Mohon tunggu...
Rochmad Widodo
Rochmad Widodo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pendidik, dan Konsultan PR

Banyak belajar dengan menulis buku biografi dan gagasan pemikiran para tokoh, profesional, dan juga pengusaha di Indonesia. Dengan harapan buku yang ditulis akan menjadi inspirasi dan daya gerak bagi pembaca untuk menjadi lebih baik dalam memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cak Imin yang Selalu Relevan dan Tidak Pernah Usang

28 Oktober 2024   17:59 Diperbarui: 31 Oktober 2024   12:40 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cak Imin bersama Aminuddin Ma'ruf dan Nusron Wahid Berseragam Komcad Saat Retreat di Lembah Tidar             Sumber: Instagram Cakiminnow

Tolok ukur keberhasilan Cak Imin menahkodai PKB dan keluar dari badai konflik internal terlihat setelah Pemilu 2014. Ia berhasil membawa PKB kembali menjadi partai 5 besar dengan memperoleh 47 kursi di DPR RI. Meski gayung pengajuan Cak Imin menjadi cawapres tidak bersambut mendampingi Jokowi, PKB berhasil menjadi salah satu partai penentu kemenangan pasangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 untuk merebut suara di kalangan warga nahdliyin. Hingga kemudian diganjar dengan 5 kader PKB masuk di Kabinet Kerja 2014-2019.

Lagi-lagi oleh para kader PKB, pada Pilpres 2019 Cak Imin didorong maju sebagai cawapres Jokowi. Dengan kiprah kepemimpinannya di partai dan pengalaman panjang di kancah perpolitikan nasional, dianggap cukup menjadi modal Cak Imin sebagai cawapres. Bahkan berbagai gerakan personal branding baru Cak Imin digerakkan besar-besaran oleh kadernya. Hingga yang semula terkenal dengan panggilan akrab Cak Imin, diubah menjadi Gus AMI yang merupakan singkatan dari Abdul Muhaimin Iskandar. Meski lagi-lagi gayung cawapres tak bersambut, Cak Imin tetap berhasil membawa PKB menjadi salah satu penentu ceruk suara nahdliyin untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Di Pileg, ia juga berhasil mengukuhkan posisi PKB menjadi partai 4 besar dengan perolehan 58 kursi di DPR RI.

Menjadi Selalu Relevan

Banyak orang menyebut dunia politik sama kejamnya dengan perang. Bahkan Mantan Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill pernah berkata, "Dalam perang, Anda hanya bisa dibunuh satu kali. Tetapi dalam politik, Anda bisa di bunuh berkali-kali." Sebagai gambaran betapa kejamnya dunia politik, dan tidak sedikit politisi tanah air yang merasakan hal itu. Namun tampaknya kata-kata itu tidak berlaku bagi Cak Imin.

Berkali-kali Cak Imin dihadapkan badai besar dalam kancah politik nasional. Banyak upaya baik dari internal maupun eksternal partai yang ingin membunuh karier politiknya. Namun tetap saja, ia terus berhasil melewati badai-badai itu, dan bahkan selalu relevan dengan konteks, kondisi, dan perkembangan zaman. Cak Imin mampu mendapat panggung untuk terus bersinar.

Termasuk ketika kegagalan menjadi cawapres yang berulang akhirnya menuai titik cerah ketika Pilpres 2024 lalu, dan berhasil digandeng sebagai cawapres pasangan Anies Baswedan. Disadari atau pun tidak, Cak Imin membawa warna tersendiri di antara para calon yang ada, dan membuat sosok Anies menjadi lebih berwarna. Gaya apa adanya dan jenaka Cak Imin khas ala santri politisi, pelan namun pasti bisa masuk di kalangan pemilih muda, bahkan bisa membumi di pergaulan anak muda pada umumnya yang bukan santri dengan program "Slepet Imin"-nya. Ia menjadi relevan di era kekinian dengan gaya khasnya.

Meski akhirnya tidak juga keluar sebagai pemenang dalam kontestasi Pilpres 2024, namun harus diakui keberadaan Cak Imin sebagai pasangan Anies sangat kuat mewarnai kampanye di tengah masyarakat. Dan tentu yang menarik, adalah kekalahan di Pilpres bagi Cak Imin tak berarti juga menjadi kekalahan partai yang dipimpinnya. Karena perolehan suara Pileg PKB naik 10 kursi dari sebelumnya, menjadi 68 kursi di DPR RI. Bahkan kemudian begitu merapat ke kubu Prabowo, juga diganjar sebagai menteri koordinator, dan PKB mendapatkan jatah hingga 3 menteri dan 1 wakil menteri.

Seorang antropolog dan peneliti bidang ekologi manusia, John William Bannet (1996) mengatakan, "adaptasi adalah suatu mekanisme penyesuain yang dimanfaatkan manusia sepanjang kehidupannya." Dalam konteks di percaturan politik, adaptasi merupakan sebuah keniscayaan yang penting dilakukan untuk bisa survive. Itu pun sejatinya juga dilakukan semua politisi di mana saja. Namun bedanya politisi handal dan tidak, adalah bagaimana cara mereka beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang kemudian menentukan posisi daya tawar mereka.

Dalam hal ini langkah Cak Imin bagaimana bisa terus menjadi relevan di setiap masa dan tidak pernah usang, sebagai seorang santri dan kader NU, bisa dibaca melalui prinsip siyasah ala nahdliyin. Setidaknya ada tiga kaidah usul fiqh yang dipegang warga NU dalam berpolitik khususnya untuk meminimkan risiko, yaitu: Pertama, dar al-mafasid muqaddam ala jalb al-mashalih, artinya menghindari bahaya diutamakan dari pada melaksanakan kebaikan. Kedua, bila dihadapkan oleh dua bahaya atau lebih, maka pilihlah satu yang resikonya paling kecil (akhhaffud-dararain), dan ketiga, bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain atau memunculkan bahaya lain.

Tiap langkah Cak Imin di perpolitikan nasional, tidak terlepas dari tiga kaidah itu. Termasuk di antaranya merapat ke kubu Prabowo sang rival pasca kalah dalam kontestasi Pilpres 2024, yang dilakukan apik oleh Cak Imin dengan prinsip dan nilai-nilai NU, seperti tasammuh (toleran), tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), dan 'adalah (adil), hingga membuat semua pihak menjadi nyaman.

Membuahkan Kemaslahatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun