Teori patronase adalah konsep yang menjelaskan bagaimana kekuasaan dibagi-bagikan setelah seorang pemimpin politik berhasil meraih posisi penting, seperti presiden. Dalam politik demokratis, patronase menjadi salah satu cara efektif untuk mempertahankan dukungan politik dengan memberikan imbalan berupa jabatan, posisi strategis, atau sumber daya lainnya kepada individu atau kelompok yang telah mendukung kemenangan pemimpin tersebut. Jean-Franois Bayart, seorang ilmuwan politik, pernah mengatakan, "Politik patronase adalah seni membagi kue kekuasaan." Ungkapan ini menggambarkan bagaimana kekuasaan tidak didistribusikan berdasarkan kompetensi semata, tetapi juga melalui loyalitas politik.
Dalam praktik patronase, jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan, seperti menteri, kepala lembaga negara, dan posisi strategis lainnya, diberikan kepada orang-orang yang merupakan bagian dari koalisi politik atau pendukung dekat sang pemimpin. Tujuan utama dari pemberian jabatan ini adalah untuk menjaga stabilitas politik dan loyalitas dari para sekutu. Partai-partai yang mendukung presiden dalam kampanye biasanya mendapat jatah di kabinet atau posisi pemerintahan lainnya sebagai bentuk "balas jasa" politik.
Namun, meskipun patronase sering dianggap sebagai cara untuk menjaga koalisi politik tetap solid, ada sisi gelap dari praktik ini. Patronase sering mengesampingkan prinsip meritokrasi, di mana orang yang menduduki jabatan tidak dipilih karena kompetensi atau pengalamannya, melainkan karena kedekatan politik. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas pemerintahan dan meningkatkan risiko korupsi. Jabatan yang seharusnya diisi oleh individu yang berkompeten malah diberikan kepada mereka yang lebih loyal secara politik, tanpa memperhatikan apakah mereka memiliki kapasitas yang memadai untuk menjalankan tugasnya.
Di Indonesia, praktik patronase tidak asing lagi. Dalam setiap pemilihan presiden atau kepala daerah, sering kali kita melihat pembagian jabatan di kabinet atau di lembaga pemerintahan kepada para pendukung dan anggota koalisi politik. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan stabilitas pemerintahan, namun juga menuai kritik karena sering kali mengabaikan prinsip-prinsip good governance.
Pada akhirnya, politik patronase menunjukkan bagaimana kekuasaan dan loyalitas saling terkait dalam sistem politik demokratis. Seperti yang sering dikatakan, "politik adalah seni kompromi," dan dalam hal ini, patronase menjadi salah satu kompromi terbesar untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H