[caption id="attachment_134672" align="aligncenter" width="590" caption="Museum Adityawarman, tampak dari depan"][/caption] Setelah sebelumnya, pada bulan februari lalu saya menulis tentang Kenangan Wisata ke Kawasan Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Yaitu di Bukit Lengkisau, Pantai Carocok, Jembatan Akar, Air Terjun Bayang Sani dan Air Terjun Timbulun. Kini saya kembali untuk mencoba menuliskan pengalaman saya selama berwisata di Sumatera Barat, sekaligus untuk bernostalgia, setelah beberapa waktu lamanya foto-foto saya tersimpan rapi dalam komputer tanpa terjamah sekalipun. Museum ini dinamakan sebagai Museum Adityawarman, karena mengingat jasa seorang Raja Minangkabau di abad XIV masehi. Raja Adityawarman yang berasal dari pulau Jawa, dan masih keturunan dari Raden Wijaya, Raja Majapahit. (Sumber: Wikipedia) Dalam sejarah, juga disebutkan bahwa Adityawarman yang mendirikan kerajaan bernama Malayapura, berbeda dengan kerajaan Dharmasraya. Karena Adityawarman mengangkat dirinya sendiri sebagai seorang Raja untuk melepas pengaruh Majapahit. Serta memindahkan pusat kerajaannya lebih kedalam ke daerah Pagaruyung, yang merupakan strategi menghindari langsung konfrontasi dengan Majapahit, yang pada masa itu sedang berambisi melakukan penaklukan wilayah-wilayah di antero nusantara, dibawah kendali Sang Mahapatih Gajah Mada. Karena jasa-jasanya tersebut, maka namanya diabadikan sebagai nama museum Adityawarman.
* Â Â *Â Â Â Â *
Dibangun tepat di jantung kota Padang, yaitu Kompleks lapangan Tugu, jalan Dipenogoro No 10, Padang. Di museum ini tersimpan sekitar 6000 koleksi, baik itu yang berasal dari Sumatera Barat sendiri, maupun pulau Jawa, atau beberapa daerah di nusantara. Di depan museum terdapat Taman Melati, yang dahulunya merupakan taman bermain warga kota Padang dan sekitarnya. Saat tinggal di Sumatera Barat saya sendiri sudah beberapa kali mengunjungi museum Adityawarman. Karena letaknya sangat dekat dengan tepi pantai (atau, Taplau dalam bahasa setempat) yang biasanya saya jadikan sebagai tempat melepas penat dan cuci mata. Juga karena dekat dengan pusat Kota, dan beberapa hotel ternama di Padang, seperti Bumi Minang, Inna Muara, atau Ambacang, yang sudah runtuh akibat gempa 2009 lalu. Sayangnya, waktu itu kalau malam hari, di depan museum ini dijadikan tempat mengumpul laki-laki hidung belang dan kupu-kupu malam, melalui perantara beberapa taksi yang mangkal tepat di depannya. Terakhir saya berkunjung adalah saat Idul Fitri 2009, atau sekitar seminggu sebelum kejadian gempa pada tanggal 30 September 2009, yang meluluh lantahkan kota Padang. Dan di museum ini pula, saya pernah mendapatkan kenangan manis dengan seorang gadis minang, yang hingga kini sangat sulit untuk dilupakan...
* Â Â *Â Â Â Â *
[caption id="attachment_134673" align="aligncenter" width="590" caption="Arca Aditywarman sebagai Bairawa atau Dewa-Raksasa"][/caption]
* Â Â *Â Â Â Â *
[caption id="attachment_134686" align="aligncenter" width="633" caption="Prasasti yang ditemukan di pinggiran sungai Batang Hari, Sumatera Barat"][/caption]
* Â Â *Â Â Â Â *
[caption id="attachment_134674" align="aligncenter" width="583" caption="Maket Candi Borobudur"][/caption]
* Â Â *Â Â Â Â *
[caption id="attachment_134675" align="aligncenter" width="575" caption="Maket Candi Prambanan"][/caption]