[caption caption="Jakarta | Dokpri"][/caption]Pemilihan Gubernur DKI jakarta adalah pemilihan kepala daerah paling menarik di Republik Indonesia ini, hal tersebut disebabkan karena DKI Jakarta adalah Ibu kota Indonesia dan sebagai Ibu Kota sudah sepatutnya moment pemilihan Gubernur menjadi hal yang cukup menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Ada beberapa isu kandidat yang nantinya meramaikan event akbar ini nama-nama kandidat pesaing Ahok antara lain ri Rismaharini, Ridwan Kamil, Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, Bupati Bojonegoro Suyoto, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Ahmad Dhani, Adhyaksa Dault, Haji Lulung DLL.Â
Namun pada seiring berjalnnya waktu hanya beberapa kandidat saja yang akhirnya memberanikan diri menantang Ahok yaitu Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Ahmad Dhani, Adhyaksa Dault, dan Haji Lulung. para penantang Ahok pada Pilgub DKI Jakarta 2017 sudah memiliki prestasinya dibidang masing-masing mereka semua juga adalah orang-orang yang sudah pakar dan menjadi legenda di bidangnya. namun apakah mereka cukup bersaing dan mampu mengalahkan Ahok pada Pilgub 2017? jawabannya belum tentu mereka mampu mengalahkan elektabilitas dari seorang Ahok. walaupun mereka memiliki kemampuan yang baik pada kariernya masing-masing namun mereka belum terbukti mampu memimpin sebuah daerah, berbeda jika yang positif maju untuk Pilgub DKI Â Seorang Tri Rismaharini atau Ridwan Kamil mereka adalah tokoh yang sudah terbukti mampu membangun dan memajukan daerahnya masing-masing dan sudah terbukti sangat baik dengan sering terpilihnya mereka berdua dalam ajang penghargaan walikota terbaik dunia ataupun penghargaan - penghargaan nasional dan internasional.
Jika melihat fenomena Pilgub DKI saya jadi teringat Pemilihan Walikota Tangerang Selatan. saya rasa kasusnya mirip-mirip dengan apa yang dialami oleh Wali kota terpilih yaitu Airin Rachmi Diany, masyarakat Tangsel pada saat itu memilih Airin dikarenakan masyarakat melihat kerja nyatanya disaat beliau memimpin Kota Tangsel, walaupun banyak kasus yang menghinggapi Airin dari kasus korupsi Suaminya dan Kakak Iparnya masyarakat Tangsel tidak melihat hal tersebut sebagai alas an untuk tidak memilihnya kembali sebagai Walikota. Hal ini terbukti dari hasil pemilihan umum Airin mendapat 86,2% suara. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena pasangan pesaingnya adalah orang baru dan tidak pernah memiliki pengalaman memimpin suatu daerah, mereka hanya berlatarbelakang politisi dan pengusaha saja dan selama berkampanye mereka hanya berfokus untuk menjatuhkan Walikota terdahulu bukannya berfokus kepada pembangunan Tangsel.
Hal ini yang dialami oleh Pilgub DKI Jakarta, pasangan – pasangan pesaing Ahok hanya berfokus untuk mengalahkan Ahok menjual Citra dan Mengumbar Aib lawannya, mereka tidak berfokus pada pembangunan DKI Jakarta, hal-hal yang positif guna membuat rakyat Jakarta dapat hidup jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal ini yang membuat para pesaing Ahok sebenernya terlihat lemah dan tidak mempengaruhi elektabilitas dan popularitas dari seorang Ahok. Karena masyarakat Jakarta pintar-pintar semakin Ahok disabotase semakin popular dia dimata masyarakat.
Apalagi ada beberapa calon yang bermodalkan popularitas saja tidak didukung dengan skill leadership yang mumpuni dan pengetahuan tentang birokrasi yang baik. Bahkan ada tokoh premanisme yang berani maju karena bermodalkan kenalan-kenalan preman, mau jadi apa Jakarta jika jatuh ketangan orang seperti ini? Saya yakin bukan masalah sosial masyarakat yang mereka selesaikan tapi masalah perut mereka pribadi yang akan mereka utamakan.
Apalagi Ahok berencana maju sebagai calon independent yang berati Ahok maju mencalonkan dir sebagai seorang Gubernur tanpa usungan dari partai politik mana pun. Hal tersebut bisa terjadi karena semakin apatisnya dan muaknya masyarakat dengan sebuah partai politik hal tersebut mungkin menurut pandangan seorang Ahok akan menghambat kinerjanya kelak jika memimpin kembali. Seperti kasus dengan partai gerindra Ahok lebih baik keluar dari pada harus diatur dan di setir oleh partai politik yang berakibat tidak maksimalnya kinerja saat memimpin dan membangun kota Jakarta.
Ahok merupakan sebuah fenomena positif di Jakarta, bayangkan saja kepemimpinan Gubernur-Gubernur sebelumnya yang hanya membuat Jakarta semakin hancur. Sosok Ahok seperti halnya Legenda Jakarta Ali Sadikin yang mampu membangun Jakarta dengan hatinya bukan dengan nafsu serakahnya. Pilgub Dki Jakarta adalah suatu hal yang fenomenal, banyak sekali pemimpin-pemimpin daerah saat ini terinspirasi oleh kinerja yang dilakukan oleh Ahok. Sudah saatnya memang Jakarta berbenah diri bangkit dari keterpurukan selama ini dan mampu bersaing dengan ibu kota – ibu kota Negara lain saya berharap siapa pun Gubernurnya Jakarta harus lebih baik lagi. amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H