[caption id="attachment_150003" align="aligncenter" width="491" caption="Â "][/caption] #Prolog Astri tidak bisa mempercayai, bahwa bahtera rumah tangga yang telah tiga tahun dibina bersama Irfan, suaminya, akhirnya kandas. Irfan, suaminya yang selisih empat tahun lebih tua darinya, ternyata dapat juga bermain cinta dibalik pandangan matanya...
*Â Â *Â Â *
Air tenang menghanyutkan. 15 November 2011, bertepatan dengan hari ulang tahunnya, tanpa sengaja Astri melihat Irfan berjalan berduaan dengan seorang perempuan muda, saat ia dan beberapa teman arisan sedang berbelanja di sebuah butik di mal kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Awalnya, yang melihat adalah Rasti, kawan satu kampusnya dahulu, menunjuk sepasang manusia sedang asyik mengobrol di sebuah Cafe. Astri yang awalnya tidak mempercayai itu, segera bergegas untuk menghampiri mereka. Dengan perasaan galau, ternyata ia menyaksikan langsung, suami tercinta sedang berbincang dengan seorang wanita yang ia juga kenal, sambil dengan santai menyeruput segelas kopi. Mulanya ia ingin menemui mereka, namun teringat bahwa ia sedang pergi dengan kawan-kawan, dan tidak enak kalau nanti terjadi keributan antara ia, Irfan dan juga Sophia, sekretaris di perusahaan suaminya. Karena kalau sampai ia melabrak mereka berdua, tentu akan menjadi sebuah aib bagi rumah tangganya yang selama ini terkesan adem-ayem, bahkan bahagia dimata orang lain. Akhirnya dengan menguatkan hati, ia pun mencoba untuk kembali kepada beberapa kawan, yang terlihat keheranan. "Tri, kenapa lo balik lagi, gimana suami lo?" tanya Rasti, dengan terperangah. "Oh, mereka itu sedang menunggu klien dari sebuah perusahaan minyak, yang akan mengadakan pertemuan di kafe itu." Ujar Astri berbohong, seraya menutupi apa yang sedang dilihatnya. "Oh, kita kirain mereka lagi ngapain gitu, Sorry ya, gw udah berprasangka sama suami lo. Gw tahu kok, suami lo itu seorang jujur dan sangat sayang sama lo, ga mungkin dia tega nyakitin lo..." Anis, kawannya yang lain ikut menimpali. "Iya, gw juga nyangkanya begitu, tapi emang itu tugas yang diemban dari perusahaan mereka. Ga mungkin kan, kalo suami gw ngadain pertemuan tanpa didampingi sekretaris langsung" Dengan tersenyum, Astri menjawab pertanyaan kawannya. Ya, Astri memang tersenyum. Namun bukan sembarang senyum, melainkan sebuah senyum yang penuh kegetiran. Senyum yang dipaksakan untuk menerima keadaan yang seharusnya tidak layak diterima oleh nya. Senyum kebohongan, dalam tanda kutip. Untuk kebaikan rumah tangganya, sekaligus menenangkan perasaan kawannya yang diliputi berbagai pertanyaan.
*Â Â *Â Â *
19 November 2011, kehidupan sehari-harinya dilalui dengan biasa saja. Baik di depan, maupun di belakang Irfan, ia selalu bersikap yang sewajarnya. Sewajarnya seorang perempuan yang sangat setia dan mendambakan kepulangan sang Suami dari tempat kerja. Irfan pun, sikapnya biasa saja. Setiap pergi dan pulang kerja, tidak lupa selalu mengecup kening dari Astri, perempuan yang telah dinikahi sekitar tiga tahun lamanya. Dan, dibalik sikap biasanya itu, tersirat sesuatu yang tidak biasa...
*Â Â *Â Â *
#Epilog Tiada pesta yang tak berakhir. Ada pertemuan, tentu akan ada juga perpisahan, dan Astri sangat mempercayai itu. Seperti halnya, perpisahan antara Dewi Amba dengan Sang Resi Bisma, yang terasa menyakitkan. Namun, semua yang sudah tergoreskan harus terjadi. Dan, kini Astri sebagai peran utamanya. Lalu...
*Â Â *Â Â *
Djembatan Lima, 20 Desember 2011 (09:10 wib) Ilustrasi:Â enddels.blogspot.com - Choirul Huda (CH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H