Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Sepak Bola Tinggal Kenangan

1 Agustus 2012   21:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_190940" align="aligncenter" width="614" caption="Ilustrasi bermain bola (Dok. pribadi)"][/caption] "Impian gue mo seperti Bepe. Ah, ga keren. Mending Widodo, dia itu pencetak gol terbaik di Asia. Ramang, lebih jago. Dulu, di era 1950-an, julukan Macan Asia karena permainan dia. Yah, elo demennya pada yang dulu-dulu. Generasi sekarang ne, ada Irfan Bachdim sama Andik Vermansyah. ... Sudahlah, siapapun pemain timnas idola kalian. Yang terpenting saat ini Kita mulai latihan, biar sedikitnya bisa menyamai mereka. Yuk..."

*     *     *

JAKARTA –  Sepak bola, cabang olah raga terpopuler di dunia ini, hampir digemari oleh banyak orang di seluruh nusantara, termasuk sudut-sudut sempit Ibukota Jakarta. Dapat dipastikan bahwa olah raga yang dimainkan kaki ini, selalu menarik perhatian banyak orang, baik bocah kecil, anak baru gede (abg), remaja, hingga orang dewasa. Tetapi, ironisnya lahan untuk bermain sepak bola di kalangan jelata, justru kian sulit dari hari kehari. "Lha, gimana mo maen. Wong, lapangannya aja kegusur sama ruko! Waduh, stadion kebanggan kita, Gelora Bung Karno, kok malah jadi ajang kampanye! Kalian ini kaum remaja, bisanya cuma tawuran, tawuran, tawuran. Coba dong sekali-sekali olah raga, maen bola kek. Jangan bisanya cuma ribut terus, sono tandingnya di lapangan rumput, jangan malah di jalan raya! Yah, si Abang, gimana kite mo maen bola. Orang rumputnya aja ga ada, sekarang ini lapangan bal-balan udah jadi ruko, mal, bahkan kalah sama tempat parkir. Kalo gini terus, yang disalahin kite-kite, anak muda terus. Jadi, salah gue, salah temen-temen gue (yang tawuran?) Basi!"

*     *     *

Ah, kasihan sekali jika melihat nasib anak remaja zaman sekarang. Ingin bermain sepak bola atau olah raga saja, serba sulit. Banyak taman rakyat yang ada lapangan olah raganya, dialih fungsikan menjadi pusat perbelanjaan. Lapangan olah raga digusur menjadi tempat parkiran atau gedung bertingkat yang menjulang tinggi. Jadi, wajar saja jawaban yang dikemukan anak remaja sekarang, bahwa untuk mencari keringat dengan olah raga saja harus membayar. Yaitu menyewa tempat arena olah raga seperti futsal atau lainnya, yang satu dekade lalu justru masih melimpah ruah, terutama di Jakarta. Kemudian, prestasi sepak bola Indonesia, yang diwakili tim nasional tidak pernah meraih prestasi lebih. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya lahan untuk berlatih, yakni lapangan sepak bola. Kalau sudah begitu, maka sangat sia-sia bakat terbaik dari negera yang pernah dijuluki Macan Asia ini. Dan juga, prestasi menembus pentas Dunia seperti yang dilakukan pada Piala Dunia 1938 lalu tinggal slogan belaka... Sebagaimana orang yang menggemari sepak bola, sayangnya saya hanya bisa merenung jika melihat kenyataan yang terjadi.

*     *     *

[caption id="attachment_190941" align="aligncenter" width="614" caption="Ilustrasi lapangan sepak bola rumput di lapangan ABC, Senayan, Jakarta Pusat, hanya  untuk orang tertentu dan kalangan terbatas"]

1343851207133753007
1343851207133753007
[/caption]

*     *     *

[caption id="attachment_190942" align="aligncenter" width="614" caption="Ilustrasi lapangan futsal dengan rumput terbaik yang harganya juga selangit"]

13438513496413631
13438513496413631
[/caption]

*     *     *

[caption id="attachment_190944" align="aligncenter" width="614" caption="Ilustrasi lapangan futsal kelas ekonomi dan selesai bermain kaki lecet akibat lantai tak rata"]

13438515581861205204
13438515581861205204
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun