[caption id="attachment_141440" align="aligncenter" width="420" caption="Poster film Sang Penari"][/caption] Sore tadi saat berada di kantor, masuk sms dari Adik saya yang mengajak nonton film Sang Penari, kebetulan ada sepupu yang datang dari Bandung dan ingin jalan-jalan keliling Jakarta sekaligus menyaksikan peluncuran film Sang Penari di Plaza Senayan. Saya langsung menolaknya dengan halus, karena sebagai karyawan kecil penjaga sebuah toko di pasar pagi, Jakarta Barat, merasa waktunya kurang pas. Sebab sekarang adalah tanggung bulan, atau dengan kata lain Bokek... Namun karena tidak ingin mengecewakan Adik dan juga dua Sepupu yang jauh-jauh sudah datang dari Bandung untuk silaturahmi, terpaksa harus berbohong kepada mereka. Dengan mengirim sms balik, saya mengatakan bahwa hari ini sedang banyak kerjaan dan juga ada kuliah sore. Namun, adik saya yang sudah tahu dan mengenal sifat saya luar dalam langsung membalas dengan kalimat, "pasti lagi boke, ya Koh. Ha ha ha, ntar ditraktir sama Ci Arny" jawab sang adik di sms. Kemudian saya pun membalasnya kembali, "bukan boke, tapi tanggung bulan. Ntar aja kalau udah gajian, Ko2 yang traktir Vie, Ci Arny dan juga Alvin..." Kemudian tak lama kemudian masuk sms lanjutan dari sang Adik, "ga usah saling traktir deh, bayar sendiri-sendiri aja. Ko2 kan masih ada voucher gratis nonton di XXI dari Kompas kemarin. Sayang tuh, kalo ga digunain..." Oh ya, saya langsung teringat, bahwa saya masih punya "simpanan" untuk nonton di studio XXI manapun dengan gratis, karena saat acara Blogshop Telkomsel Kompasiana, dua minggu lalu saya dapat doorprize sebuah Voucher gratis nonton di bioskop 21 dan Cinema XXI, tanpa bayar di seluruh nusantara yang dipersembahkan oleh Kompas. Langsung saja, berniat setelah pulang kerja untuk menemui mereka di Plaza Senayan. Tetapi tiba-tiba, saat melihat jadwal kuliah hari ini, ternyata masih Ujian. Apalagi dengan mata pelajaran Manajemen Keuangan, yang mau ga mau harus hadiri, atau kalau tidak resikonya nilai menjadi jeblok. Dua keinginan berkecamuk di pikiran saya dengan hebatnya. Antara memilih nonton film Sang Penari sekaligus kumpul bareng Sepupu yang sudah datang jauh-jauh dari Bandung, atau mengikuti ujian di kampus. Antara liukan dari akting Prisia Nasution, sebagai Srintil, atau bayangan nilai C- karena mangkir ujian. Hingga akhirnya saya memilih pikiran yang rasional dan juga logika, untuk berangkat ke kampus, dengan mengirim sms tanda permintaan maaf bahwa saya tidak bisa menemani mereka. Ah bagaimanapun pendidikan itu lebih penting dari segalanya, meskipun dengan berat hati ingin menyaksikan pemutaran film perdana Sang Penari, namun karena kewajiban sebagai mahasiswa untuk menuntut ilmu, mau tidak mau harus menunda sementara untuk menyaksikan akting keren (katanya) dari Lukman Sardi dan Happy Salma. Toh, kalau dipikir-pikir, masih banyak waktu untuk menontonnya lagi, sabtu dan minggu bisa pergi, tapi kalau tidak ikut ujian dan nilai menjadi Jeblok, tak bisa saya membayangkannya...
*Â *Â *
Lalu, usai presentasi tentang manajemen keuangan, saya langsung menelepon Sang Adik untuk menanyakan jalan cerita dari Sang Penari tersebut. Adik saya langsung mengatakan, bahwa filmnya sangat bagus dengan setting yang menawan. Tak lupa, saudara Sepupu saya yang berusia lebih dewasa pun turut menimpali, bahwa saya menyesal karena sudah tidak dapat menyaksikan penayanangan perdananya. Saat tiba di rumah, Adik saya langsung menceritakan tentang film tersebut, yang katanya banyak digembar-gemborkan oleh beberapa media dan kawan-kawan di kampusnya pun pada penasaran untuk menonton. Hingga ia dan Saudara sepupu, jadi tertarik untuk menonton di tayangan perdana. Sebenarnya, menurut Adik saya, ceritanya klise tentang percintaan sepasang kekasih yang masih berusia muda, dipadukan dengan kisah mistis yang masih kental menyelimuti dalam waktu tahun 1960an, atau pada era Orba dan Orla masih berlangsung. Dan, seperti biasa percintaan mereka dibumbui dengan sentuhan kepercayaan pada warisan leluhur, yaitu Ronggeng yang menitis pada Srintil (diperankan oleh Prisia Nasution) yang bertugas memberikan hiburan tarian pada sebuah desa bernama Dukuh Paruk. Kemudian, Rasus (diperankan oleh Nyoman Oka Antara) seorang pemuda tampan yang kepincut dengan tarian magis Srintil, merasa pilihan hatinya dirampas oleh warga kampung. Hingga ia pun frustasi yang mendalam, dan mengikuti jejak beberapa kawan sebagai seorang tentara. Lalu, cerita berjalan dengan alur lambat dan agak sedikit membosankan (menurut penuturan Adik saya). Hingga akhirnya Rasus pun sadar akan sebuah pencarian untuk pelabuhan cintanya, meskipun dilanda perasaan dilematis antara menemukan kembali cintanya yang hilang, yaitu Srintil atau terus membela negara. Pencarian yang berlarut-larut, kemudian baru mencapai titik temu saat satu dasawarsa berlalu...
*Â *Â *
Akhirnya, karena saking penasaran akibat mendengar cerita dari Adik saya, maka saya pun langsung berselancar di Internet untuk mencari tahu lebih detail lagi, tentang Sang Penari, film nasional yang fenomenal selain "Pemberontakan G30S/PKI" dan "Gie" yang pernah menjadi tontonan wajib saya. Juga karena film ini, banyak disebut kalangan kritikus yang mengatakan sebagai salah satu film nasional terbaik yang pernah ada. Bagi saya yang berasal dari generasi AADC (Ada Apa Dengan Cinta), tentu ingin mengetahui lebih lanjut lagi, meskipun pameran utamanya tidak begitu terkenal. Dan, dibawah ini adalah foto-foto jalinan cerita Sang Penari, sekadar melampiaskan rasa penasaran sebelum datang hari sabtu nanti untuk menontonnya... [caption id="attachment_141453" align="aligncenter" width="476" caption="Salah satu adegan dalam film Sang Penari"][/caption]
*Â *Â *
[caption id="attachment_141454" align="aligncenter" width="480" caption="Nuansa era 1960an dan kesan mistis yang masih kental"][/caption]
*Â *Â *
[caption id="attachment_141456" align="aligncenter" width="490" caption="Salah satu adegan Sang Penari"][/caption]
*Â *Â *
[caption id="attachment_141457" align="aligncenter" width="448" caption="Sarat makna dan pesan-pesan moral"][/caption]