Indonesia sebagai negara yang berdaulat memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kesejahteraan rakyat. 72 tahun silam dua sosok proklamator menjadi penyambung lidah rakyat untuk menyerukan kemerdekaan dari penjajahan selama 350 tahun oleh Kolonial Belanda. Ir Soekarno didampingi Dr. H. Mohammad Hatta didaulat menjadi Presiden dan wakil Presiden Negara baru Indonesia. Sebagai Negara yang baru saja berdaulat Indonesia berbenah menyusun dasar-dasar Negara beserta perundang-undangannya.Â
Dr. H. Mohammad Hatta sebagai seorang yang memiliki latar belakang ekonomi memberikan sumbangsih besar merumuskan perekonomian Indonesia. Salah satu hasil pemikiran beliau dijadikan undang-undang dasar yaitu pasal 33 UUD 1945. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.Â
UUD yang diamandemen pada tahun 2002 (melalui Amandemen keempat terhadap UUD 1945) menambah Pasal 33 UUD 1945 dengan dua ayat, yaitu: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Â
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Mohammad Hatta adalah putra seorang ulama terkenal bernama Datuk Syaikh Abd al-Rahman. Beliau mendapatkan pendidikan agama dan pendidikan formal bentukan Belanda pada zaman penjajahan.Â
Bung Hatta, nama yang familiar bagi Muhammad Hatta, aktif dalam organisasi ketika masa kuliahnya di negri Belanda. Tercatat beliau aktif dalam organisasi Perhimpunan Indonesia, disana Hatta menjadi ketua umum. Setelah kembali ke Indonesia beliau mendirikan sebuah organisasi bernama PNI (Pendidikan Nasional Indonesia). Organisasi ini menjadi perjuangan bung Hatta setelah PNI (Partai Nasional Indonesia) besutan Ir Soekarno di bubarkan. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia sesuai namanya lebih fokus pada pengkaderan kualitas, salah satunya pengkajian beliau tentang ekonomi.Â
Bung Hatta memiliki pandangan jika Indonesia harus memiliki sistem ekonomi yang sesuai dengan karakter bangsa. Beliau memandang jika sistem ekonomi barat tidak sesuai dengan Indonesia yang masyarakatnya penuh kebersamaan. Sedangkan sistem ekonomi barat bertumpu pada liberalisme dan individualisme. Dari latar belakang inilah beliau merumuskan sistem ekonomi kerakyatan yang berdiri teguh pada prinsip kebersamaan.
Setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, Bung Hatta menjadi sosok yang terus memperjuangkan ideologi ekonomi kerakyatan. Gagasan tersebut akhirnya beliau tuangkan dalam UU no 33. Dalam pasal ini ditegaskan jika segala hal yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Termasuk didalamnya adalah bumi dan air maupun segala kekayan alam yang ada didalamnya. Kesejahteraan yang diharapkan sebagai wujud kemerdekaan bukanlah kesejahteraan yang didapat oleh segelintir rakyat, akan tetapi kesejahteraan yang menyeluruh. Namun yang kita lihat belakangan ini terdapat salah tafsir dari apa yang diharapkan oleh para pendahulu kita. Sebut saja permasalahan yang timbul karena penambangan batubara di Kaliamantan timur. Kaltim merupakan propinsi terkaya nomer 3 di Indonesi. Hal tersebut dikarenakan kekayaan alam yang begitu melimpah.Â
Salah satu yang paling besar memberikan sumbangsih kekayaan adalah tambang batu bara. Akan tetapi jika dilihat secara lebih teliti ternyata angka kemiskinan masihlah tinggi. Tercatat Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2017 sebanyak 220,17 ribu atau 6,19%. Jumlah ini naik 0,19% dibanding jumlah penduduk miskin Kaltim pada September 2016 lalu, sebanyak 8,93 ribu. Selama periode September 2016- Maret 2017, penduduk miskin di daerah perkotaan Kaltim naik sebanyak 4,41 ribu orang. Meskipun Kaltim merupakan penghasil batu bara terbesar di Indonesia Kaltim tetap menderita dan tidak menikmati batubara untuk konsumsi sendiri secara maksimal, semua batubara diekspor.Â
Pengelolaan SDA selama ini, hanya berbasis pada ekspor, bukan pemanfaatan dalam negeri. Hal lain, bahwa pengelolaan SDA, yang ada untuk kepentingan luar negeri, dan mengabaikan nilai-nilai lingkungan, pada akhirnya masyarakat yang merasakan akibatnya. Dari data di atas dapat dilihat bahwasannya tata kelola tambang batubara di Kaltim memang bermasalah, dimana batubara merupakan salah satu komponen penyumbang PDRB terbesar di Kaltim akan tetapi daerah dan masyarakat tidaklah menikmati hasilnya. Ini bukti nyata bahwa pengelolan pertambangan batubara di Kaltim belum maksimal untuk kepentingan rakyat, akan tetapi pengelolaan batubara di Kaltim hanyalah untuk kepentingan Negara lain/investor asing dan elit poltik Kaltim saja.Â
Selain tata kelola tambang yang belum bisa berpijak pada kepentingan rakyat, disini yang paling utama dirugikan dalam hal pemanfaatan batubara adalah masyarkat di sekitar, dimana dengan adanya pertambangan tersebut seharusnya kesejahteraan masyarkat semakin meningkat, akan tetapi yang terjadi aadalah semakin meningkatkanya kemiskinan di daerah yang sedang eksploitasi pertambangan. Hal ini yang seharusnya tidak terjadi, jika saja pertambangan yang ada dikelola oleh Negara dan daerah demi kesejateraan masyarakt maka yang terjadi bukan peningkatan kemiskinan akan tetapi kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat dan membaik.
Kurangnya pengawasan ijin pertambangan tetap menjadi isu utama. Secara total, data ESDM mengatakan terdapat 10.992 ijin dari semua jenis pertambangan di seluruh negeri. Menurut sumber yang terlibat dalam penyelidikan yang dipimpin oleh KPK, 10.922 izin ini dimiliki oleh 7.834 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 17 persen diantaranya tidak memiliki nomor pajak. Konsesi pertambangan juga bekerja di dalam kawasan hutan negara. Tumpang tindih terjadi untuk sekitar 26 juta hektar kawasan hutan yang ironisnya tidak lagi berhutan. Menurut sumber ini, ijin yang dikeluarkan ini juga mencakup 1,3 juta hektar hutan konservasi, yang sama sekali tidak diijinkan untuk pertambangan. Selain itu, izin juga mencakup lima juta hektar hutan lindung, yang secara aturan hukum terlambang untuk pertambangan terbuka.