Mohon tunggu...
Rodame Napitupulu
Rodame Napitupulu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Seorang ibu, memiliki tiga orang anak, senang menulis dan ingin berbagi melalui tulisan. Kini berprofesi sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan. Salam sehat dan sukses selalu.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Urgensi Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

18 November 2014   18:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:30 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Keeping individual financial institutions sound is not enough. A broader approach is needed to safeguard the financial system” – Bank Indonesia

Sekilas Tentang SSK

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) jika dibahas secara terminologi dan definisinya tentu sangat sulit dicerna masyarakat umum. Namun secara sederhana SSK dapat diartikan dengan sistem keuangan yang mengalami kondisi yang tidak stabil, dimana pada kondisi tersebut berbahaya dan dapat menghambat kegiatan ekonomi. Atau jika masih kesulitan memahaminya, ingatlah kata ‘stabil’ artinya kuat atau kokoh dan tahan banting. Jadi sebuah sistem keuangan dikatakan stabil hanya jika kuat dan tahan banting dalam menghadapi berbagai gangguan ekonomi. Kuat dan tahan banting dalam hal apa? Tentu dalam hal pembayaran, penyebaran risiko dan fungsi intermediasi (penyaluran kredit). Ketiga hal tersebut seharusnya tetap baik meski ada gangguan ekonomi, itulah yang disebut dengan sistem keuangan yang stabil.

Tentu kita semua masih ingat dengan kejadian krisis tahun 97/98 di Indonesia. Pada kala itu, dampak dari krisis terhadap lembaga dan pasar keuangan sangat signifikan pada perekonomian Indonesia bahkan memakan biaya yang besar sekitar 51 % dari PDB. Kejadian tersebut terjadi ternyata karena SSK saja tidak cukup untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. SSK ternyata sangat penting bukan hanya untuk menjaga stabilitas harga dan makroekonomi tetapi juga pertumbuhan ekonomi. Kala itu, harga memang mampu distabilkan tetapi ternyata tidak dengan pertumbuhan ekonomi. Itulah sebabnya, IMF (International Monetary Fund) mengusulkan agar BI (Bank Indonesia) membuat sebuah Financial Stability Unit. Oleh karena itu, sejak tahun 2003, BI pun mulai aktif dalam mendorong terciptanya SSK di Indonesia melalui 2 hal yaitu : pembentukan Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) dan mengomunikasikan hasil surveillance secara semesteran yang dituangkan dalam laporan perdana Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 1.

BI adalah 'Penjaga Hutan'

Atas kejadian krisis tahun 2008 baru-baru ini, maka Financial Stability Board (FSB) akhirnya menekankan bank sentral dalam hal ini adalah BI untuk melengkapi kebijakan makroekonomi dengan kebijakan makroprudensial. Implementasinya sendiri, secara kronologi sudah dimulai sejak krisis perbankan tahun 97/98 dimana ketika itu sudah dilaksanakan restrukturisasi perbankan tahun 1998-2003, dibentuklah BSSK dan Lembaga Penjamin Simpanan tahun 2003-2005, kemudian tidak ketinggalan dilakukannya pengetatan likuiditas, manajemen krisis tahun 2007-2008 akibat terjadinya Global Financial Crisis. Tahun 2009-2011 dilakukanlah penyempurnaan kerangka mikroprudensial tahun 2009-2011 kemudian diikuti dengan pembentukan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tahun 2012 hingga saat ini, lalu didirikanlah Departemen Kebijakan Makroprudensial tahun 2013 silam. Dimana pemisahan otoritas makro dan mikroprudensial akhirnya resmi dipisahkan.

Secara sederhana konsep makroprudensial pada BI diibaratkan sebuah 'hutan' dimana masing-masing pohon di dalamnya disebut dengan mikroprudensial. Intinya adalah makroprudensial lebih mengarah kepada analisis sistem keuangan secara keseluruhan yakni kumpulan dari individu lembaga keuangan, disinilah BI berperan mengatasi risiko sistemik yag bersumber dari kegiatan usaha Bank dan melakukan mapping risiko sistem keuangan serta rekomendasi kebijakan. Sedangkan mikroprudensial lebih mengarah kepada analisis perkembangan individu lembaga keuangan, disinilah OJK berperan menilai tingkat kesehatan masing-masing lembaga keuangan yang ada di Indonesia.

Risiko-risiko dalam mikroprudensial yang perlu diperhatikan karena kuatir menjadi risiko sistemik dan harus dimitigasi oleh kebijakan makroprudensial ada 6 jenis risiko yaitu: (1) risiko kerugian karena debitur tidak melakukan pembayaran prinsip maupun bunga (Credit Risk); (2) risiko nilai investasi akan berubah karena perubahan tingkat suku bunga dari asset (Interest Risk); (3) risiko nilai investasi akan berubah karena perubahan nilai tukar dari asset (Exchange Rate/Currency Risk); (4) risiko dimana suatu aset tidak dapat diperdagangka karena tidak ada yang berminat memperdagangkan aset tersebut di pasar (Liquidity Risk); (5) risiko dimana transaksi aset tidak dapat diselesaikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya (Settlement Risk); dan (6) risiko nilai investasi akan berubah karena adanya pergerakan faktor-faktor pasar biasa disebut dengan sentimen pasar atau fundamental makroekonomi (Market Risk).

[caption id="attachment_377189" align="aligncenter" width="576" caption="Bank Indonesia (Dok. Kompas.com)"][/caption]

Cara BI Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil

Indonesia sendiri tentu memiliki cara untuk menjaga sistem keuangan agar tetap stabil. Dalam hal ini, BI-lah yang memiliki peranan besar sebagai bank sentral di Indonesia. Lalu, bagaimana sebenarnya pemerintah melalui BI menjaga sistem keuangan agar tetap stabil? Jawabannya ada pada skema di bawah ini :

1416279269626917956
1416279269626917956
Sumber : Bank Indonesia

Caranya tampak rumit, namun sebenarnya jika kita memahami proses dan arah panah pada skema maka kita akan dengan mudah dapat mengetahui tahapan cara menjaga sistem keuangan agar tetap stabil. Sederhananya seperti ini kira-kira, tahap pertama yang dilakukan adalah monitoring dan analisis. Hal-hal yang perlu dimonitor dan dianalisis adalah institusi keuangan, kondisi makroekonomi, pasar keuangan dan infrastruktur serta korporasi dan Rumah Tangga. Tahap kedua adalah penilaian. Hasil dari monitoring dan analisis dari keempat hal diatas kemudian dinilai untuk kemudian dikelompokkan ke dalam 3 solusi yaitu preventif (dilakukan jika ternyata hasil penilaian normal), perbaikan (dilakukan jika ternyata hasil penilaianmendekati tidak normal) dan resolusi (dilakukan jika ternyata hasil penilaian tidak normal atau krisis). Tahap ketiga adalah SSK sekaligus merupakan tujuan akhir berupa stabilitas keuangan di Indonesia. Lalu layaknya sebuah siklus maka tahapannya akan kembali ke awal lagi yaitu monitoring dan analisis. Demikian seterusnya.

Pada kerangka kebijakan makroprudensial, baik data informasi dan riset dikumpulkan untuk dilakukan pengecekan seperti apa sebenarnya kondisi sistem keuangan pada saat tersebut. Pada dasarnya ada 2 elemen yang digunakan dalam kerangka kebijakan makropridensial tersebut. Elemen I disebut Macroprudential Surveillance dengan 4 tahapan yaitu: (1) monitoring sistem keuangan yang diukur dengan indikator makroprudensial; (2) identifikasi risiko yang diukur dengan EWS, Prompt indicator, Composite indicator dan Outlook; (3) penilaian risiko yang diukur dengan stress scenario; dan (4) pemberian sinyal risiko yang ditujukan kepada dua pihak yaitu: internal (BI dan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan) dan kepada pasar, institusi keuangan dan publik.

Hasil atau output dari surveillance makroprudensial berupa lima hal yaitu : (1) rekomendasi perumusan kebijakan dalam memperkuat ketahanan permodalan dan mencegah leverage berlebihan; (2) asesmen dan rekomendasi untuk memperkuat instrument pengaturan untuk mengendalikan risiko kredit, likuiditas dan pasar; (3) kajian yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui mapping/peta sistem keuangan; (4) Peer Group Analysis; dan (5) interconnectedness antar lembaga keuangan.

Jika output dari surveillance makroprudensial tersebut ternyata berada di bawah dan mendekati threshold maka diambillah elemen II atau disebut dengan Macroprudential Policy Design & Implementation dengan 2 tahapan yaitu : (1) desain dan implementasi kebijakan dimana tolok ukurnya adalah instrumen kebijakan makroprudensial: dan (2) evaluasi efektifitas kebijakan. Jika ternyata Jika hasil dari 4 tahapan pada elemen I tersebut melewati threshold maka disiapkanlah CMP untuk antisipasi krisis.

Peranan Publik dalam Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil

Demikianlah, pada dasarnya kita semua masyarakat Indonesia perlu memahami bagaimana cara pemerintah melalui BI dalam menjaga sistem keuangan agar tetap stabil secara menyeluruh. Bahwa terjadinya krisis keuangan bukan serta-merta tanggungjawab BI semata, namun kita bersama. Negara memang punya PR besar termasuk dalam mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri. Utang luar negeri yang semakin kecil akan membuat defisit anggaran lebih sehat dan stabilitas ekonomi makro lebih terjaga. Jika utang luar negeri bisa dihapuskan, dampaknya tentu akan jauh lebih baik terhadap stabilitas ekonomi makro di Indonesia.

Sebagai individu, hal yang dapat kita lakukan dalam menjaga sistem keuangan tetap stabil adalah jangan menjadi speculator dan lakukan ‘smart saving, smart borrowing’.

1. No Speculative Act

Berhentilah menjadi speculator, karena bertindak spekulatif dalam berinvestasi pada dasarnya adalah sangat berisiko. Ada speculator yang memanfaatkan perbedaan nilai tukar dollar terhadap rupiah untuk membeli ketika nilai jual di bank murah lalu menjual kembali ketika nilai beli di bank menjadi mahal. Bagi para speculator momen tersebut  adalah keuntungan tetapi bagi negara itu adalah sebuah kebuntungan. Semakin banyak speculator semakin terganggu stabilitas sistem keuangan negara. Karenanya bijaklah dalam mengambil keputusan keuangan dan berinvestasi. Jangan hanya memikirkan keuntungan pribadi yang sesaat saja. Anda bisa dicap sebagai penganggu stabilitas sistem keuangan negara.

2. Budaya cinta produk dalam negeri

Bagaimanapun untuk memperkuat keuangan suatu negara harus ada yang namanya pemasukan ke dalam. Kita harus terus menggalakkan program-program mencintai produk dalam negeri. Kita harus sama-sama mengusahakan agar jumlah uang yang masuk ke dalam negeri lebih besar daripada uang yang kita keluarkan untuk produk-produk dari luar agar keuangan negara kita tetap kuat. Jika keuangan negara semakin kuat maka semakin sulit pula sistem keuangan tergoyahkan. Seluruh masyarakat harus terus disadarkan akan pentingnya budaya mencintai produk dalam negeri ini.

3. Dukung anak muda melalui industri kreatif

Kita tidak bisa berharap banyak lagi dari hasil tambang Indonesia. Indonesia yang seolah-olah masih 'kaya' ini kadang membuaikan sebagian besar kita untuk tidak produktif dan kreatif. Hasil bumi dan isi dalam perut bumi bisa saja habis tapi kreatifitas tidak akan mungkin bisa habis. Karena itulah sekaranglah waktunya Indonesia mendukung sepenuhnya industri kreatif dari anak-anak muda. Jika dilihat sekarang ini, karya anak muda Indonesia sudah banyak yang mendunia. Nilai omzet para pengusaha muda dunia kreatif pun tidak kalah dibandingkan industri manufaktur lainnya. Jika industri kreatif ini berkembang semakin baik dan diprioritaskan bukan tidak mungkin negara memperoleh pemasukan yang cukup besar. Sumbangsih tersebut dapat memperkuat keuangan negara. Semakin baik pertumbuhan perekonomian dalam negeri maka semakin kita mampu menstabilkan sistem keuangan negara.

4. Ganti gaya hidup menjadi ‘smart saving, smart borrowing’

Berhenti dari gaya hidup konsumtif, mulailah menabung secara rutin di bank. Jika tidak memiliki kebutuhan dan tidak tahu cara penggunaan kartu kredit lebih baik tidak menggunakannya, karena diperlukan kebijakan individual dalam menggunakan kartu kredit tersebut, jika salah dalam pemakaiannya kita hanya akan membebani Negara dengan utang. Utang yang menumpuk akan menimbulkan masalah baru lainnya (masih ingat kejadian krisis keuangan di Amerika Serikat, dimana kredit perumahan menjadi penyebab awal timbulnya ketidakstabilan keuangan disana namun menjalar ke seluruh dunia). Jelas sekali, kredit yang hanya untuk 'gaya' saja akan mengganggu kestabilan sistem keuangan Negara. Ketiga hal ini yaitu: budaya malas menabung, gaya hidup serba kredit dan hidup konsumtif jika bergabung menjadi satu akan menyebabkan masalah besar. Tampak sederhana tapi boleh jadi pengaruhnya signifikan. Jauhi ketiga hal tersebut! Jika tidak, kita telah turut berpartisipasi dalam keburukan karena sudah mengganggu stabilitas sistem keuangan negara dengan gaya hidup yang merugikan.

Sangat penting untuk mengubah gaya hidup kita menjadi ‘smart saving, smart borrowing’. Selain memengaruhi masa depan dan kesejahteraan individu, gaya hidup tersebut akan sangat membantu kita menjadi individu yang cerdas dalam mengelola keuangan. Jika setiap individu menyadari hal tersebut tentu dampaknya akan baik terhadap SSK. Secara tidak langsung kita sebagai masyarakat sudah ikut membantu usaha pemerintah melalui BI untuk menjaga sistem keuangan agar tetap stabil.

5. Turut mempromosikan potensi wisata Indonesia ke seluruh dunia

Mari kita lihat bagaimana negara-negara yang maju memperkuat perekonomiannya. Salah satunya dengan pengembangan industri pariwisata. Indonesia memiliki berbagai potensi wisata yang belum dimaksimalkan promosinya. Padahal jika dikelola dengan baik bukan tidak mungkin bisa mendatangkan banyak turis asing dari berbagai negara. Turis asing yang membelanjakan uangnya untuk menikmati wisata di Indonesia ini adalah sumber pemasukan yang sangat baik untuk memperkuat keuangan Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara Malaysia, Singapura, Thailand yang habis-habisan dalam mempromosikan wisata di negaranya, kita di Indonesia seharusnya tidak boleh kalah dengan gencarnya promosi mereka. Indonesia itu surganya wisata maka kita harus yakin bisa memanfaatkannya untuk menumbuhkan perekonomian dalam negeri terus-menerus secara berkesinambungan. Manfaatkan media elektronik termasuk traveller blogger dan food blogger Indonesia untuk aktif menulis tentang berbagai tempat wisata di Indonesia.

Demikianlah ketiganya baik otoritas keuangan (pemerintah, bank sentral, lembaga penjamin simpanan, dan lain-lain), pelaku keuangan (bank, pasar modal, lembaga keuangan non bank) dan publik, khususnya pengguna jasa keuangan memiliki urgensi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan negara. Meskipun memang bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia-lah yang merupakan satu-satunya pelaksana yang berperan dalam mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan negara. Sementara itu, yang lainnya adalah 'aktor pendukung' namun peranannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena semuanya saling terkait satu sama lain. Diperlukan sinergi yang kuat agar semua pihak dapat melaksanakan peranannya dengan sebaik-baiknya.

Sumber Referensi :
http://www.bi.go.id/
http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun