Apa yang terlintas di dalam pikiran anda ketika mendengar istilah guru BK ? Ada sesuatu yang bermasalah atau malah ada kabar gembira ? Kebanyakan orang, mendengar istlah "guru BK" pasti langsung berpikir suatu masalah telah terjadi.Â
Pada zaman dahulu, dipanggil oleh guru BK merupakan suatu aib yang memalukan. Ketika seorang siswa selesai menemui guru BK, siswa yang lain pasti akan langsung berpikiran bahwa si anak tersebut mempunyai masalah. Bahkan, dalam percobaan yang saya lakukan, dari 40 siswa yang ditanya tentang guru BK, lebih dari 50% dari siswa tersebut langsung memikirkan tentang adanya masalah. Tapi, apakah peran guru BK hanyalah mengurusi masalah atau anak-anak yang mendapatkan masalah saja ?
Istilah guru BK (Bimbingan Konseling) dapat kita temui pada jenjang pendidikan SMP/MTs atau SMA/MA. Namun, beberapa sekolah tingkat SD juga memiliki yang namanya guru BK. Istilah guru BK pada awalnya muncul di negara Amerika dengan sebutan School Counselor(Konselor Sekolah). Di Indonesia, pada mulanya dikenal dengan sebutan guru BP (Bimbingan Penyuluhan). Kemudian seiring berjalannya waktu, karena dalam konteks tugas istilah "konseling" lebih tepat daripada "penyuluhan", maka namanya pun dirubah menjadi guru BK (Bimbingan Konseling).
Adanya guru BK bukan semata-mata karena ada undang-undang yang mewajibkan setiap sekolah/madrasah harus memiliki guru BK di dalam lembaganya. Namun, dengan adanya guru BK diharapkan para peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya lebih optimal dan dapat melakukan tugas-tugas perkembangan yang harus mereka selesaikan. Adapun tugas dari guru BK itu sendiri dapat diketahui dari arti yang terkandung dalam istilah bimbingan dan konseling tersebut.
Menurut Peters dan Shertzer, bimbingan adalah proses membantu suatu individu untuk memahami diri dan dunia mereka sendiri sehingga mereka dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki (Sofyan S. Willis, Â 2004). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Dengan kata lain dapat disimpulakn bahwa bimbingan adalah proses membantu suatu individu (dalam hal ini siswa) dalam rangka upaya agar mereka memahami diri dan dunia mereka sendiri sehingga mereka dapat memanfaatkan potensi mereka secara optimal.
Kemudian, istilah konseling menurut Jones (1950) adalah kegiatan mengumpulkan fakta dan semua pengalaman siswa kemudian difokuskan kepada masalah tertentu untuk selanjutnya diatasi sendiri oleh siswa. Lalu, Shertzer dan Stone juga menjelaskan bahwa konseling adalah interaksi antara dua individu (pihak) yang disebut konselor dan klien yang terjadi di dalam suasana yang profesional. Jadi, dapat diketahui konseling adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara dua pihak yang membahas suatu permasalahan yang dimiliki oleh klien (dalam sekolah yaitu siswa) yang mana nantinya permasalahan tersebut tetap akan diselesaikan oleh pihak klien.
Dari banyak pengertian diatas, dapat kita ketahui bahwa tugas guru BK adalah membimbing dan berusaha memberikan masukan kepada siswa. Guru BK tidak akan menyelesaikan masalah yang dimiliki oleh siswa tetapi para siswa akan menyelesaikan masalah mereka sendiri namun dengan masukan dari guru BK. Tetapi, apakah guru BK hanya bertugas menangani siswa yang bermasalah ?
Dari beberapa pengertian yang sudah dijelaskan, guru BK juga bertugas untuk membantu para siswa memahami diri mereka sendiri sehingga mereka dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki secara maksimal. Dengan kata lain, siswa yang memiliki keunggulanpun juga berhak mendapatkan bimbingan guru BK meskipun mereka sedang tidak berada dalam masalah.
Namun, fakta menyebutkan kebanyakan guru BK hanya mengurusi siswa yang bermasalah saja. Akibatnya, siswa yang memiliki keunggulan tidak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan akhirnya hanya berada pada level itu saja. Para siswa juga kadang melakukan kesalahan. Karena sosok guru BK yang hanya bertugas ketika ada masalah saja, para siswa menjadi enggan "berteman" dengan guru BK. Dalam masalah seperti ini, guru BK seharusnya peka dengan berusaha memangkas jarak hubungan dengan para siswa sehingga mereka tidak akan enggan untuk menceritakan apapun yang berada dalam pikirannya.
Selain itu, guru BK juga perlu untuk banyak berkomunikasi dengan pihak keluarga siswa. Siswa berada dalam lingkungan sekolah tidak lebih dari 10 jam setiap hari. Oleh karena itu, guru BK perlu berkomunikasi dengan keluarga siswa agar masukan yang akan diberikan oleh guru BK dapat lebih sesuai dengan masalah yang dihadapi para siswa. Jika ini semua dilakukan oleh guru BK, maka para murid akan lebih lebih terbuka dan sosok guru BK dimata siswa akan berubah dari "sumber masalah" menjadi "sumber solusi".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H