Sebagai seorang penulis yang sedang naik berat badan (penginnya mah naik daun), saya sudah memiliki segudang pengalaman. Misalnya: pengalaman naskah di tolak, pengalaman naskah dikembalikan karena tidak sesuai dengan agenda penerbitan, serta pengalaman dipuji oleh penerbit kayak gini: "Terima kasih banyak atas naskah yang anda berikan kepada kami. Naskah anda luar biasa, AKAN TETAPI..." Nah, kelanjutan dari akan tetapi nya mah nggak usah di terusin ya? Anda bisa pikir-pikir aja sendiri. Intinya mah: Sakitnya tuh di sini!
Dari belasan naskah yang pernah saya tulis, Alhamdulillah, sebagian besar ditolak, hehehe. Walau pun begitu, saya pantang menyerah. Ibarat pepata mengatakan, naskah ditolak, dukun beranak! Pokoknya nulis terus sampai editor bosen ngeliat nama saya ada di tumpukan naskahnya, hehehe.
Nah, ceritanya setahun yang lalu saya sempat menulis naskah berjudul: The Astrajingga. Pada tau Astrajingga kan? Kalau nggak tahu, mungkin anda lebih mengenalnya dengan nama Cepot. Benar sekali. Astrajingga atau Sastrajingga adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Sunda (Kalau di Jawa namanya Bagong). Karakter ini terkenal dengan warna kulitnya yang merah dan tingkahnya yang kocak habis. Konsep naskah The Astrajingga sendiri konsepnya sederhana. Yaitu Tradisionalisme vs Modernisme. Pernah ngebayangin nggak kalau di jaman wayang gitu, ada sekelompok robot yang menyerang Hastinapura? Sadis kan?
Naskah itu sebenarnya adalah bagian latah dari tren beberapa tahun lalu ketika para pelaku Industri kreatif Indonesia menggusung tema wayang dalam bentuk yang lebih modern. Sebut saja: Garudayana, The Adventure of Wanara, dan lain-lain. Jadi kalau orang bilang saya latah: Emang! Intinya mah ingin meramaikan dunia kreatif Indonesia dengan menggunakan budaya bangsa sebagai akar inspirasi. Idenya sendiri berasal dari sebuah game jaman dulu bertajuk: Might And Magic (Bukan Heroes & Might And Magic - buat anda yang seangkatan dengan saya pasti tahu game ini)
Dengan kepercayaan yang super gede, naskah itu pun saya kirim ke salah satu penerbit mayor dan Alhamdulillah, ditolak! *asa sering pisan naskah urang ditolak euy!* Penolakan itu bikin saya putus asa, frustasi, depresi dan kontroversi. Naskah itu pun terbengkalai tak terselesaikan selama 1 tahun lebih.
Hasrat saya untuk meneruskan kembali kisah itu bermula dari sebuah presentasi Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011) tentang Fokus Program Pengembangan Subsektor Permainan Interaktif untuk tahun 2015 - 2019 yang tujuannya adalah Menciptakan 200 IP (Intellectual Property) lokal dengan salah satu poinnya:Â Mengelaborasikan kearifan lokal sebagai konsep.
Ciamik nggak tuh? Jadilah saya kembali meneruskan naskah yang sudah ditolak itu. Yang paling ajaib adalah, bagaikan sebuah kebetulan Gramedia Writing Project membuat skema baru tahun ini untuk menyaring naskah-naskah yang layak diterbitkan. Saya iseng dan coba masukin 5 bab awal dai naskah The Astrajingga. Alhamdulillah, ditolak! Nggak deng, ini kan media online mana ada ditolak-ditolakkan. Naskah The Astrajingga menurut versi GWP telah tembus 2000 view lebih. Asyiiiiik! Salam 2000 mas bro! Yah, kalau dibandingin dengan naskah-naskah keren lain di GWP angka segitu nggak seberapa. Tapi buat saya, angka segitu udah penting banget. Siapa tahu kan bisa terbit cetak beneran, hehehe. Aamiin.
Nah, bagi anda yang penasaran kayak apa sih naskah The Astrajingga, silahkan klik tautan ini: http://gwp.co.id/the-astrajingga/ Untuk melengkapi progress naskah yang sampai sekarang masih dalam tahap penyelesaian, saya juga sempat bikin Book Trailer yang bisa anda lihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=sq9BYgz3ObM
Maklumlah, berdasarkan penelitian saya beberapa bulan ini, orang-orang kayaknya jauh lebih suka ngeliat yang visual daripada ngebaca teks. Kalau dipikir-pikir saya beruntung banget bisa ketemu dengan kang Dennis Saputra, beliaulah yang ngegambarin ilustrasi si Cepot versi baru ini. Keren kan? Pokoknya mah, saya dan juga kang Dennis minta dukungannya kepada semua warga di mana pun anda berada. Dukunglah anak bangsa yang sedang berkarya! Jangan biarkan Indonesia kembali terjajah dengan produk-produk kreatif luar negeri! Menuju Indonesia bercitra kreatif di mata dunia tahun 2025! Majuuuuuuu!!