Mohon tunggu...
Rochim
Rochim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance journalist.

Hobi naik gunung.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film: Rumah Masa Depan (2023)

15 Desember 2023   11:50 Diperbarui: 15 Desember 2023   12:20 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengadaptasi sinetron berjudul sama yang pernah tayang di TVRI pada tahun 1984, Rumah Masa Depan mempersembahkan kesederhanaan sebagai sebuah obat penawar rindu pada "drama rumah" yang mengutamakan nilai-nilai kekeluargaan, sebagaimana tergambar dalam berbagai tontonan era lampau.

Tentu saja, terdapat efek samping dari pendekatan ini. Kemiripan dengan produk-produk masa lalu memberikan nuansa usang pada beberapa sudut pandang. Sebagai contoh, keengganan untuk memotret Sukri (Fedi Nuril) sebagai seorang pria bermasalah terungkap saat ia berulang kali mengabaikan opini keluarganya, terutama sang istri, Surti (Laura Basuki), dalam mengambil keputusan.

Meskipun demikian, di tengah arus film Indonesia yang melihat rumah sebagai properti semata, Rumah Masa Depan dengan perspektifnya yang klasik cenderung meromantisasi, memandang rumah sebagai tempat istimewa yang dihiasi oleh beragam kenangan. Pada awal film, ketika musik mendayu karya Andhika Triyadi menyertai gerakan kamera yang memotret sudut-sudut kediaman protagonis kita, konsep ini semakin terasa.

Mengikuti permintaan kedua anak mereka, Bayu (Bima Azriel) dan Gerhana (Ciara Nadine Brosnan), Sukri dan Surti sepakat untuk pergi berlibur, sebuah upaya untuk melepas penat di tengah kesulitan pekerjaan masing-masing. Omset toko sayur Sukri menurun, sementara Surti, yang berubah menjadi seorang YouTuber setelah memenangkan kompetisi memasak di televisi, mengalami kesulitan mendongkrak popularitas video-videonya.

Namun, kabar duka tiba. Pak Musa (Cok Simbara), ayah Sukri, meninggal dunia, dan liburan mereka berubah menjadi perjalanan ke desa Cibeureum, kampung halaman Sukri. Di sana, konflik lama antara Bu Musa (Widyawati) dan menantunya, Sukri, kembali memanas.

Rumah Masa Depan. (dok. Mizan/Max Pictures via IMDb)
Rumah Masa Depan. (dok. Mizan/Max Pictures via IMDb)
Konflik lain muncul, mulai dari hal ringan seperti upaya Bayu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru hingga masalah yang kompleks seperti gangguan dari mafia sayur yang membuat petani kesulitan menjual hasil panen mereka. Bahkan misteri di balik pemukulan terhadap Pak Kades (Budi Dalton) juga menarik Bu Musa ke dalamnya.

Sebenarnya, tumpukan subplot ini, yang seolah membentuk satu musim serial tersendiri, mungkin melenceng dari tujuan Rumah Masa Depan untuk tetap sederhana. Oleh karena itu, tidak semuanya terungkap sepenuhnya, termasuk permasalahan mengenai keterlibatan Bu Kades (Yurike Prastika) dalam permainan harga sayuran yang tidak mendapatkan konklusi yang memuaskan.

Beruntung, Danial Rifki (sutradara dan penulis naskah) yang duduk di kursi sutradara memiliki kemampuan bercerita yang apik. Subplot yang kompleks tetap tertata rapi, tidak pernah terasa kacau, dan pengaturan tempo ceritanya membawa kenyamanan bagi penonton. Pendekatan penyutradaraan yang fokus pada menjaga kestabilan tanpa perlu berlebihan dalam pamer gaya sejalan dengan semangat kesederhanaan film ini.

Rumah Masa Depan. (dok. Mizan/Max Pictures via IMDb)
Rumah Masa Depan. (dok. Mizan/Max Pictures via IMDb)
Para pemain juga memberikan penampilan yang memikat. Ciara Nadine Brosnan kembali mencuri perhatian sebagai bocah yang lucu dengan tingkah laku nyelenehnya, sementara duet Laura Basuki dan Widyawati tidak hanya piawai dalam menyajikan nuansa serius tetapi juga mampu menghadapi komedi dengan luar biasa. Kolaborasi keduanya mencapai puncaknya dalam adegan berlatar kamar mandi menjelang akhir film.

Di sinilah Rumah Masa Depan menyampaikan pesan utamanya, bahwa keluarga seharusnya saling menyayangi dan memahami. Bicarakanlah saat masalah timbul, dan jangan ragu untuk meminta maaf jika kita melakukan kesalahan. Pesan ini sederhana, namun apakah keluarga seharusnya tidak seperti itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun