Hukum adalah keseluruhan peraturan yang berlakunya dipaksakan oleh badan yang berwenang, dimana ia memiliki tujuan untuk menciptakan suatu kerukunan, ketertiban serta perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Mewujudkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jadi disini hukum menunjukkan eksistensinya  untuk menyelesaikan masalah-masalah  ataupun kepetingan-kepentingan yang ada di masyarakat secara adil dan bijaksana. Dengan demikian sudah seyogyanya hukum dibuat untuk ditaati bukan untuk dilanggar karena hakikatnya tujuan hukum sendiri adalah untuk kepentingan bersama. Ia memiliki sifat yang memaksa sehingga membutuhkan suatu kesadaran masyarakat untuk mengetahui dan ikut serta dalam menegakkan hukum yang berlaku. Hukum menjadi suatu energi sebagai penyelenggaraan pembangunan dalam kehidupan bernegara, ketika semua lapisan masyarakat sadar akan eksistensi hukum pada akhirnya mengantarkan hukum menjadi sebuah kekuatan yang mampu menjadi penyokong kehidupan bernegara dan bermasyarakat.Â
 Agar tercipta suatu kesadaran dalam masyarakat akan pentingnya penegakan hukum dan supaya terelisasikannya tujuan hukum maka perlu adanya sosialisasi atau komunikasi terhadap masyarakat luas salah satunya dengan penyuluhan hukum, peneyebarluasan informasi hukum, memberikan pemahaman terhadap norma hukum, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu diperlukan juga pengembangan kualitas penyuluhan hukum agar mewujudkan kesadraan hukum di masyarakat sehingga terciptalah budaya hukum dalam bentuk  tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan yang berlaku. Bagaimanapun kita hidup di suatu Negara hukum yang semuanya haruslah tunduk pada hukum.Â
 Ketika membahas tentang masalah pertanahan tidak akan ada habisnya sepanjang zaman, pemerintah pada tanggal 24 September 1960 menerbitkan suatu peraturan tentang ketentuan konversi yang lebih dikenal dengan sebutan undang-undang pokok agraria atau UUPA. Undang-undang ini lahir dari pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dimana menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam dan apa yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara  dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.Â
Pada masa sekarang ini masalah pertanahan menjadi masalah yang sangat berperan penting dalam menunjang pembangunan. Maka dari itu masalah pertanahan menarik perhatian beberapa orang untuk mejadikan alat tercapainya maksud tertentu  oleh karena itu masalah pertanahan dikategorikan sebagai masalah yang rawan di Indonesia.
Bukan menjadi hal yang jarang lagi, sekarang semakin banyak masyarakat yang mendirikan pemukiman di wilayah pesisir dan bahkan sudah ada pula yang memiliki hak atas tanah di wilayah pesisir tersebut. Hal ini mengakibatkan ekosistem pesisir mengalami perubahan karena  dengan adanya masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku  menjadikan bertumpuknya sampah rumah tangga sehingga merusak ekosistem pantai.Â
Fakta yang terjadi dikebanyakan pesisir Indonesia juga terjadi di kabupaten Tuban tepatnya pesisir pantai utara desa Glondonggede kecamatan Tambakboyo. Kecamatan Tambakboyo merupakan salah satu wilayah yang menjadi kawasan perlindungan setempat. Sesuai dengan peraturan yang sudah ada yakni tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032 yang didalam nya telah ada rencana pengaturan tata ruang wilayah dan kota.Â
Dalam regulasi tersebut  menyebutkan  wilayah sempadan pantai merupakan wilayah perlindungan setempat, yang mana jarak pantai minimal selebar 100m dari titik pasang tertinggi, selain itu dalam aturan Perda Nomor 09 Tahun 2012 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) tahun 2012-2032 Pasal 125 didalamnya terdapat ketentuan sanksi terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan  zonasi. Pada paragraf 3 pasal 31 poin (a) menyebutkan: "kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 2 huruf c terdiri atas (a). kawasan sempadan pantai sekurang-kurangnya 100 m dari titik pasang tertinggi".
 Berdasarkan fakta dilapangan permukiman yang ada hanya berjarak beberapa meter saja dari bibir pantai, hal ini tentu akan menghilangkan fungsi sempadan pantai sebagai kawasan perlindungan setempat.Â
Dalam pembahasan penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan serta pertimbangan dalam memberikan izin  untuk  pendirian suatu bangunan. Karena dengan adanya aktifitas disempadan pantai yang tidak memperhatikan ekosistem pantai berdampak pada tidak berfungsinya pantai sebagai zona penahan abrasi disamping tercemarnya pantai oleh sampah sebagai buntut adanya aktivitas ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H