[caption id="attachment_182644" align="aligncenter" width="461" caption="Cover buku #JakartaBanget (dok. pribadi)"][/caption] Membayangkan Jakarta sebagai kota metropolitan yang penuh dengan kata ambigu, dalam arti kehidupan yang glamor dan juga kumuh. Itulah dua sisi yang sedikitnya dapat dipetik oleh warga Jakarta sendiri maupun para pendatang. Jakarta itu aneh, kota besar namun tampak kecil bagi orang-orang tertentu. Kota berpenduduk lebih dari sembilan juta jiwa ini, mempunyai daya tarik tersendiri. Mau yang putih, hitam bahkan abu-abu, semua tersedia dan serba ada di kota yang awalnya bernama Sunda Kelapa. Menjelang hari ulang tahun (HUT) kota Jakarta ke 485, Rotary Club Jakarta Batavia, sebuah yayasan non profit bekerja sama dengan  Gerakan #PitaBiru menerbitkan sebuah buku untuk memperingati awal berdirinya kota Jakarta yang diperingati setiap tanggal 22 Juni. Sejak awal April lalu, melalui beberapa media sosial seperti Facebook, Twitter dan Kompasiana yang pernah saya posting sebelumnya, Rotary Club Jakarta Batavia atau biasa disingkat dengan Rotary Jakarta. Mengajak  masyarakat luas untuk ikut serta dalam proyek pembuatan buku #JakartaBanget, yang hasil royalti penjualan buku tersebut akan disumbangkan untuk pendidikan serta pemberdayaan bagi penyandang cacat. Tepat dua bulan kemudian, usai pengumpulan naskah dan proses seleksi, terdapat 47 penulis yang terdiri dari berbagai profesi. Mulai dari Ibu rumah tangga, dokter, wartawan, pengamat sosial, dosen, pegawai kantor, penulis buku, pengusaha dan lain-lain, serta blogger termasuk dari Kompasiana adalah saya dan Pak Rifki Feriandi. Isi buku #JakartaBanget terbagi dalam dua kategori, yaitu non fiksi dan fiksi. Dalam kategori non fiksi yang berjumlah 28 tulisan, banyak bercerita tentang pengalaman hidup di Jakarta, baik sebagai warga asli maupun perantau. Seperti dalam judul "Jakarta: Mimpi yang Terbeli", karya dari seorang Guru bernama Anggi Hafiz Al-Hakam, yang menceritakan bagaiman ia meraih mimpinya saat memutuskan pindah dari kota Bandung yang sejuk ke Jakarta yang semrawut. Atau kisah menakjubkan yang berjudul "Semua Ada, Termasuk Penjual Kerupuk Tuna Netra" dari Yenche Tukimin. Bagaimana tidak, di tengah kerasnya kota Jakarta, ternyata masih ada harapan untuk tetap bertahan, termasuk pada seorang penjual kerupuk yang sama sekali tidak bisa melihat (tuna netra). Dengan mengandalkan sebilah tongkat,  sang penjual itu meraba-raba trotoar demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga di rumamh... Tidak ketinggalan sisi lain dari liarnya sebuah pertandingan sepakbola yang dapat berubah menjadi sebuah tragedi kehidupan. Selain bergerombolnya calo di sekeliling stadion yang menjerat calon penonton, juga soal masalah sepele yang berujung pada tawuran suporter. Catatan itu terekam dalam tulisan berjudul "PERSIJA, Macan Ibu Kota" yang dituliskan oleh Eka Rona Rachmah. Lalu ada kisah inspiratif berjudul "Bu Minah" dari Pak Rifki Feriandi, yang menuliskan tentang sosok minoritas kaum urban yang berjuang di tengah gemerlapnya Jakarta pada diri seorang Bu Minah. Perempuan setengah baya yang mempunyai anak berusia 18 tahun yang dengan kasih sayang seorang Ibu, tetap digendongnya kemana pun pergi, karena sang buah hati menderita keterbelakangan mental. Meski harus berpeluh keringat akibat terik matahari, Bu Minah tetap memperlihatkan kekuatan mental dalam menghadapi kenyataan hidup yang keras di rimba beton Jakarta. Kemudian ada sekelumit cerita dari Angkie Yudistia, yang berjudul "Melongok Pelajar Tuna Rungu di SLB" mengisahkan tentang kehidupan pelajar tuna rungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jakarta. Angkie, yang terlahir normal namun karena suatu keadaan membuatnya kehilangan indera pendengaran pada usia 10 tahun. Pencarian jati dirinya di kehidupan kota Jakarta, telah menemukan suatu komunitas tuna rungu yang bertempat di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Di kategori fiksi, banyak juga imajinasi dari 19 penulis untuk membayangkan kota Jakarta menjadi sebuah kota yang indah, makmur, aman dan terjamin. Beberapa diantaranya ada "DKI Jakarta 2024", "Surat untuk Pak Gubernur", dan tentang sedikit kisah lain dari bundaran HI dalam "Kencan di Tepi Kolam Patung Selamat Datang".
* Â Â * Â Â *
Berawal dari mengumpulkan foto-foto yang terdapat di beberapa postingan Kompasiana, akhirnya saya bisa juga ikut serta untuk menulis di buku antologi ini. Yang akan launching pada tanggal 23 Juni mendatang untuk memperingati HUT Jakarta ke 485 sekaligus kegiatan bertema sosial. Dapat berkolaborasi dalam buku "Jakarta Banget - Antologi Cerita Kehidupan di Jakarta", bagi saya sendiri merupakan suatu nilai tambah sebagai seorang blogger (Kompasianer) pemula di Kompasiana. Setelah sebelumnya ikut serta dalam dua buku antologi bersama rekan Kompasianer saat menulis di event fiksi, Malam Prosa Kompasiana dan Fiksi Surat Cinta. [caption id="attachment_182645" align="aligncenter" width="614" caption="Sebuah artikel dengan beberapa foto dari Kompasiana"]
* Â Â * Â Â *
- Jakarta, 15 Juni 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H