Dugaan saya terhadap penyebab hasil tragis tim sepakbola Jawa Barat yang gagal maju ke semifinal PON 2012 Riau, salah satunya terbukti lewat harian olahraga Topskor edisi Senin, 17 September 2012 lalu. Artikel Topskor di halaman 15 mengungkap : “Isu Suap Menyeruak- Tim Jawa Barat Ditawari Lolos Ke Semifinal."
Aroma suap dalam laga PON 2012 ini berhasil diendus Topskor lewat pesan singkat. Pengirimnya tak lain oknum perangkat pertandingan yang menawari Jabar lolos ke semifinal. Tawaran itu tentu tidak gratis. Namun, kubu Jabar sigap menangkis.
Pertandingan pun berlangsung dan hasilnya sudah diketahui. Kaltim yang tampil luar biasa membuat Jabar tak berdaya. Namun laga ternoda huru-hara diakhir laga. Para pemain Jabar marah karena menilai wasit berat sebelah. Seperti dimuat Topskor Asisten pelatih Jabar Mustika Hadi bahkan terang-terangan, sikap wasit yang tidak imbang dipicu masalah uang!
Mencuatnya isu permainan suap dalam cabang sepakbola PON 2012 sepertinya luput dari pemberitaan media. Topskor pun tak mengangkat kasus ini di edisi Selasa dan Rabu ini.
Suap memang bisa dirasakan, namun sukar dibuktikan. Suap dalam sepakbola terjadi dimana-mana sejak lama. Sederet catatan hitam kasus suap yang diduga dikendalikan mafia bola pun telah mewarnai sejarah sepakbola Indonesia.
Penyuap memang tak pernah tiarap. Mafia bola pun tak mengenal kata jera. Bagi mereka, suap bisa jadi ngeri-ngeri sedap. Ngeri andai terdeteksi polisi, sedap bila tak terungkap. Tak heran aksi mereka bak striker oportunis yang selalu mencari peluang sekecil apapun - untuk mengendalikan permainan dari luar lapangan. Peluang inilah yang bisa jadi telah mereka peroleh di arena sepakbola PON 2012.
Seperti diungkap banyak tulisan, para penyuap akan sukses berkuasa bila berhasil menguasai tiga elemen yaitu organisasi/pengelola pertandingan, perangkat pertandingan dan pemain sepakbola. Faktanya, laga cabang sepakbola PON 2102 berlangsung tanpa kendali PSSI yang telah menarik diri. Kondisi ini tentu saja mempermudah para penyuap bermain untuk meraup fulus dengan mulus.
PSSI memang patut mensyukuri diri sendiri. Merebaknya isu suap dalam sepakbola PON 2012 justru terjadi saat mereka telah pergi. Apa jadinya reformasi PSSI, bila dalam laga yang mereka awasi, fair play yang jadi acuan justru jadi mainan?? Bila akhirnya KPSI (lewat perangkat pertandingannya yang kerap bertugas di ISL) datang menjadi pengganti, PSSI tentu harus berterimakasih kepada KPSI. Betapa tidak, di saat PSSI sebagai organisasi resmi terselamatkan dari kaitan isu suap, KPSI justru datang sendiri menggantikan posisi PSSI.
Kita banyak membaca, Isu adanya mafia wasit dan pengaturan skor sudah banyak beredar sejak lama dalam kompetisi sepakbola kita, termasuk juga di ISL Mungkin hanya kebetulan belaka, bila isu suap ini ada bersamaan dengan hadirnya perangkat pertandingan/wasit ISL memimpin laga di arena sepakbola PON.
Sekali lagi, Suap hanya bisa dirasakan, namun sukar dibuktikan!!
Bagaimanapun, mencuatnya isu suap di arena sepakbola PON 2012 kian menambah lara sepabola Indonesia yang tengah dilanda kisruh akibat pengurusnya rebutan pengaruh. Berharap sepakbola Indonesia segera berjaya, tentu sia-sia belaka bila sepakbola kita masih dimainkan mafia bola lewat pertaruhan angka-angka!