Mohon tunggu...
Roby Irzal Maulana
Roby Irzal Maulana Mohon Tunggu... Petani - Penulis

Follow My Instagram @ Roby_Irzal_Maulana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Wibu

13 Februari 2024   07:39 Diperbarui: 13 Februari 2024   07:44 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Budaya "wibu" atau "weeaboo" telah menjadi fenomena yang signifikan dalam budaya populer, terutama di kalangan penggemar budaya pop Jepang di luar negeri. Istilah ini pertama kali muncul di internet pada awal tahun 2000-an dan telah berkembang menjadi istilah yang mendeskripsikan seseorang yang secara obsesif tertarik pada budaya pop Jepang, terutama manga (komik), anime (animasi), dan permainan video Jepang. Asal usul dan evolusi istilah "wibu" menunjukkan perubahan dalam persepsi dan penerimaan budaya pop Jepang di tingkat global.

  1. Asal Kata: Istilah "wibu" berasal dari bahasa Jepang "weeaboo", yang mungkin merupakan modifikasi dari kata "wapanese" (Japanese wannabe) atau "weeaboo". Awalnya, istilah ini muncul dalam forum-forum internet dan media sosial sebagai istilah yang digunakan untuk menyebut individu yang mengidolakan budaya Jepang secara berlebihan, bahkan sampai pada tingkat yang mengganggu.

  2. Evolusi Konsep: Seiring berjalannya waktu, konsep "wibu" mengalami evolusi dan penggunaannya mulai meluas di kalangan komunitas penggemar budaya pop Jepang. Istilah ini tidak hanya merujuk pada individu yang mengagumi budaya Jepang, tetapi juga mencakup stereotip dan perilaku tertentu yang sering kali disertai dengan obsesi yang berlebihan dan kurangnya pemahaman yang mendalam tentang budaya Jepang itu sendiri.

  3. Ciri-ciri "Wibu": Beberapa ciri yang sering dikaitkan dengan "wibu" termasuk kecenderungan untuk memakai pakaian atau aksesori yang terinspirasi oleh karakter anime, menggunakan frasa dan kata-kata Jepang dalam percakapan sehari-hari, serta menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk menonton anime, membaca manga, atau bermain permainan video Jepang. Selain itu, "wibu" juga sering kali terlibat dalam subkultur internet yang didedikasikan untuk budaya pop Jepang.

  4. Penerimaan dan Kritik: Budaya "wibu" telah menjadi subjek penerimaan dan kritik di masyarakat. Di satu sisi, beberapa orang menganggapnya sebagai cara yang menyenangkan dan ekspresif untuk mengekspresikan minat mereka terhadap budaya Jepang. Di sisi lain, ada yang mengkritiknya karena dianggap sebagai bentuk apropriasi budaya yang tidak menghormati, stereotipis, atau bahkan mengganggu.

  5. Dampak Globalisasi: Fenomena "wibu" adalah contoh nyata dari bagaimana globalisasi telah memungkinkan pertukaran budaya yang luas di seluruh dunia. Melalui internet dan media sosial, penggemar budaya pop Jepang dari berbagai belahan dunia dapat terhubung dan berbagi minat mereka, yang pada gilirannya memperkuat dan memperluas pengaruh budaya pop Jepang di tingkat global.

Dalam kesimpulan, budaya "wibu" adalah fenomena yang kompleks yang mencerminkan dampak globalisasi dalam menyebarkan dan menginterpretasikan budaya populer dari satu negara ke negara lainnya. Meskipun kontroversial dalam beberapa aspeknya, budaya "wibu" tetap menjadi bagian yang penting dalam peta budaya pop dunia saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun