Hasil pertemuan kedua Joint Comittee (JC) di Kuala Lumpur, Malaysia (20/9) kembali memberi solusi terhadap aneka problema sepakbola Indonesia. Lantas, akankah prahara segera mereda? Bila mengikuti prasangka, jawabannya tentu masih tanda tanya. Bagaimana bisa sengketa yang sudah berlangsung lama bisa selesai sekejap mata?!
Kenyataan membuktikan. Usai pertemuan kedua dimana PSSI dan KPSI telah islah dalam sejumlah masalah, mereka justru masih tak akur dalam bertutur. Soal pembentukan Timnas misalnya, pernyataan PSSI justru langsung dinegasi KPSI.
Di Malaysia, dihadapan AFC dan FIFA, KPSI/ ISL memang seperti tak berdaya. Betapa tidak, dua kali pertemuan digelar, posisi dan peran mereka langsung memudar. Namun di Indonesia, KPSI begitu bernyali dan menunjukan taji. Lewat berbagai media yang diduga mitranya, berita duka bagi mereka, bisa direkayasa menjadi kabar gembira!
Media memang menjadi salah satu senjata KPSI dalam konflik untuk mempengaruhi publik. Propaganda lewat media ini pun dipakai mereka untuk menjaga agar tidak kehilangan muka. Sejak konflik bermula, kita pun tentu sudah bisa meraba, mana media yang selalu berbicara fakta dengan media-media pemberi informasi hasil ilusi.
Rapat JC terbaru pun coba disarukan dengan berbagai isu yang bisa membuat hasil pertemuan jadi abu-abu. Padahal, hasil rapat JC justru telah membuka pintu untuk KPSI tutup buku. Namun bukan KPSI namanya bila tak bertarung seperti pemain bola. Sebelum injury time berakhir, KPSI tentu akan terus berusaha merubah takdir.
Kini, di saat JC berkutat dengan masalah, termasuk liga yang masih terbelah. KPSI masih mungkin mencari celah sebelum menyerah kalah. Apalagi persoalan yang diangkat KPSI seperti pembentukan Timnas masih menjadi topik panas. Begitupun soal perubahan statuta yang pasti akan menghilangkan pemilik suara dari pihak yang berperkara.
Melihat KPSI menyerah tentulah tidak mudah. Selama ini kita menyaksikan sendiri, bagaimana KPSI selalu menampilkan diri sebagai petarung sejati. Berbagai skenario pun pastinya sudah mereka rancang diakhir perang. Insan sepakbola Indonesia tentu pantas untuk merasa cemas menunggu mereka mengeluarkan senjata pamungkas.
Satu harapan yang ditunggu, mereka yang berseteru bisa segera bersatu. Sudah terlalu lama kita dilanda dahaga menanti Garuda bisa meraih piala. Demi Indonesia - PSSI maupun KPSI - seharusnya mau sukarela menanggalkan asa untuk sekedar berkuasa.
Melepaskan sepakbola kita dari konflik sepertinya tidaklah pelik. Semuanya bisa jadi hanya masalah niat. Saat ada niat, penjahat sekalipun bisa juga bertobat. Apalagi bila yang berniat itu mereka-mereka yang selama ini mengaku sebagai penyelamat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H