Mohon tunggu...
Ahmad Robani
Ahmad Robani Mohon Tunggu... -

Sebuah kemauan yang belum tercapai dalam kehidupanku adalah menjadi sebuah lukisan yang kulukis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Telephone dari Hati Lever (1)

25 November 2013   15:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:41 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam sederhana yang sudah berapa bulan belum kuganti baterenya, menunjukkan pukulannya di angka setengah dua kurang sedikit dini hari.Bersamaan dengan itu bel tanpa bunyi berdering di kedalaman yang gulita.

"Hallo...,Robani disini,siapa ya menelpon di keheningan?" Inyong takon.

"Saya Tuan..,Hati Lever dan rombongan crue,Empedu,Pankreas,Ginjal.Kami sudah susun LPJK (Laporan Pertanggung Jawaban Kerja) saat adikku Lambung sedang absent tidak mengirim logistik kepada kami."gema suaranya terdengar nyaring dan jernih,meski ada getar kelelahan terasa.
Mereka memang tidak pernah berhenti bekerja,karena mereka paham dan sadar atas peran.

"oooo...,lantas apa yang menjadi hal penting yang perlu kalian beritakan?" kubertanya.

"Bagi kami,penting dan tidak penting itu sudah menyatu dalam pekerjaan kami,Tuan."serunya sambil ingin menggaruk kepala,tetapi tidak jadi karena keburu ingat bahwa ia tak punya kepala,dan kepalanya sedang ada padaku."Eh he,maaf Tuan,setiap waktu kami telah kerjakan tugas tanpa henti.Memilah logistik yang sudah kami proses filterisasi menjadi saripati tahap 3.Zat zat yang penting kemudian kami kirimkan,titip sama kurir yang bernama darah untuk dibagi-bagikan.Sementara yang tidak penting dan beracun,kami simpan di tempat sampah kami.
Saat si Lambung absent beberapa hari kemarin,sempat membuat tabungan kami,kami bongkar untuk ditransfer ke pos pos yang sangat membutuhkan,jujur saja kami sempat kewalahan dan bingung.Tetapi untung saja kami selalu dibantu oleh Tuhan dengan zat ajaibnya yang bernama melatonin."

Kuhela nafas dalam dalam.Kucoba memahami perihalnya.Kemudian ia melanjutkan laporannya.

"Kami khawatir Tuan,jika tabungan kami menipis terlebih habis,karena kinerja Lambung tak kalah penting.Bagaimana halnya jika ia tak kunjung menyadari perannya.Kami mengerti betapa sebenarnya alasan ia cuti karena kelelahan.Betapa tidak,terkadang pula bahkan sering ia mengadu dan minta maaf pada saya,sebab ia merasa telah memberikan logistik yang seringkali tak sedikit beban limbahnya dan kotor beracun.Sebenarnya ia jengah dan jijik menggiling segala sesuatu yang masuk ke dalamnya atas perintah Tuan.Entahlah,saya tidak tahu alasan Tuan,memberikan sesuatu yang mungkin saja berbahaya bagi kami dan juga bagi Tuan.Tapi kami selalu maklum,Tuan.Maka kami yakini bahwa Tuan sendiri masih berproses belajar,sehingga tidak tahu dan tertipu menjadi hal yang sudah lumrah.Untuk alasan itulah kami setia mengerjakan perintah Tuan.Apapun yang terjadi kami siap melayani pemimpin kami.Sakit Tuan adaah sakit kami,dan sakit kami adalah sakit Tuan."

"Oke,tunggu sebentar,tutup dulu teleponmu,nanti kutepon balik.Ada tamu datang.Jangan kemana mana ya,laporanmu belum tuntas,aku masih ingin mendengarnya."Pesanku.Bersambung ke TELEPHONE DARI HATI LEVER (2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun