[caption id="attachment_159777" align="aligncenter" width="614" caption="Seorang pemuda yang mendaki hampir mencapai puncak"][/caption] "Ayo, terus, terus tinggal dikit lagi sampai..." Teriak beberapa pemuda di bawah saat menyaksikan seorang kawannya hampir berada di puncak sebuah dinding model L. Tidak lama kemudian, melayanglah aksi pemuda yang sedang mendaki dinding karena kurang keseimbangan. Usai menghadiri acara Syukuran ulang tahun ke 50 dari kawan Kompasianer Ibu Tytiek, bersama dengan Ibu Esther, serta Pak Kelly di pasar Festival. Kebetulan ketika sedang menuju tempat parkir sepeda motor, menemukan kerumunan orang yang sedang berolah raga Wall Climbing. Sempat bingung untuk membedakan antara Rock Climbing dan Wall Climbing, akhirnya saya menanyakan kepada beberapa orang yang sedang istirahat setelah lelah mendaki dinding berwarna kuning tersebut. Sempat berbincang-bincang mengenai apa itu Wall Climbing, sebab saya sendiri masih awam dan belum pernah mencobanya sama sekali. Kemudian dijelaskan oleh Mbak yang baru istirahat setelah mendaki setengah dinding, bahwa Wall Climbing itu tidak berbeda jauh dengan Rock Climbing. Hanya media beserta alatnya saja yang berbeda, karena untuk memanjat di sebuah gunung atau tebing diperlukan peralatan yang lengkap dan juga fisik serta mental yang kuat. Sedangkan kalau Wall Climbing sendiri adalah olah raga yang menggunakan dinding dengan pijakan berisi bebatuan untuk telapak kaki saat memanjat. Tidak lama terlihat seorang pemuda dengan wajah sumringah berjalan agak sempoyongan namun tetap tertawa senang karena baru turun dari dinding yang dipanjatnya. Bajunya yang basah oleh keringat tidak menghalanginya untuk segera melihat hasil foto yang dijepret oleh kawannya saat ia di atas tadi. Saat saya menghampiri, dengan nafas yang masih ngos-ngosan terlihat jelas kepuasan tadi saat memanjat meski tidak sampai puncak. "Sulit juga Mas, pas di bawah sih gampang banget, giliran sudah di pertengahan tangan keringetan jadi agak licin buat pegangan lagi. Terpaksa deh meluncur kebawah, tapi ntar dicoba lagi habis ini penasaran banget..." Ucapnya sambil merenggangkan kedua tangan dan persendian kaki. Lalu saya pun menghampiri sang instruktur yang saat itu sedang menahan kuat tali untuk menopang keseimbangan dari pemanjat. Instruktur yang bernama Pak Panji ini kemudian menjelaskan mengenai syarat-syarat seseorang untuk mencoba olah raga wall climbing ini. Menurutnya yang terpenting adalah tidak mempunyai penyakit jantung atau kagetan, dan juga tahan terhadap angin malam yang bertiup lumayan kencang. Pak Panji yang juga atlet panjat tebing di PON 2008 lalu dengan mewakili DKI Jakarta, menuturkan bahwa untuk melakoni olah raga wall climbing ini tidaklah terlalu sulit, hanya dibutuhkan keberanian serta semangat untuk yakin bisa. Sebab dengan berolah raga wall climbing secara rutin, maka seseorang akan dapat melatih keseimbangan diri serta daya tahan tubuh. Dan juga bisa meningkatkan konsentrasi, karena saat sudah berada di dinding yang dipanjat, seseorang dilatih untuk belajar fokus. Tidak terpengaruh dengan keadaan dibawah serta teriakan kawan-kawannya, yang ada hanyalah tujuan memanjat hingga ke puncak. Saat saya tanyakan biaya untuk mencoba olah raga Wall Climbing, beliau menjelaskan untuk seseorang yang ingin mengikuti atau mencobanya dapat membayar rp 70.000 persesi latihan. Waktunya sendiri dari pukul 17 sore hingga 23 malam, kalau malam minggu atau libur bisa sampai tengah malam sesuai buka Gor. Atau hari minggu buka dari pukul 09 pagi hingga siang harinya. Saya yang terlihat diam saja saat mendengarnya kemudian dijelaskan lagi, bahwa tidak perlu takut saat melakukan olah raga wall climbing ini. Sebab selain dilatih dan di awasi oleh beberapa kawannya yang juga Profesional, olah raga ini sangatlah aman. Asalkan kitanya sendiri mengikuti petunjuk yang diberikan instruktur, dengan tidak teriak-teriak saat sedang berada di atas atau berlaku pongah dan tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku. Sebab kalau sampai itu terjadi, bisa berbuah hasil yang kurang baik, meskipun tubuh tetap aman dengan diikatkan tali baja dan helm serta pelindung siku dan lainnya. Menurutnya lagi, memar atau lecet-lecet sedikit saat latihan terutama bagi yang pertama kali mencoba, itu biasa. Karena dari situlah kita di didik untuk terpacu dan terus berusaha sampai bisa mendaki hingga puncak. Kalau sudah bisa sampai puncak atau minimal tiga perempat dinding, maka sakit yang dialami saat di awal latihan berganti menjadi kepuasan tersendiri karena bisa memenuhi target. Saya yang mendengar penuturan dari Pak Panji jadi semakin penasaran untuk mencobanya, tinggal menunggu waktu libur untuk belajar olah raga wall climbing tersebut.
* Â * Â *
[caption id="attachment_159778" align="aligncenter" width="614" caption="Memanjat perlahan dengan kosnentrasi penuh"]
* Â * Â *
[caption id="attachment_159780" align="aligncenter" width="614" caption="Pak Panji sang Instruktur sedang memegangi tali untuk menopang keseimbangan pemanjat"]
* Â * Â *
[caption id="attachment_159782" align="aligncenter" width="614" caption="Raut kepuasan terpancar dari kedua kawan ini, usai mendaki dinding"]
* Â * Â *
[caption id="attachment_159786" align="aligncenter" width="614" caption="Ups, ada perempuannya juga yang ikutan mencoba..."]
* Â * Â *
[caption id="attachment_159787" align="aligncenter" width="614" caption="Kembali turun kebawah untuk mengumpulkan tenaga lagi"]
* Â * Â *
Djembatan Lima, 07 Februari 2012 - Choirul Huda (CH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H