Dani duduk di teras rumahnya, menatap kosong ke arah jalan yang sepi, sementara secangkir kopi dingin di tangannya nyaris tak tersentuh. Hatinya terasa berat, seolah terhimpit oleh beban yang tak terlihat. Seberapa keras pun ia mencoba, ada saja hal yang membuatnya merasa hidupnya jauh dari sempurna. "Kenapa semuanya nggak pernah berjalan sesuai rencana?" gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Beberapa bulan terakhir telah mengajarkannya banyak hal. Pekerjaan yang dulu ia impikan, kini terasa menyesakkan. Tekanan dari atasan, target yang tak pernah habis, dan rasa lelah yang tak kunjung hilang membuat Dani sering kali merasa hancur. Ditambah lagi, hubungan persahabatan yang ia jaga selama bertahun-tahun mendadak renggang hanya karena kesalahpahaman kecil. Seolah-olah, hidupnya sedang diuji dari segala arah.
Namun, di tengah semua kekacauan itu, Dani perlahan mulai menyadari sesuatu. Hidup ini memang tidak pernah dirancang untuk sempurna. Kesempurnaan hanya ada dalam bayangan, sebuah ilusi yang terus dikejar tetapi tak pernah bisa diraih. "Mungkin memang ini hidup yang sebenarnya," pikirnya. Tidak ada jalan yang lurus tanpa hambatan, tidak ada rencana yang berjalan mulus tanpa kendala.
Ia pun mulai melihat bahwa setiap masalah yang muncul, setiap kegagalan dan kekecewaan, hanyalah bagian dari perjalanan. Seperti halnya secangkir kopi yang kadang terasa pahit, begitulah hidup, penuh dengan rasa yang tak selalu manis. Tapi di situlah letak keindahannya. Dani belajar bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari mencapai kesempurnaan, melainkan dari menerima ketidaksempurnaan itu sendiri.
Hidup ini naik turun, pikirnya. Kadang membawa kebahagiaan, kadang membawa kesedihan. Tapi di antara semua itu, selalu ada pelajaran yang bisa dipetik.Â
Menghela napas panjang, Dani menyesap kopi dinginnya. Meski rasanya sudah tidak lagi nikmat, ada kehangatan yang tetap tersisa, mengingatkannya bahwa di setiap momen, selalu ada sesuatu yang bisa disyukuri.
"Hidup nggak pernah sempurna, dan itu nggak apa-apa," Dani berbisik pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan hati yang mulai menerima kenyataan itu. Sebab dalam ketidaksempurnaan, ada kekuatan untuk terus maju, untuk terus belajar, dan untuk menerima diri sendiri apa adanya.
Di bawah langit yang semakin gelap, Dani tersenyum kecil. Ia mungkin belum punya semua jawaban, tetapi setidaknya, ia tahu bahwa hidup ini, dengan segala ketidaksempurnaannya, tetap layak dijalani. Dan itu sudah cukup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI