PENGANTAR HERMENEUTIKA GADAMER
m.rodinal.k@mail.ugm.ac.id
Berkenalan dengan Gadamer
Gadamer lahir pada 11 Februari 1900 di Marburg, Jerman, dan tumbuh dari lingkungan keluarga protestan. Kultur keilmuan di dalam keluarga Gadamer dikentalkan oleh ayahnya, Johannes Gadamer, seorang profesor bidang Kimia dan peneliti ilmu alam di Universitas Marburg. Johannes Gadamer telah mencoba memengaruhi interes Hans-Georg Gadamer pada ilmu-ilmu alam dengan meyekolahkannya di Gymnasium Heilige Gheist yang mengembangkan teknik dan ilmu alam. Gadamer pada kenyataannya tidak mengikuti keinginan ayahnya, serta lebih menyukai filologi dan teologi (Sitharesmi, 2018:41).
Membahas tentang biografi seorang filsuf memang tidak semenarik membahas ide-ide filosofisnya. Dapat pula ditarik relevansinya dalam pengandaian berikut, bahwa apakah seorang novelis fenomenal benar-benar juga mempraktekkan tokoh-tokoh yang ia tulis menjadi aktivitas sehari-hari? Serta seberapa besar pengaruh orang-orang terdekat Gadamer di dalam membentuk pemikriannya---pertanyaan yang berlaku juga pada filsuf lain. Pertanyaan semacam itu nampaknya dapat dijawab dengan unik dan mendalam oleh Gadamer yang juga diulasnya di dalam karya-karyanya tentang hermeneutika maupun basis dari pendirian hermeneutisnya (Khasri, 2019: 46).
Momen yang sangat menentukan dalam perkembangan teori hermeneutika modern terjadi pada tahun 1960 dengan dipublikasikannya buku Wahrheit und Methode: Grunzuge einer philosophischen Hermeneutik (Truth and Method: Elements of a Philosophical Hermeneutics) karya filsuf Heidelberg, Hans-Georg Gadamer. Dalam karya ini diulas secara kritis estetika modern dan teori pemahaman historis dari perspektif Heideggerian, juga merupakan sebuah hermeneutika filsafat yang bersandarkan pada ontologi bahasa.
Dalam telaah filosofisnya yang sangat kaya dan mendalam, karya ini hanya dapat dibandingkan dengan dua karya monumental lainnya tentang teori hermeneutika yang ditulis pada abad 20, yaitu karya Joaching Wach "Des Verstehen" dan karya Emilio Betti "Teoria Generalle della Interpretazionne". Setelah Betti, Gadamer tetap melanjutkan dan mengembangkan konsekuensi positif dan bermakna dari fenomenologi, dan secara khusu pemikiran Heidegger, untuk tujuan teori hermeneutikanya (Palmer, 2005:190-191).
Gadamer menggelari kerja dan karyanya bukan dengan "filsafat hermeneutis". "filsafat hermeneutika," atau "filsafat" saja, melainkan dengan "hermeneutika filosofis" untuk membedakannya dari hermeneutika yang selama ini dikenal. Bahkan filsafat bukanlah tujuan dari hermeneutika filosofis, namun filsafat itu sendiri merupakan sarananya. Dalam gaya hiperbolis, dapat dinyatakan bahwa apa yang selalu dituju oleh hermeneutika Gadamer adalah kehidupan (Muzir, 2008:38).
Hermeneutika filosofis bertugas untuk membuka secara lebar tentang dimensi hermeneutis ke dalam jangkauannya yang utuh dan penuh, membuka signifikansi fundamentalnya bagi pemahaman kita secara menyeluruh tentang dunia dan dengan begitu juga untuk menjelaskan beraneka bentuk di mana pemahaman itu termanifestasi: dari komunikasi interhuman menuju manipulasi oleh society; dari pengalaman personal individu di dalam masyarakat menuju proses di mana ia bertemu dengan masyarakat; dan dari tradisi yang dibangun oleh agama dan hukum, seni dan filsafat, menuju kesadaran revolusioner yang membuka tradisi melalui refleksi emansipatoris (Gadamer, 1977:18).
Gadamer sama sekali tidak menyediakan panduan ala buku How To, sebab menurut dia, hanya suara "Ada" yang bisa memberikannya. Karena "Ada" mesti didengar, maka tugas yang diembankan Gadamer pada dirinya adalah membantu pembaca karyanya agar mampu mendengar suara "Ada". Ia mengatakan bahwa "Apa yang saya coba lukiskan adalah mode pengalaman seluruh manusia tentang dunia. Dan pengalaman ini saya sebut dengan pengalaman hermeneutis."
Sayangnya "ada perubahan mengerikan dalam hubungan manusia dengan dunia. Kita berubah menjadi tuan, dan dengan begitu kita tak mampu lagi mendengar "Ada" kita. Ketulian tersebut membuat kita tak bisa menemukan jalan pulang. Kebangkitan agar kita punya kemampuan lagi untuk mendengar suara "Ada" adalah inti dari seluruh karya Gadamer (Muzir, 2008:38-39).