disembunyikan. Tidak ada drama untuk mengunggahnya di media sosial.
Bunyi kendaraan yang siap berangkat mengundang kawanan kucing untuk berhenti sejenak. Mereka turut memandang sang pria yang sudah berlalu dari kejauhan.
Mungkin, kawanan kucing tidak bisa bicara dengan bahasa manusia. Namun, tatapan dan anggukan mereka mengisyaratkan rasa syukur kepada sesama makhluk hidup yang sudah peduli.