Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memetik Pelajaran dari Cerita Silat "Tujuh Pendekar Pedang dari Gunung Thianshan"

19 Februari 2011   15:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:27 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12981282441240572801

Tiba-tiba Lu Soe Nio menuding kedinding saldju. Siauw Lan dan Phang Eng mengawasi dan ternjata diatas sebuah batu terukir empat huruf besar: Djin-thian-tjoat-kay (Perbatasan antara manusia dan langit). Dibawah empat huruf itu terdapat beberapa baris huruf ketjil jang berbunji seperti berikut: Pada musim rontok tahun Kah-sin, aku tiba di-Tibet dengan niatan mendaki puntjak Tjoe-hong*. Aku tertahan ditempat ini, tenagaku habis, tak dapat kumadju lagi dan hampir-hampir kuhilang djiwa. Sekarang baru aku jakin, bahwa tenaga manusia ada batasnja. Semendjak keluar dari rumah perguruan, dengan sebatang pedang aku berkelana keberbagai tempat tanpa menemui tandingan. Aku menduga, bahwa dikolong langit tiada pekerdjaan jang tidak bisa dilakukan. Tapi sekarang, aku menunduk dibawah Tjoe-hong, dengan ditertawai oleh awan-awan putih. Manusia mudah ditakluki, tapi langit tak dapat diatasi. Hai! Kenjataan ini adalah tjukup untuk membuat orang-orang gagah dikolong langit menghela napas sambil mengusap-usap pedangnja!

* * * Dibawah huruf-huruf itu terdapat tiga huruf: Leng Bwee Hong. Ia adalah (kakek guru) Tong Siauw Lan dan Phang Eng.

* * *

* * *

Ya, memang benar didunia ini banyak orang yang menyangka, apabila sudah bisa menundukkan lawannya atau meraih cita-citanya, maka Ia akan beranggapan bisa menaklukkan dunia yang luas ini. Padahal masih banyak didunia ini yang tidak dapat dijangkau oleh kekuatan, akal dan pikiran manusia itu sendiri.

Tokoh dalam cerita silat karangan Liang Yu Sheng ini, yaitu Leng Bwee Hong sangat terkenal akan kegagahannya dalam melawan kerajaan Bangsa Qing yang menjajah Negara Cina. Tetapi ia sangat mengakui bahwa dengan segenap kegagahan dan kekuatannya tetap tidak bisa menaklukkan Puncak Pegunungan Himalaya yang menjulang pongah seperti menggapai lagit...

Begitu juga dengan kehidupan kita di alam nyata, banyak seseorang yang telah lupa bila sudah memangku akan kedudukan, jabatan dan derajatnya yang tinggi. Mereka berpikir seolah-olah tidak ada yang bisa menghalanginya lagi, padahal mereka seharusnya meniru akan sifat dari Pendekar Leng Bwee Hong tersebut yang menerapkan Ilmu Padi, semakin berisi semakin menunduk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun