Mohon tunggu...
Kevin Robot
Kevin Robot Mohon Tunggu... -

Learning to write. And yeah, I write my thoughts, not appeasements to you.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyikap Denominasi: Sebuah Permenungan di Hari Minggu

23 April 2017   12:16 Diperbarui: 23 April 2017   22:00 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Damai di hati.

Istilah “denominasi” mungkin kurang umum bagi para non-Kristen, tetapi mungkin secara kasar, istilah ini dapat diartikan dengan kata “aliran”, atau “mazhab”. Denominasi dalam Kekristenan, khususnya Kristen Protestan, terhitung banyak sekali jumlahnya. Mungkin kita mendengar nama-nama denominasi seperti Pentakosta, Kharimastik, Calvinisme, Luteranisme, Baptis, dan lain-lain. Tak hanya aliran, denominasi juga mencakup suatu nomenklatur gereja. Artinya, nama GPdI, GMIM, GBI, GTI, dan gereja lainnya merupakan denominasi. Hal ini berakibat pada banyaknya jumlah dan variasi dalam karakteristik dalam gereja-gereja Kristen di dunia.

Keberagaman denominasi ini disebabkan oleh salah satu doktrin yang dikemukakan oleh Johannes Calvin, salah satu tokoh besar dalam Protestantisme, yakni “Priesthood of all believers” (Imamat umum orang percaya). Doktrin ini memberikan implikasi bahwa jemaat awam pun dapat memberikan tafsirannya kepada sesama jemaat bahkan kepada pemimpin agama dikarenakan otoritas yang sama antara jemaat dan pendeta dalam penafsiran kitab suci. Jadi, yang membedakan jemaat dan pendeta, dalam hal ini, adalah pengetahuan teologis dan iman masing-masing. Tambahan pula, hal ini menyebabkan perbedaan tafsiran antarpendeta dan antarjemaat dan membentuk aliran sendiri, dan gereja sendiri.

Banyaknya jumlah denominasi yang ditandai dengan banyak ragam gereja yang bertebaran di dunia pastilah membingungkan kita semua. Bingung dalam hal ini menyangkut kepada keaslian dan kebenaran iman Kristen dalam aliran yang kita ikuti. Keberagaman seperti ini tidak perlu dirisaukan, malah kita dapat melihatnya sebagai sifat alami manusia yang berbeda-beda dan beragam dalam cara berpikirnya. Dengan lain perkataan, kita dapat menganalogikan keberagaman denominasi dengan keberagaman budaya yang memiliki sistem pemikiran yang berbeda satu sama lain.

Namun, yang meresahkan adalah ketika suatu denominasi mengatakan bahwa dia sendiri yang paling benar yang memicu pernyataan bahwa yang lainnya adalah salah. Selain itu, sering kali kita mendengar bahwa suatu denominasi dikatakan kurang mengikuti zaman baik dari musik, khotbah, pemikiran, hingga fasilitas bila dibandingkan dengan denominasi tertentu.

Tak dapat dipungkiri, kita mendengar berbagai alasan mengapa teman-teman kita masuk suatu gereja tertentu, mulai dari musiknya yang modern, khotbah yang menyentuh hati, paduan suara yang indah, lokasi yang dapat dijangkau, bahkan terdapat juga alasan seperti mengejar calon pasangan tertentu, ingin sekadar “mencuci mata”, dan hanya mengikuti perintah orang tua. Menurut penulis, alasan atau motivasi yang dimiliki oleh orang-orang dalam memasuki suatu gereja tertentu tidak perlu dihakimi atau dihardik, selama para jemaat tetap memusatkan imannya dan kepercayaannya kepada Yesus Kristus. Pemusatan iman kita menjadi penting karena semulia apa pun motivasi kita dalam menjadi jemaat di suatu gereja, tetapi apabila kita tidak memercayai Keilahian Yesus dan tidak menerima Yesus sebagai juru selamat, maka tamatlahkita. Jadi, kita tidak perlu merasa takut dihakimi jemaat lain, selama iman kita kepada Tuhan berada dalam jalan yang benar karena inti dari Kekristenan adalah Keilahian Yesus dan kepercayaan kita kepada-Nya.

William James, dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, menyatakan bahwa hal beragama merupakan kebutuhan manusia yang sering kali tidak disadari oleh kita, dan pengungkapan kebutuhan tersebut dapat bermunculan secara berlainan. Lalu, kepercayaan akan suatu keberadaan yang lebih tinggi dinilai cederung subjektif dan relatif, tetapi selama kepercayaan tersebut memberi kita penghiburan rohani, keberanian dalam hidup, perasaan damai, kasih pada sesama, maka kepercayaan tersebut akan menjadi berguna bagi kita. Pengalaman-pengalaman agama yang sering kita lihat, dengar atau bahkan rasakan, juga bersifat individual, artinya tidak dapat terjadi kepada manusia secara universal. Kita tidak usah “iri” kepada orang atau denominasi tertentu, atau bahkan merendahkan aliran lain, karena selama kita merasa ada damai, kasih, dan menerima iman dan kepercayaan yang benar kepada Yesus, maka tidak ada denominasi yang lebih tinggi atau rendah dari yang lain. Semua adalah sama, tetapi tak serupa.

Dengan demikian, dalam konteks Kekristenan, kita tidak apa-apa untuk mengikuti suatu denominasi tertentu selama pusatnya adalah Yesus sebagai kepala gereja. Bukannya kasih Allah begitu besar hingga mengaruniakan Anak-Nya, Yesus, yang tunggal, supaya kita yang percaya tidak binasa, tapi hidup kekal bersama-Nya? (Yohanes 3:16)

“Extra Iesum Nulla Salus.”

Shalom.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun