"Selama hidup, saya bertemu orang-orang yang peduli. Peduli pada apapun yang mereka pahami. Peduli pada siapapun yang memerlukan kepedulian tersebut. Hanya sampai di batas itu. Namun hari ini, saya bertemu orang-orang yang peduli pada mereka yang memiliki kepedulian. Dan hal itu sangatlah mahal."
Hari saya dimulai dengan suara derit roda koper yang beradu dengan paving block lobi Avenzel Hotel and Convention. Saya dan seorang murid menjadi salah dua yang beruntung mendapatkan tiket Jelajah Energi Jawa Barat yang digagas IESR bersama dengan Generasi Energi Bersih, Akademi Transisi Energi, ESDM Jawa Barat, dan SRE UI. Selama empat hari ke depan, kami akan mengunjungi beberapa tempat pemanfaatan energi terbarukan di Jawa Barat.
Perhentian Pertama: PLTSa TPST Bantargebang
Program Jelajah Energi memberikan kesempatan kepada para pesertanya untuk melihat secara langsung, berdiskusi, dan mendapatkan infomasi lebih banyak tentang transisi energi. Tempat-tempatnya, tentu berkaitan dengan pemanfaatan energi terbarukan. Dan lokasi pertama yang akan kami datangi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di TPST Bantargebang.
Sebagai awam, dalam setiap perjalanan menuju lokasi, saya kerap menggunakan mesin pencarian untuk menelusuri informasi terkait lokasi yang akan didatangi. Bantargebang dalam bayangan saya adalah gunungan sampah yang sangat luas. Itu saja. Seorang teman yang pernah melakukan pelayanan ibadah di Bantargebang pernah menceritakan pada saya bahwa lalat adalah hal yang sangat umum di sana. Ia menyarankan, "Jangan banyak-banyak tertawa, ya. Sebab lalat mudah masuk ke mulutmu," candanya. Waktu itu saya hanya berpikir, ah masak iya sampai sebegitunya. Namun begitu saya tiba di Bantargebang, apa yang ia katakan bukanlah celoteh biasa. Lalat-lalat itu malah ikut serta di mobil kami dalam perjalanan pulang meninggalkan Bantargebang. Bisa dibayangkan, bukan, betapa agresifnya lalat-lalat itu.
Well, mari lupakan kisah si lalat. Beberapa saat sebelum tiba di Bantargebang, saya sudah mengantongi sedikit informasi dari laman jabarprov.go.id yang menyatakan bahwa potensi EBT di Jawa Barat mencapai 170,4 gigawatt. Dari besaran potensi tersebut, menurut Ai Saadiah, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, baru 0,6 gigawat potensi yang terhimpun melalui 24 proyek energi. Saat artikel ini ditulis, sebuah PLTS di atas air terbesar di Asia Tenggara sedang dibangun. Bukankah ini adalah salah satu lokasi yang akan saya kunjungi di hari kedua nanti? Wah... jadi tambah semangat. Di artikel yang sama juga disebutkan Plastic Waste Recylcing Plant atau waste to energy terbesar di Indonesia dengan kepasitas pengolahan sampai mencapai 24.000 ton per hari juga terdapat di provinsi ini. Well, apalagi kalau bukan PLTSa ini?
Kunjungan kami dimulai dengan penjelasan secara singkat oleh Bapak Harun Al Rasjid selaku Wakil Manajer Operasional PLTSa. Jika saya bisa menyimpulkan secara sederhana, PLTSa yang merupakan proyek kerja sama dengan BPPT dan Pemprov DKI Jakarta ini mampu memproduksi 750 kWh listrik setiap harinya dan mampu mengurangi volume sampah hingga 10% dari total sampah harian. Menariknya, PLTSa ini juga memiliki fasilitas untuk mendeteksi gas berbahaya dan sisa bakarannya masih dimanfaatkan lagi untuk bahan bangunan. Sejujurnya, saya takjub melihat pemanfaatan ini benar-benar dipikirkan dari hulu hingga hilir. Sebab, jangan sampai solusi untuk permasalahan sampah justru malah menghasilkan masalah baru, yaitu efek samping bagi warga sekitar.