Mohon tunggu...
Roby Martin
Roby Martin Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Paruh Waktu

Penulis Buku Sepi-Ritual, Galau Inside dan Ngerasa Paling Hijrah dan Suka Nyebelin | robymartin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secercah Hidayah dari Seorang Pemabuk

21 Agustus 2024   07:40 Diperbarui: 21 Agustus 2024   07:41 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah malam yang dingin, Sandi berdiri di depan sebuah warung kecil di pinggiran kota, mencoba menghangatkan diri dengan secangkir kopi hitam. Langit malam begitu kelam, hanya ditemani sedikit bintang yang berkelip redup. Hatinya yang resah membuatnya sulit tidur malam ini. Berbagai masalah yang menghimpit hidupnya terasa semakin berat. Sandi selalu bertanya-tanya: Mengapa hidup terasa begitu sulit? Mengapa Tuhan seolah-olah tidak mendengar doanya?

Saat itulah, seorang pria tua dengan langkah gontai muncul dari kegelapan. Bau alkohol menyengat tercium jelas ketika pria itu semakin mendekat. Sandi segera mengenali sosok itu---Pak Usman, pria yang terkenal sebagai pemabuk di kampungnya. Orang-orang sering menghindar jika bertemu dengannya, tapi malam ini, entah mengapa, Sandi merasa enggan berpaling.

"Kenapa, Ndre? Kayaknya lagi banyak pikiran?" tanya Pak Usman sambil tersenyum tipis, meskipun jelas-jelas dia sedang dalam keadaan mabuk.

Sandi terkejut, tak menyangka pria itu bisa menyadari kegundahannya. "Nggak ada apa-apa, Pak. Cuma lagi mikirin hidup aja, kenapa kayaknya susah terus," jawab Sandi, berusaha untuk tidak terlalu menunjukkan kegelisahannya.

Pak Usman tertawa kecil. "Hidup itu memang susah, Nak. Kalau gampang, semua orang udah pada senang sekarang," katanya dengan nada santai. Dia duduk di sebelah Sandi, tanpa meminta izin, lalu meneguk minuman keras dari botolnya. "Tapi, pernah nggak kamu mikir, bahwa kita nggak perlu hidup sempurna untuk berbuat baik?"

Sandi menatap pria tua itu dengan alis terangkat. Dia tak menyangka akan mendengar kalimat semacam itu dari seorang pemabuk. "Maksud Bapak?"

Pak Usman meletakkan botolnya, lalu menatap lurus ke depan, seakan-akan berbicara kepada seseorang yang tak terlihat. "Lihat aku, Sandi. Aku ini pemabuk. Orang-orang ngeliat aku nggak lebih dari sampah masyarakat. Tapi, tahu nggak? Aku nggak pernah berhenti buat berbuat baik. Ya, mungkin aku nggak bisa berhenti minum, tapi aku selalu bantu orang-orang kalau mereka butuh bantuan. Agama apapun yang kamu anut, itu nggak penting kalau kamu nggak berbuat baik. Kita ini cuma manusia, Nak. Manusia itu nggak ada yang sempurna."

Sandi terdiam, mencerna kata-kata pria tua itu. Dalam keadaan mabuk pun, kata-kata Pak Usman terasa begitu jujur, begitu tulus. Dia tidak berbicara dengan kesan menggurui, tapi lebih kepada sebuah pengakuan yang sederhana. Mungkin memang benar, pikir Sandi, kebaikan itu bisa datang dari mana saja, bahkan dari seseorang yang paling kita pandang rendah sekalipun.

"Bapak benar," kata Sandi akhirnya. "Kadang kita lupa, yang penting itu bukan seberapa sempurna kita hidup, tapi seberapa baik kita memperlakukan orang lain."

Pak Usman tersenyum, kali ini lebih lebar. "Nah, itu dia. Hidayah itu bisa datang dari mana aja, Nak. Tuhan bisa kasih kita petunjuk lewat hal-hal yang kita nggak pernah duga. Termasuk lewat pemabuk kayak aku ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun