[caption id="attachment_331494" align="aligncenter" width="491" caption="Dahlan Iskan saat menjabat sebagai Menteri BUMN (foto: www.kompasiana.com/roelly87)"][/caption]
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah mengumumkan 34 menteri yang tergabung dalam "Kabinet Kerja" pada Minggu (26/10). Pro dan kontra pun merebak terhadap keputusan Jokowi dan JK yang berlanjut hingga dini hari WIB. Tidak hanya di media sosial seperti facebook dan twitter yang ramai membicarakannya. Melainkan juga di dunia nyata, mulai dari kalangan sesama politikus, jurnalis, dan pengusaha.
Entah itu persepsi, "kenapa kementerian A harus dijabat si B", atau "si C tidak layak memimpin kementerian D karena sempat bermasalah". Obrolan mengenai sosok yang menjabat di posisi menteri pun marak dibicarakan nyaris di semua lapisan. Baik itu di lobi departemen kementerian, Â kafe, hingga warung kopi di pinggir jalan seperti yang saya amati sejak dua hari terakhir.
Namun, itu semua kembali kepada keputusan Jokowi selaku Presiden Indonesia yang memiliki hak prerogatif. Tentu, beliau dan asistennya sudah matang dalam memutuskan siapa yang tepat duduk di suatu kementerian. Intinya, biarlah waktu yang akan menentukan, apakah si A layak di posisi B, atau si C memang sosok yang tepat di kementerian D. Sebagai rakyat biasa, kita harus memberi kesempatan kepada mereka untuk bekerja. Masalah programnya berhasil atau tidak, tentu akan ada evaluasi selanjutnya dari presiden.
* Â Â Â * Â Â Â *
Minggu sore saat sedang santai saya menyimak tayangan langsung pemilihan menteri di sebuah stasiun televisi. Ada perasaan yang janggal ketika saya mengamati satu persatu dari 34 daftar menteri. Sebab, tidak ada nama sosok yang selama ini populer: Dahlan Iskan. Tak lama setelah itu, saya pun langsung berinisiatif menanyakan langsung melalui pekan singkat kepada figur dalam setahun terakhir ini layak saya sandingkan dengan Jokowi, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), dan Ridwan Kamil (Emil) sebagai "Empat Serangkai".
Beberapa menit kemudian, masuk pesan pendek (sms) dari sosok yang akrab disapa "Pak DI" ini. Bukan jawaban yang saya terima melainkan guyonan khas Dahlan Iskan yang berbunyi:
"He he he dari seorang aktivis pertanian yang bukan dahlanis di semarang: >Pak Lapor. Kalau sampai Bapak Dahlan Iskan tdk masuk Kabinet, maka dg terpaksa kami akan mendirikan FPI di seluruh Kab/Kota di Jateng dan DIY. (FPI = Front Pembela Iskan)."
Mendapati jawaban yang sedikit "nyeleneh" itu membuat saya tersenyum simpul dan kembali mengirimkan sms balasan.
* Â Â Â * Â Â Â *
Ya, sejak jauh-jauh hari Dahlan Iskan memang enggan menjabat kembali sebagai menteri. Itu diungkapkan beliau kepada saya awal September lalu ketika  mengikutinya dari sebuah event menuju kantornya di Gedung BUMN, Jakarta.