Mohon tunggu...
Rodhiyatul Munawarah
Rodhiyatul Munawarah Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1

menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

santri bukan malaikat

29 November 2024   22:37 Diperbarui: 29 November 2024   22:37 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Santri adalah sebutan untuk pelajar atau siswa yang menuntut ilmu di pesantren (sekolah agama Islam) di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Santri umumnya belajar tentang ajaran-ajaran Islam, seperti Al-Qur'an, Hadits, fiqh, tasawuf, dan bahasa Arab, serta kadang-kadang mata pelajaran umum lainnya. Selain itu, santri juga diharapkan untuk mengamalkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.
Secara budaya, istilah "santri" sering diidentikkan dengan seseorang yang memiliki komitmen kuat terhadap ajaran Islam dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Tetapi dari pernyataan diatas tidak sedikit orang yang salah mengartikan definisi seorang santri. Banyak orang mengira bahwa santri adalah seorang yang berkepribadian yang sangat sempurna baik dari ucapan, perkataan, dan perbuatannya, Padahal kesempurnaan sendiri hanyalah milik allah SWT. Mengapa orang -- orang zaman sekarang beranggapan demikian? Hal ini disebabkan oleh budaya terdahulu. Salah satu cara orang tua zaman dulu mendidik anaknya yaitu dengan menyekolahkan anaknya ke pesantren. Karena, menurut orang zamab dulu bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang berfokus pada pengajaran agama, terutama dalam bidang studi seperti Al-Qur'an, Hadits, fiqh, tafsir, serta ilmu-ilmu agama lainnya. Di pesantren, santri (siswa) tidak hanya mendapatkan pendidikan formal, tetapi juga dididik untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pesantren biasanya memiliki ciri khas berupa sistem asrama, di mana santri tinggal dan belajar bersama dalam waktu yang cukup lama. Masuk pesantren juga memiliki banyak sekali manfaat seperti berikut:
1. Pendidikan Agama yang Mendalam: Pesantren memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran Islam, baik dalam aspek teori maupun praktik.
2. Pembentukan Karakter: Selain ilmu agama, pesantren juga fokus pada pembentukan karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, dan sikap saling menghormati antar sesama.
3. Lingkungan yang Islami: Santri hidup dalam lingkungan yang mendukung pengamalan ajaran Islam secara lebih intens, seperti rutinitas ibadah, pengajian, dan kegiatan keagamaan lainnya.
4. Kemandirian: Karena banyak pesantren yang menerapkan sistem asrama, santri diajarkan untuk mandiri dalam hal mengatur waktu, tugas, dan kegiatan sehari-hari.
5. Persahabatan dan Komunitas: Pesantren menciptakan hubungan persaudaraan antara santri yang berasal dari berbagai daerah dan latar belakang, yang dapat memperkaya pengalaman sosial dan spiritual.
6. Pendidikan Berbasis Nilai: Pesantren tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mendidik untuk mengintegrasikan nilai-nilai moral dan etika Islam dalam kehidupan.
Dengan berbagai manfaat ini, pesantren menjadi tempat yang sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga kuat dalam nilai-nilai agama dan etika.
Tetapi pernyataan diatas juga tidak menutup kemungkinan bahwa anak -- anak yang masuk pesantren menjadi lebih nakal atau susah diatur dari pada sebelum masuk pesantren. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengawasan dari orang tua dan lengahnya pengurus pesantren dalam mendisiplinkan santri yang menyebab kan anak -- anak tidak terkontrol baik dari segi perkataan dan perbuatan mereka. Lalu bagaimana pendapat anda tentang santri yang berhati seperti malaikat? Kebanyakan orang tidak tahu bahwa tujuan utama orang tua memasukkan anaknya ke pesantren adalah untuk memperbaiki diri anak mereka. Oleh karena itu, banyak orang yang salah paham atas tindakan ini. Pesantren yang dikenal dengan tempat yang suci dan berkah bagi orang islam itu banyak yang menyalahkan keberadaannya hanya karena anak -- anak mereka yang tidak menjadi lebih baik setelah memasukinya. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Hal ini disebabkan minimnya perhatian orang tua terhadap anaknya ketika mereka telah menyekolahkan atau memasukkan anaknya ke pesantren. Bukan tanpa sebab, minimnya perhatian orang tua pada anaknya saat mondok (masuk pesantren) sangat berpengaruh terhadap sikap dan akhlak anak tersebut yang menyebabkan mereka menjadi tidak terkontrol dalam berbuat dan berkata. Semua itu sebabkan oleh salahnya pergaulan saat proses belajar anak. Umumnya sebuah pesantren memiliki "asrama" atau kamar santri, asrama dipesantren tidak serupa dengan kamar pribadi anak saat di rumah karena jika kamar pribadi hanya berisi satu anak yaitu pemiliknya, lain halnya dengan asrama karena asrama tidak hanya berisi satu anak saja tetapi lebih dari 3 anak (umumnya). Apabila tidak selektif dalam memilih teman Salah pergaulan di pesantren bisa terjadi meskipun lingkungan pesantren umumnya bertujuan untuk membentuk santri menjadi pribadi yang baik dan taat agama. Beberapa penyebab yang bisa memicu salah pergaulan di pesantren antara lain:
1. Kurangnya Pengawasan
Meskipun pesantren biasanya menerapkan aturan ketat, kurangnya pengawasan dari pihak pengurus atau ustadz/ustadzah dalam interaksi sosial antara santri dapat memicu terjadinya pergaulan yang tidak sehat. Misalnya, santri bisa saling meniru perilaku yang kurang baik dari teman-temannya jika tidak ada pembimbing yang cukup memperhatikan.
2. Pengaruh Teman Sebaya
Salah pergaulan sering kali dipicu oleh pengaruh teman sebaya yang lebih dominan. Santri yang baru masuk pesantren, terutama yang masih muda, bisa terpengaruh oleh teman-teman yang lebih senior atau yang sudah lama di pesantren dalam hal sikap atau perilaku negatif.
3. Kurangnya Pemahaman tentang Etika dan Batasan
Beberapa santri, terutama yang baru masuk, mungkin belum sepenuhnya memahami pentingnya batasan dalam pergaulan antar jenis kelamin atau dalam hubungan sosial di pesantren. Tanpa pemahaman yang cukup tentang etika Islam, mereka bisa terjerumus dalam perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma agama.
4. Tekanan Sosial atau Frustrasi
Hidup di pesantren bisa terasa penuh tekanan, terutama bagi santri yang baru pertama kali tinggal jauh dari keluarga atau yang merasa tidak nyaman dengan kehidupan asrama. Pergaulan yang salah bisa terjadi sebagai bentuk pelarian atau reaksi terhadap stres dan rasa terasing, seperti bergabung dengan kelompok yang memberikan rasa kebersamaan meskipun kelompok tersebut mengarah pada perilaku negatif.
5. Kurangnya Pendidikan Emosional dan Sosial
Pesantren biasanya lebih fokus pada pendidikan agama dan akademis, namun tidak semua pesantren memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan emosional dan sosial. Tanpa pengembangan keterampilan dalam berkomunikasi dan mengelola emosi, santri bisa terjebak dalam pergaulan yang tidak sehat atau tidak produktif.
6. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Di era digital saat ini, pesantren juga tidak lepas dari pengaruh teknologi dan media sosial. Penyalahgunaan media sosial atau akses internet yang tidak terkontrol bisa menyebabkan terjadinya interaksi yang tidak sehat di antara santri, seperti pergaulan bebas atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama.
7. Kurangnya Pembimbing atau Keteladanan
Pergaulan yang salah juga bisa timbul jika para ustadz atau pengurus pesantren tidak memberikan teladan yang baik atau tidak cukup peduli terhadap perkembangan sosial dan moral santri. Pembimbing yang tidak aktif memantau perkembangan pribadi dan sosial santri dapat menyebabkan mereka terjerumus ke dalam pergaulan yang kurang sehat.
8. Konflik Internal atau Kurangnya Kemandirian
Santri yang memiliki masalah pribadi atau konflik internal bisa cenderung mencari teman yang bisa memahami atau menerima mereka, meskipun pergaulan tersebut tidak sesuai dengan norma agama dan pesantren. Mereka mungkin merasa tidak memiliki banyak pilihan dalam hal pertemanan atau merasa kesulitan untuk beradaptasi.
Upaya Pencegahan:
Untuk mencegah salah pergaulan di pesantren, penting bagi pesantren untuk meningkatkan pengawasan, membekali santri dengan pendidikan karakter yang lebih kuat, menyediakan bimbingan yang lebih intensif, dan mengajarkan keterampilan sosial yang sehat. Selain itu, melibatkan keluarga dalam proses pengawasan dan komunikasi juga sangat penting.
Hal diatas menunjukkan bahwa santri atau anak lulusan pesantren saja bisa rusak akibat salah pergaulan dan betapa pentingnya perang orang tua dalam proses belajar seorang anak. Maka dari itu, orang tua yang cerdas adalah orang tua yang faham dengan anaknya bukan orang tua yang tidak peduli anaknya karena pepatah berbunyi "buah jatuh tidak jauh dari pohon" yang mengartikan bahwa sifat anak adalah tidak jauh berbeda dengan orang tuanya.
Kesimpulan dari artikel yang saya buat adalah jangan melihat seseorang hanya dari penampilannya saja karena orang yang terlihat baik belum tentu baik perilakunya dan sebaliknya orang yang terlihat tidak baik belum tentu tidak baik perilakunya. Jika anak yang tidak mondok atau masuk pesantren bisa menjadi anak yang sholeh karena pintar dan selektif dalam bergaul, maka santri atau anak lulusan pesantren juga bisa rusak akibat salah dalam bergaul dan memilih teman karena santri bukanlah malaikat yang tidak memiliki nafsu apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun