Sejak kecil saya suka lari, tapi sekedar lari saja tanpa arah dan tujuan yang jelas. Dari kebiasaan lari dan hobi berlari tersebut ada motivasi ingin menang lomba lari suatu hari nanti. Meskipun di sekolah tidak ada ekstrakurikuler atau pelatihan khusus untuk anak-anak pecinta lari, tapi saya tidak menyerah dan berlatih sendiri di lingkungan tempat tinggal saya di Bandung. Sekolah Dasar, waktu itu saya masih duduk di kelas 3 SD sebuah sekolah negeri Inpres yang lokasinya bersebelahan dengan terminal Cicaheum di Bandung. Jujur saja, lokasi belajar untuk lari memang tidak memungkinkan karena hanya ada lapangan kecil yang seadanya untuk kami melakukan senam atau olahraga sederhana lainnya. Selebihnya saya murni berlari di lapangan kosong bekas areal bangunan yang tidak jadi dimana lokasinya dekat rumah ataupun di jalan besar setiap minggu di pagi hari.
Bersama kakak sepupu yang juga senang berolahraga akhirnya kami cukup rutin berlari bersama. Kemudian saya pindah sekolah ke Sumatera Utara, masih ke sekolah negeri Inpres yang tidak begitu jauh dari rumah. Saya masih melanjutkan hobi berlari saya di lapangan sekolah sebelum jam olahraga dimulai karena kali ini ukuran lapangannya lebih besar daripada sebelumnya, saya merasa lebih leluasa untuk berlari. Sampai akhirnya saya memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri di Pematangsiantar. Dimana saya aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Banyak kegiatan yang melatih fisik dan stamina saya mulai dari berjalan jarak jauh hingga berlari. Hingga akhirnya sebuah undangan untuk mengikuti lomba lari saya terima dari sekolah. Tahun 1999, sebuah marathon atau istilahnya di tempat saya adalah lomba lari pun diadakan oleh pemerintah kota Pematangsiantar untuk umum dan anak sekolah, digelar secara meriah dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kota Pematangsiantar.
SMP saya yang sangat sederhana tidak memiliki guru olahraga yang ahli dan fokus dalam bidang lari. Hingga akhirnya saya terus melakukan latihan sendiri agar pernafasan saya kuat dan bisa berlari dengan konstan tanpa berhenti hingga garis finish. Lomba lari pun dimulai, sebelumnya saya sudah mempersiapkan diri dengan pakaian yang ringan, kaos berwarna putih dan berbahan nyaman dan longgar serta celana panjang lengkap dengan sepatu olahraga seadanya. Lomba lari pun di mulai dari belakang lapangan Merdeka melintasi kebun binatang hingga pemukiman yang tidak begitu ramai dilalui kendaraan sampai kembali ke tempat semula. Lomba lari berjarak sekitar 1,3 kilometer pun sukses saya selesaikan hingga garis finish. Beberapa kali saya diajak teman untuk berhenti dan beristirahat ketika berlari namun keinginan saya begitu kuat untuk menyelesaikannya hingga akhir. Meski tidak menyabet juara tapi saya merasa lega sekali karena akhirnya saya punya tempat untuk memuaskan hasrat dan menuangkan minat lari saya melalui lomba lari tersebut. Untuk pertama kalinya saya merasa bangga bisa berlari, tanpa teman yang saya kenal, tanpa siapapun yang mendukung, saya terus berlari dengan kecepatan konstan tanpa berhenti, berjalan ataupun beristirahat hingga garis finish.
[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="Kota Pematangsiantar dengan Bentor (Becak Motor)-nya (Dok.Kompas/Mohammad Hilmi Faiq)"][/caption]
Ada perasaan bahagia yang sulit saya jelaskan ketika itu, kebugaran, tubuh yang terasa lebih ringan dan ada keinginan untuk berlatih terus bahkan jika memungkinkan saya masih ingin mengikuti lomba lari senada lagi, timbul juga keinginan untuk serius dalam bidang olahraga lari. Namun keterbatasan fasilitas dan guru lari menyebabkan saya kesulitan untuk menyalurkan minat lari saya ketika itu. Bagi saya, berlari bukan sekedar berpacu dengan speed dan kemenangan tapi lebih kepada sejauh mana kita siap menghadapi rintangan di depan mata dan bertahan hingga garis finish dengan kondisi fisik yang sehat. Bahkan berkat lomba lari tersebut saya jadi tahu seluk beluk kota Pematangsiantar, menikmati udaranya yang bersih, memandangi sekeliling kota bersama masyarakatnya yang ramah, dimana saya belum pernah melintasinya sama sekali. Menceritakan kembali pengalaman saya mengikuti marathon tersebut, membuat saya merindukan kota dimana saya dibesarkan, kota Pematangsiantar, suasana kotanya, masyarakatnya, lingkungannya, udaranya, pemandangannya, kebun binatang, lapangan Merdeka, Balai Kota, Taman Bunga dan banyak lagi. Setelah menetap di Bogor dan memiliki anak, saya memang belum aktif untuk berlari kembali, tapi kerinduan itu ada dan saya berharap kelak bisa berlari lagi di tempat dan kota yang berbeda agar bisa terus menikmati keindahan alam dan keramahan kota di berbagai wilayah di Indonesia melalui marathon/lari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H