Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Kompasiana, Saya Belajar Dari Kritik Kawan-kawan Kompasianer Lainnya

26 September 2011   23:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:35 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_132386" align="aligncenter" width="491" caption="Kesalahan penulisan judul yang tidak lucu..."]Inilah Komentar dari Kompasianer Dwiki Setiyawan, tentang pentingnya mencantumkan sumber yang jelas disetiap foto atau artikel yang hendak kita masukkan dalam sebuah postingan.

*   *   *

Sudah hampir seratus tulisan yang saya posting di citizen journalisme, Kompasiana ini (tepatnya hanya 91 postingan). Dengan tenggang waktu hampir setahun, tentunya sudah lumayan banyak kisah suka dan duka yang menggelayuti saya dalam belajar menulis. Sejak pertama kali bikin postingan perdana di Kompasiana, Anehnya saya sudah salah membuat judul! Untungnya ada seorang kawan Kompasianer yang kini menetap di Amerika yang dengan baik hati memberikan komentar denagn membetulkan judul tulisan saya. Huuf, sempat malu juga, sudah tidak lancar berbahasa inggris, eh malah sok-sokan menulis judul pakai Bahasa Inggris pula... Lalu seiring waktu yang berjalan, saya merasa kok, makin lama tulisan-tulisan saya bukannya makin baik. Malah bertambah banyak yang salah, entah itu penulisan Judul yang salah, Pemberian Judul yang terkesan Berlebihan, Penulisan nama yang berbeda dari awal paragraf ke akhir paragraf, hingga teledor memasukkan sumber yang jelas dalam link yang saya tautkan di dalam tulisan. Masih banyak lagi postingan saya yang kurang benar tata cara penulisannya, saat ini saya hanya dapat membukanya sebagian kecil saja. Padahal sudah hampir setahun saya bergabung di Kompasiana, namun mengingat banyaknya kesalahan didalam tulisan, membuat saya menjadi malu dan sedikit minder. Sebenarnya juga, saya enggan untuk menuliskan postingan ini. Sebab, selain membuka aib saya sendiri, juga merasa malu, kalau kesalahan saya diperlihatkan kepada orang lain. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, Mengapa saya harus Malu? Toh, semua orang juga pernah salah, mulai dari yang senior hingga junior, dan juga saya beranggapan kalau saya malu untuk menceritakan kesalahan saya, maka saya sebaiknya tidak usah menulis lagi. Sebab seorang yang ingin belajar, harus siap ketika menerima kesalahannya sendiri, kalau tidak begitu maka saya tidak akan bisa menjadi seorang penulis di Kompasiana. Selain itu juga, saya teringat pepatah yang mengatakan: Jangan Takut Ombak, jika ingin menyebrangi Lautan... Berikut ini adalah beberapa catatan tentang kesalahan saya dalam menulis serta kritik yang membangun dari Kawan-kawan Kompasianer, untuk saya perbaiki di kemudian hari.

*   *   *

1. Penulisan Judul Yang Salah Dalam Bahasa Inggris. Pada postingan pertama saya di Kompasiana, sampai sekarang kalau membukanya kembali bikin tertawa hingga sakit perut. Bukan apa-apa, sebab dengan Bahasa Inggris saya yang pas-pasan, ditambah lagi saya baru membuat akun, eh malah memposting sebuah artikel tanpa tulisan yang jelas, Hanya berisi sebaris kalimat, "ah, baru bisa bergabung di Kompasiana..." Padahal sebelum membuat tulisan saya sempat membaca rule aturan mainnya di Kompasiana, namun ya itu dia, kelalaian utama saya yang menganggap remeh... Lalu, itupun ditambah dengan judul yang salah dan terkesan sok-sokan...! "Welcome To the My World", yang seharusnya adalah "Welcome to my world". Untungnya ada seorang kawan Kompasianer yaitu Bapak Sjarifuddin Josuf. Beliaulah yang mengoreksinya sekaligus sebagai pemberi komentar pertama didalam tulisan saya. Dan, hingga kini judul tulisan itu belum saya hapus, bukan karena enggan atau ada hal lain, namun dengan judul yang salah dan juga postingan yang tidak berbobot akan mencambuk saya kedepannya untuk membuat tulisan yang lebih baik lagi. Serta untuk mengingatkan saya pribadi, agar berpikir panjang sebelum menulis sesuatu. Terima kasih, Pak Sjarifuddin Josuf. :) [/caption]

*   *   *

2. Judul Postingan Terlalu Berlebihan dan Terkesan Bombastis! Pada tanggal 17 Januari lalu, saya sempat membuat sebuah postingan tentang Sore Hari Jakarta Dihuni Bangsa Barbar yang bercerita betapa menyebalkan tinggal di Jakarta yang selalu macet, apalagi setiap sore hari. Sebenarnya isi artikel itu adalah pengalaman pribadi saya selama melewati jalan-jalan protokol di Ibukota. Tapi entah kenapa, saya membuat judul tulisan yang sangat Bombastis, dan tidak mencerminkan isi tulisan itu sendiri. Kebetulan postingan saya diganjar HL oleh Admin, hingga banyak dibaca orang dan dikomentarin. Saya sangat berterima kasih sekali, kepada kawan-kawan Kompasianer yang sudah mengomentari tulisan saya, karena judulnya terlalu berlebihan. Sehingga dalam menulis selanjutnya, saya selalu berhati-hati untuk membuat sebuah judul. Sebab judul adalah cerminan dari isi sebuah postingan. Terima kasih untuk Kawan-kawan Kompasianer yang telah mengingatkan.

[caption id="attachment_132396" align="aligncenter" width="407" caption="Terima kasih untuk kritik Kawan-kawan Kompasianer, tentang judul yang terlalu bombastis..."][/caption]

*   *   *

3. Tanggapan Atas Tulisan Saya. Saat kemarin, iseng-iseng saya mengetik nama Choirul Huda dalam pencarian di Kompasiana. Tidak tahunya, bertemu dengan sebuah tag tulisan yang berjudul Mau Macet Kayak Apa Juga, Orang Tetap Cinta Jakarta! Yang diposting oleh Kawan Kompasianer bernama Jackson Kumaat. Postingan beliau menanggapi tulisan yang saya buat sebelumnya tentang Sore Hari Jakarta Dihuni Bangsa Barbar. Intinya adalah, beliau mengingatkan saya agar tidak terlalu mengeluh tentang macet di Jakarta, sebab sudah sedari dulu Jakarta tetap saja macet... Dan juga tentang pemuatan foto dalam postingan saya tersebut yang menggambarkan Jakarta dihuni oleh Bangsa Barbar terkesan kurang baik... Apalagi foto yang saya masukkan dalam postingan tersebut tidak mencantumkan sumber yang jelas...

Terima kasih untuk Bang Jackson Kumaat yang telah mengingatkan.

[caption id="attachment_132388" align="aligncenter" width="410" caption="Tulisan saya pada bulan Ramdhan lalu"]Sebuah Kritik yang sangat membangun untuk saya sebagai calon penulis... (http://metro.kompasiana.com/2011/01/27/mau-macet-kayak-apa-juga-orang-tetap-cinta-jakarta/)

*   *   *

4. Tulisan Copy Paste dan Banyak Kalimat Yang Salah. Lain lagi, dengan komentar dari seorang Kawan Kompasianer bernama Thomas Aquino, Beliau dengan cermat, menemukan banyak yang salah kalimat dalam postingan saya berjudul Ramadhan, Ketika Sang Bos Konveksi Kepusingan Ditagih Pemuda Kampung... Beliau mempertanyakan mengapa terjadi salah penyebutan nama, dari Koh Aliong di paragraf satu hingga berbeda menjadi Koh Andy? Saya sempat kaget juga, tapi pas membaca tulisan saya lagi, ternyata memang benar ada kalimat yang salah ketik. Langsung saya jawab komentar dari beliau, bahwa saya salah ketik karena terburu-buru, akibatnya lupa untuk mengkoreksi lebih lanjut. Dan untuk pertanyaan apakah saya Copas atau salah ketik nama, langsung saya tegaskan bahwa, saya setiap menulis artikel adalah murni bikinan sendiri. Tidak mengcopy tulisan dari orang lain, walaupun ada beberapa tulisan orang yang saya kutip, tetapi tetap saya cantumkan sumber tersebut. Namun, saya juga sangat apresiasi untuk komentar yang telah diberikan, karena saya jadi mengerti kalau tulisan yang terkesan buru-buru bisa disangka sebagai copy paste. Terima kasih atas peringatannya, Bang Thomas Aquino...

[/caption]

*   *   *

5. Lagi-lagi Salah Penulisan Nama (Tidak Konsisten!) Pada postingan saya dengan tema Idul Fitri, Kisah Dibalik Sebuah Kamar Sel... Lagi-lagi saya salah menyebutkan nama, ketika di awal paragraf saya menulis kata Ayah, tetapi di kalimat terakhir malah menulisnya dengan nama Papah... Meskipun artinya sama untuk Orang Tua laki-laki, namun sangat mengganggu apabila dibaca oleh orang. Apalagi tulisan ini saya share di wall Facebook, dan kebetulan yang mengomentarinya juga kawan fb saya. Huff, saat itu saya berkilah kalau salah ketik saking buru-buru. Namun, salah ya salah. Tidak ada alibi untuk membenarkan suatu kesalahan... [caption id="attachment_132390" align="aligncenter" width="599" caption="Komentar seorang Kawan di Facebook"][/caption]

*   *   *

6. Salah Mencantumkan Link Dengan Jelas... Terakhir, pada 24 September lalu. Saya kembali dikagetkan oleh masuknya sebuah komentar di tulisan saya berjudul Manfaat Menulis di Kompasiana, Saling Berbagi Kebersamaan dan Menjalin Persahabatan... Kebetulan yang memberi komentar adalah seorang Senior di Kompasiana, sekaligus orang yang banyak memberikan pencerahan dalam tulisan saya, yaitu Pak Dwiki Setiyawan. Saat itu beliau mengingatkan bahwa pentingnya untuk mencantumkan sebuah sumber tulisan di foto yang saya pakai untuk ilustrasi. Memang sih saya mencantumkan sumbernya di sebuah tautan link, namun hanya pada profilnya saja, bukan terhadap isi sebuah link yang seharusnya saya pakai. [caption id="attachment_132410" align="aligncenter" width="475" caption="Ilustrasi Pencantuman sumber terperinci yang jelas diantara foto 1 dan 2."][/caption] Sebagai contoh pemuatan foto diatas: - Tampak foto 1 hanya memuat sumber profil penulis di Kompasiana. (Pak Dian Kelana) - Foto 2 memuat lengkap, sumber profil penulis dan juga link postingan yang fotonya saya pinjam. (http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2011/09/11/spektakuler-peluncuran-kompas-tv/) Lalu, saya sempat bertanya kepada Pak Dwiki Setiyawan, kenapa harus mencantumkan sumber link tulisannya lagi, padahal sudah cukup dengan mencantumkan link profil penulis yang terkait. Dan jawaban beliau adalah: Sebab jika orang mau mengecek akan sulit membuka posting satu per satu. Langsung saja ditautkan/link ke posting Pak Dian Kelana di mana gambar itu ditampilkan. Soal gambar/foto ini nampak sepele. Namun justru di UU Hak Cipta, orang dapat dituntut jika mencomot begitu saja sebuah gambar tampa menyebutkan sumber aslinya

*   *   *

Hasil Diskusi saya tentang pencantuman sumber asal foto dengan Pak Dwiki Setiyawan: [caption id="attachment_132404" align="aligncenter" width="381" caption="Sharing yang sangat mencerahkan"][/caption]

* * *

[caption id="attachment_132405" align="aligncenter" width="367" caption="Nasehat Pak Dwiki ibarat guyuran air dingin di kepala saya..."][/caption]

Salam Kompasiana, Sahabat Digitalku

*   *   *

- Choirul Huda (CH)

____________________________________________________________________________________ Ilustrasi: Dok. Pribadi. Note: Belajar Dari Kesalahan Sekarang, Untuk Lebih Baik Di Kemudian Hari... ____________________________________________________________________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun