Seperti kita ketahui semakin lama merek pestisida mulai banyak dan beraneka ragam, para petani kita umumnya di indonesia banyak menggunakan pestisida untuk mengatasi serangan hama. Dulu petani menyemprot tanaman hanya dengan pestisida A saja, hama langsung mati, akan tetapi sekarang meskipun kita sudah menyemprot nya berkali-kali, hama tetap hidup dan berkembang biak. Memang saat kita menyemprot tanaman dengan pestisida populasi hama terlihat berkurang, akan tetapi beberapa waktu kemudian, hama muncul kembali dengan jumlah yang lebih banyak dan sulit untuk dikendalikan.
Seperti kita ketahui, pestisida sendiri memang berfungsi sebagai pengendali/pembasmi hama, akan tetapi para petani terkadang menyemprotkan pestisida melebihi anjuran dosis yang sudah tertulis yang dimana akan timbul efek samping dari penggunaan pestisida yang dapat membunuh populasi musuh alami hama dan menyebabkan keracunan pada konsumen. Seharusnya para petani menggunakan pestisida dengan dosis sesuai anjuran agar tidak menimbulkan hal hal negatif.
Setiap tahun target produksi pangan terus meningkat, akan tetapi target-target tersebut seringkali terhambat oleh beberapa hal termasuk oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Penggunaan pestisida yang melebihi batas anjuran dapat memicu kekebalan terhadap hama, karena petani merasa hama tidak bisa dikendalikan/tidak kunjung berkurang populasinya, seringkali petani timbul pemikiran untuk menyemprot dengan dosis melebihi batas anjuran, yang dimana penggunaan pestisida yang berlebihan ini juga dapat menimbulkan kekebalan/peningkatan pada populasi hama tersebut.Â
Penggunaan pestisida secara berlebihan seringkali menjadi bumerang bagi petani. Ketika pestisida diaplikasikan secara terus-menerus dan dalam dosis tinggi, hama sasaran akan mengalami seleksi alam yang kuat. Individu hama yang memiliki gen resisten terhadap pestisida akan bertahan hidup dan berkembang biak, hal ini sering dikenal dengan istilah resistensi. Seiring waktu, populasi hama akan didominasi oleh individu-individu yang resisten, sehingga pestisida menjadi kurang efektif. Fenomena ini dikenal sebagai resurgensi hama, di mana populasi hama justru melonjak setelah penggunaan pestisida.
Resurgensi hama terjadi disaat musuh alami tersebut hilang karena imbas dari penggunaan pestisida, sehingga saat serangga hama kembali menyerang tidak ada musuh alami yang dapat menekan populasi serangannya. Menurut Kardinan (2011), penggunaan pestisida menyebabkan populasi hama meledak karena hama terstimulasi untuk memproduksi keturunan, jumlah telur meningkat, dan daur hidup lebih singkat, sehingga populasi meningkat dengan cepat. Serangga dewasa memiliki kemampuan makan yang meningkat, dan musuh alami hama dibunuh, yang menyebabkan populasi hama meningkat.
Terkadang pestisida yang disemprotkan tidak seluruhnya mengenai tanaman, akan tetapi jatuh ke tanah, hal ini menyebabkan unsur hara dalam tanah berkurang, tanah yang terlalu sering terkena oleh pestisida cenderung memiliki pH yang tinggi. Begitupun dengan air yang berada didekat sawah/disekitar sawah, sisa-sisa dari penyemprotan jatuh kedalam sungai dan terbawa oleh air sehingga membahayakan organisme non-target seperti serangga penyerbuk, ikan dan burung. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat juga menyebabkan masalah kesehatan pada petani dan konsumen, seperti keracunan akut dan kronis.
Petani seringkali kesulitan mengatasi hama yang semakin kebal terhadap pestisida. Untuk itu, dibutuhkan cara pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Petani bisa mencoba menggunakan musuh alami hama, mengganti-ganti jenis tanaman yang ditanam, dan menjaga kebersihan lahan. Selain itu, pemerintah dan peneliti juga perlu mengembangkan varietas tanaman yang tahan hama. Dengan berbagai upaya ini, petani dapat mengurangi penggunaan pestisida dan tetap mendapatkan hasil panen yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H