Â
 Pernikahan pada usia muda seringkali menjadi perdebatan hangat di berbagai belahan dunia. Di beberapa budaya, pernikahan di usia muda dianggap sebagai bagian dari tradisi, sementara di tempat lain, hal ini sering menjadi bahan diskusi mengenai dampaknya terhadap kehidupan individu, terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan. Artikel ini akan membahas bagaimana pernikahan di usia muda dapat mempengaruhi kedua aspek tersebut.
Pendidikan Terputus
Dampang yang paling nyata dari pernikahan pada usis muda adalah terputusnya Pendidikan. Remaja yang menikah di usia muda (belum matang) umumnya harus meninggalkan bangku sekolah untuk lebih berfokus kepada peran baru merka sebagai istri (ibu) dan suami (ayah). Â Padahal, Pendidikan adalah kunci untuk membuka peluang masa depan yang lebih baik untuk keluarga yang akan di bangun oleh dua insan.
Mengapa Pendidikan bisa terputus? Karena,
- Â Adanya tanggung jawab keluarga yang baru seperti bisa jadi mengurus rumah tangga dan anak anak membutuhkan waktu dan peran orang tua yang cukup besar.
- Â Tekanan sosial seperti lingkungan sekitar mungkin tidak mendukung untuk melanjutkan Pendidikan.
- Keterbatasan ekonomi seperti keluarga baru seringkali memiliki keterbatasan finansial yang membuat sulit untuk melanjutkan studi.
Hal tersebut memiliki dampak buruk pada Kesehatan, baik fisik maupun mentalnya. Kesehatan fisik seperti risiko kehamilan dini, Kesehatan reproduksi, dan gizi buruk. Keshatan mental seperti depresi dan kecemasan, kekerasan dalam rumah tangga. Dampak kasus yang sering terjadi kepada masalah pernikahan dini adalah kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia kasus kekerasan rumah tangga menduduki peringkat, pada tanggal 1 Januari hingga 14 Agustus 2024 mencatat total 15.490 kasus kekerasan.
Menuru Menteri PPPA mengungkapkan bahwasannya dalam tiga tahun terakhir, angka perkawinan anak menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada tahun 2021, angka tersebut menurun dari 10,35 persen menjadi 9,23 persen. Penurunan berlanjut dengan angka 8,06 persen di tahun 2022, dan mencapai 6,92 persen pada tahun 2023. Angka ini telah melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang ditetapkan sebesar 8,74 persen untuk tahun 2024. Meski begitu, upaya untuk menghapuskan perkawinan anak harus terus berlanjut. Untuk mendukung hal ini, pemerintah bersama mitra pembangunan telah menyusun Panduan Praktis Pelaksanaan STRANAS PPA di Daerah," ungkap Menteri PPPA saat acara peluncuran Panduan Praktis Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah.
Untuk mengatasi masalah pernikahan dini, diperluakannya upaya bersama dari bersama berbagai pihak, termasuk Pendidikan seks yang komprehensif, peningkatan akses Pendidikan, pemberdayaan Perempuan, dan perubahan norm sosial seperti budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H