Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Chitato Rasa Mi Goreng dan Sensasi yang Bikin Ketagihan

26 Maret 2016   06:43 Diperbarui: 26 Maret 2016   09:07 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Chitato rasa Mi Goreng"][/caption]SAYA bukan tipe orang yang "jatuh cinta" pada pandangan pertama. Baik itu terhadap makhluk hidup atau benda mati. Bisa dipahami mengingat saya butuh waktu untuk akrab dengan segala sesuatunya yang tentu, menimbang pada bibit, bebet, dan bobot. Ya, konvensional. Tapi itu fakta.

Terakhir kali saya benar-benar tergiur dengan "iklan" itu terjadi pada awal 2008. Tepatnya saat antusias membeli telepon seluler (ponsel) musik bertipe xpressmusic keluaran produsen yang dulu, dijuluki milik sejuta umat. Beruntung, hingga kini ponsel tersebut masih nyaman dipakai untuk segala hal meski baterainya kerap bermasalah.

Setelah itu, biasanya saya selalu berpikir ulang untuk membeli sesuatu. Termasuk yang teranyar saat mencoba snack Chitato rasa Mi Goreng yang berkolaborasi dengan Indomie. Ya, di Tanah Air ini, siapa yang tidak tahu dengan makanan ringan yang terbuat dari kentang tersebut?

Saya pribadi mengenal Chitato sejak pertengahan 1990-an. Sebagai bagian dari periode dekade yang konon disebut sebagai generasi emas itu, saya bangga pernah memiliki tazos. yang dikeluarkan Chitato bersama "saudaranya". Yaitu, Chiki, Cheetos, dan Jetz.

Berbicara mengenai tazos, itu jadi unggulan kami (era 1990-an) untuk men-skak anak-anak dari generasi 2000-an dan 2010-an yang sudah terkontaminasi dengan teknologi. Ya, mereka yang besar dengan berbagai gadget canggih itu -seperti ponsel, game konsol, komputer, dan sebagainya-, tidak akan pernah mengetahui nikmatnya mengumpulkan tazos untuk dimainkakn bersama-sama. Baik pada hari biasa atau ngabuburit jelang berbuka puasa.

Hingga ketika Cinta yang dulu mungil ketika belanja buku bekas di Pasar Senen dan kini sudah jadi wanita karier yang mapan, Chitato tetap jadi andalan saya untuk ngemil. Khususnya sebagai teman setia saat menyaksikan pertandingan sepak bola, terutama Juventus di layar kaca.

*        *       *

NAMUN, dalam waktu beberapa lama, saya sama sekali tidak tergiur dengan Chitato yang merilis varian rasa Mi Goreng pada Februari lalu. Pun ketika iklannya jadi viral karena dimuat di berbagai media online, televisi, cetak, hingga radio, dan testimoni di berbagai blog serta forum, pada awal tahun. Bagi saya, cukup aneh jika ngemil Chitato rasa Mi Goreng.

Lantaran saya kadung cinta dengan rasa Beef Berbeque yang -jika gajian- selalu memborongnya dalam jumlah besar sebagai stok ngemil dan kawan untuk melihat para pemain Juventus di tv. Berhubung saya pernah lama tinggal di Sumatera Barat, saya beberapa kali menikmati Chitato rasa Rendang.

Hanya, bukan berarti saya suka dengan varian itu, melainkan hanya sebatas "nostalgia" saya dengan sesuatu yang khas Sumatera Barat, khususnya Padang. Untuk rasa lain, saya nyaris tidak menggubrisnya. Bagi saya, Chitato ya cukup dua rasa: Beef Berbeque dan Rendang (sesekali). Itu sudah lebih dari cukup seperti halnya slogan dari BKKBN.

Tapi, benar kata pepatah. Tak kenal maka tak sayang. Ternyata, adagium kuno itu berlaku bagi saya. Tepatnya, Kamis (3/3) ketika menonton "Derby d'Italia" antara FC Internazionale versus Juventus pada semifinal leg kedua Piala Italia.

Kebetulan, sore harinya ketika mampir di suatu minimarket dekat kantor di bilangan Senayan, stok Chitato rasa Berbeque dan Rendang sedang kosong. Beberapa pramuniaga menawarkan solusi dengan rasa Spicy Chicken, Chicken Berbeque, Original, hingga oriental (Japanese Okonomikayi) yang menurutnya sama seperti Rendang. Tentu saja, tawaran itu saya tolak dengan halus.

Sebab, meski lahir dari "rahim yang sama" sebagai keluaran PT Indofood Sukses Makmur, tetap saja beda. Begitu juga ketika mbak-mbak pramuniaganya menawarkan rasa Mi Goreng, saya kembali bergeming. Hingga, ketika mereka sudah bolak-balik ke gudang untuk mencari Berbeque dan Rendang, masih tidak ada juga, akhirnya saya luluh.

Bisa jadi karena tidak enak dengan mbak dan mas pramuniaga yang sudah memberi pelayanan istimewa demi sebuah snack. Alhasil, karena tidak ada pilihan lain untuk menemani nonton bola malam harinya, saya pun mengambil dua pcs Chitato rasa Mi Goreng.

Sesampainya di rumah pada dini hari WIB yang dingin, setelah menyalakan tv untuk melihat siaran langsung Inter-Juve, saya membuka cemilan tersebut. Sekilas, tiada yang aneh. Baik ukuran, kemasan, dan tampilan dalam serta luar. Isinya masih seperti Chitato yang dulu. Alias sedikit.

Oh ya, bagi saya Chitato identik dengan dua hal. Rasanya yang pas lantaran seperti terdoktrin sejak 1990-an dan isinya yang memang sedikit. Jadi, saya ngemil Chitato itu satu bungkus tidak cukup. Namun, kalau dua, justru uang saya yang tidak cukup. Ya, seperti simalakama gitu.

*        *       *
KETIKA wasit Andrea Gervasoni meniup peluit tanda dimulainya pertandingan, seketika saya langsung mencicipi varian terbaru dari Chitato tersebut. Kalau mau jujur, rasanya tidak beda jauh dengan varian lainnya kecuali bumbu mi goreng yang memang sedap. Ya, sebagai mantan anak kost, sudah pasti saya familiar dengan mi instan yang dikemasannya rasa mi goreng namun aslinya justru harus direbus.

Bagi saya, selain bumbunya yang memang sedap -setara dengan Berbeque dan Rendang serta dua level di atas Original, Spicy Chicken, apalagi yang oriental-, terus terang tidak ada yang baru dari Chitato rasa Mi Goreng ini.

Hingga, ketika layar tv terlihat pertandingan berjalan 10 menit, tiba-tiba tangan kanan saya tidak menemukan apa yang saya cari dalam kemasan Chitato. Ternyata sudah kosong. Saat saya bolak-balik bungkusannya, memang nihil kecuali remah-remahan saja hingga saya mencomot satu bungkus lagi yang tersisa.

Ya, Chitato rasa Mi Goreng itu memang benar-benar mengadopsi secara nyata kolaborasi dari makanan ringan yang terbuat dari kentang dan mi instan: Satu bungkus tidak (pernah) cukup untuk menikmati sensasinya yang "kriuk-kriuk" sedap. Tapi kalau lebih dari itu justru membuat jebol kantong kami karena rasanya yang bikin ketagihan.

*        *       *

[caption caption="Irisan kentang yang sempurna"]

[/caption]

*        *       *
 [caption caption="Ini tampilan belakang dari Chitato yang berkolaborasi dengan Indomie Mi Goreng"]

[/caption]
*        *       *
 [caption caption="Yakin, satu bungkus cukup?"]
[/caption]

*        *       *
Artikel ini juga dimuat di blog pribadi (www.roelly87.com)
- Jakarta, 26 Maret 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun