Mohon tunggu...
Rochmah Nur Azizah Putri
Rochmah Nur Azizah Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Literasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Emosi dalam Pengambilan Keputusan: Perspektif Psikologi Kognitif

6 Desember 2024   12:53 Diperbarui: 6 Desember 2024   14:01 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengambilan keputusan adalah salah satu aspek fundamental dalam kehidupan manusia. Proses ini tidak hanya terjadi dalam konteks pribadi, tetapi juga di lingkungan profesional, melibatkan berbagai tingkat kompleksitas, mulai dari pemilihan makanan hingga penyusunan kebijakan publik. Dalam psikologi kognitif, pengambilan keputusan dipahami sebagai hasil interaksi antara berbagai proses mental, seperti persepsi, memori, dan analisis informasi. Namun, peran emosi dalam proses ini sering kali dianggap kurang penting dibandingkan dengan aspek rasional, terutama dalam kerangka psikologi kognitif awal. Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa emosi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan. Emosi tidak hanya memengaruhi cara individu memproses informasi, tetapi juga berdampak pada hasil dari keputusan yang diambil. Artikel ini akan membahas dinamika emosi dalam pengambilan keputusan, mengeksplorasi peran emosi positif dan negatif, serta menjelaskan bagaimana emosi dapat berinteraksi dengan mekanisme kognitif untuk memengaruhi hasil dari keputusan tersebut.

Psikologi kognitif menempatkan pengambilan keputusan sebagai proses yang melibatkan evaluasi informasi untuk memilih opsi terbaik. Model klasik, seperti Expected Utility Theory, berasumsi bahwa individu membuat keputusan secara rasional berdasarkan manfaat maksimum yang dapat diperoleh. Model ini mengesampingkan peran emosi, menganggapnya sebagai pengganggu objektivitas. Namun, teori-teori kontemporer seperti Dual Process Theory mengajukan dua jalur utama dalam pengambilan keputusan: Sistem 1, yang bersifat intuitif dan emosional, serta Sistem 2, yang bersifat analitis dan rasional. Dalam konteks ini, emosi sering kali diasosiasikan dengan Sistem 1, yang bekerja cepat dan tidak membutuhkan banyak upaya kognitif. Misalnya, seseorang mungkin merasa cemas saat melihat pasar saham turun drastis, yang mendorong keputusan menjual saham secara impulsif, meskipun analisis rasional menunjukkan bahwa keputusan ini tidak menguntungkan.

Emosi positif, seperti kebahagiaan dan optimisme, memiliki peran yang unik dalam proses pengambilan keputusan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang berada dalam suasana hati yang baik cenderung lebih kreatif dalam memecahkan masalah serta lebih berani mengambil risiko. Selain itu, emosi positif dapat memperluas fokus perhatian, sehingga memungkinkan individu untuk mempertimbangkan berbagai informasi sebelum membuat keputusan. Namun, di sisi lain, emosi positif juga memiliki kelemahan. Terlalu banyak optimisme dapat membuat seseorang mengabaikan risiko yang ada, yang bisa membawa pada keputusan yang kurang bijaksana. Sebagai contoh, seorang investor yang terlalu percaya diri pada prospek sebuah saham mungkin akan mengabaikan sinyal-sinyal peringatan tentang kemungkinan kerugian yang akan terjadi.

Emosi negatif, seperti kecemasan, kemarahan, dan kesedihan, sering kali dipandang sebagai pengganggu dalam pengambilan keputusan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa emosi negatif juga memiliki peran adaptif. Misalnya, kecemasan dapat meningkatkan kewaspadaan dan membuat individu lebih berhati-hati dalam mengevaluasi opsi.Meskipun demikian, emosi negatif yang berlebihan dapat mempersempit fokus perhatian, membuat individu lebih cenderung mengabaikan informasi yang relevan. Dalam situasi krisis, misalnya, kemarahan dapat menyebabkan keputusan impulsif yang tidak didasarkan pada analisis rasional.

Pengambilan keputusan jarang sekali terlepas dari pengaruh emosi. Sebaliknya, emosi sering berinteraksi dengan proses kognitif, menciptakan sebuah dinamika yang kompleks. Salah satu teori yang relevan dalam hal ini adalah Affective Intelligence Theory, yang menyatakan bahwa emosi memainkan peran penting dalam membantu individu memprioritaskan informasi saat membuat keputusan. Misalnya, saat menghadapi situasi berbahaya, rasa takut dapat memusatkan perhatian seseorang pada ancaman yang paling signifikan, sehingga memungkinkan mereka untuk bertindak cepat dan efektif. Namun, jika ketakutan tersebut terlalu mendalam, individu bisa mengalami apa yang disebut cognitive freeze, di mana mereka kesulitan dalam mengevaluasi pilihan-pilihan dengan jelas.

Pemahaman tentang dinamika emosi dalam pengambilan keputusan memiliki implikasi yang luas. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kesadaran akan pengaruh emosi dapat membantu individu membuat keputusan yang lebih bijaksana. Sebagai contoh, mengenali bahwa emosi negatif seperti frustrasi dapat mempersempit fokus perhatian dapat mendorong individu untuk mengambil jeda sebelum membuat keputusan penting. Dalam konteks profesional, seperti manajemen atau kebijakan publik, memahami peran emosi dapat meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan. Pemimpin yang mampu mengelola emosi mereka sendiri dan memahami emosi tim mereka lebih cenderung membuat keputusan yang bijaksana dan diterima oleh banyak pihak.

Untuk meminimalkan dampak negatif emosi dalam pengambilan keputusan, terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan:

  • Mindfulness: Praktik kesadaran diri dapat membantu individu mengenali dan mengelola emosi mereka sebelum mempengaruhi keputusan yang diambil.
  • Reappraisal Kognitif: Mengubah sudut pandang terhadap suatu situasi dapat mereduksi dampak emosional. Sebagai contoh, melihat kegagalan sebagai peluang untuk belajar dapat mengurangi rasa takut terhadap risiko.
  • Penggunaan Waktu Tunggu: Mengambil jeda sejenak sebelum membuat keputusan penting dapat membantu mengurangi dampak impulsif yang ditimbulkan oleh emosi.
  • Mencari Perspektif Lain: Diskusi dengan orang lain dapat memberikan sudut pandang baru yang kurang dipengaruhi oleh emosi pribadi.

Dengan menerapkan strategi-strategi ini, kita dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan mengurangi pengaruh buruk dari emosi.

Dinamika emosi dalam pengambilan keputusan merupakan fenomena yang kompleks tetapi sangat relevan dalam kehidupan manusia. Dari perspektif psikologi kognitif, emosi berfungsi sebagai pedang bermata dua, yang dapat memperkaya atau mengganggu proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, memahami dan mengelola emosi adalah langkah penting menuju pengambilan keputusan yang lebih bijaksana, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks profesional.

Dalam menghadapi tantangan masa depan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menggali lebih dalam interaksi antara emosi dan kognisi. Dengan demikian, individu dapat diberdayakan untuk membuat keputusan yang tidak hanya rasional tetapi juga mempertimbangkan dimensi emosional secara konstruktif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun