Mohon tunggu...
Smiling Ajah
Smiling Ajah Mohon Tunggu... -

ngasal... :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Partai MeNDem (Menuju Nasional Demokrasi)

2 September 2012   22:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

*Mendem=mabuk.

Tel Er: Sad, kamu tahu nggak kalau walikota kita ini terkenal sebagai tukang mendem. Dulu dia itu suka mabuk ramai-ramai dengan warga pemuda. Nah gitu kok ternyata bisa jadi walikota ya, dari partai yang katanya pro rakyat lagi. Apakah ini artinya rakyat kita ini rakyat pemabuk ya?

Sad Ar: Hati-hati kalau ngomong Tel, itu bisa dianggap sebagai fitnah lho, apalagi kalau sampai kedengeran sama beliaunya, bisa gawat kamu.

Tel Er: Iya ya, cuman beritanya santer lho. Lha kalau memang benar, apa jadinya negara ini kalau pemimpinnya seperti itu. Terus gimana dengan partai pendukungnya? Kenapa mendukung kader seperti itu?

Sad Ar: Aduh, itu sih urusan tingkat tinggi. Kalo perkara mendem sih sudah biasalah, tahu sama tahu. Di sana kan memang tempatnya orang mendem, mendem kekuasaan, mendem kehormatan, mendem uang, pokoknya mendem apa sajalah, bahkan yang paling memalukan ya itu, mendem sex.

Tel Er: Padahal harusnya kan gak gitu ya, harusnya mereka itu adalah kumpulan orang-orang yang paling baik, paling idealis. Aku jadi teringat kalau setiap ada partai baru, pada awalnya selalu mengagung-agungkan idealismenya, yang pro rakyatlah, yang pro perubahanlah. Tetapi ujung-ujungnya setelah berkuasa ternyata sama saja, mendem semua. Nah sekarang lagi rame-ramenya partai yang baru lagi nih, Partai MeNDem, yang pidatonya berapi-api itu. Nggak tau tuh entar kalau sudah sukses masih inget nggak sama idelismenya. Kalo yang dulu-dulu sih nggak.

Sad Ar: Nggak tahu ya. Kalau aku sih sudah agak apatis, sudah mati rasa dengan pidato-pidato seperti itu. Rasanya mereka itu sedang berusaha membikin rakyat mendem, mendem ideologinya partai itu. Nah nanti kalau sudah mendem, kan mudah untuk diapa-apain gitu. Ah tapi itu kan cuman su-uzonku saja lho. Sebaiknya nggak usah kita bahas lagi ah, bisa berbahaya.

Tel Er: Ah kita kan ngomongnya bisik-bisik, pasti nggak ada yang tahu. Pasti amanlah, gak usah kuatir.

Sad Ar: Iya ya, moga-moga nggak ada yang tahu. Kamu sih pake teler segala, ngomong sembarangan nggak diatur, kenceng lagi. (Sambil tolah toleh kiri kanan terus langsung ngacir)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun