Mohon tunggu...
Robi Maulana
Robi Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercubuana Jakarta

Nama : Robi Maulana, NIM : 46121120019, Mata Kuliah : Kewirausahaan I, Dosen : Prof. Dr. Apollo, Ak., M.Si. program Studi S1 Psikologi Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB _2 Makalah Proposal Bisnis Warmindo X Black Chicken Japanese

31 Mei 2023   10:51 Diperbarui: 31 Mei 2023   11:17 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Makanan adalah merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi keberlangsungan manusia, Zaman dahulu orang membeli makanan hanya berpedoman pada rasanya yang enak dan murah, ini terutama bagi kalangan masyarakat menengah kebawah, duahal inilah yang menjadi prioritas utama dalam membeli makanan. Mereka tidak begitu memikirkan kandungan gizi dan nutrisi yang terkandung didalam makanan yang mereka beli.

hal ini terus berlanjut  dari masa ke masa, zaman ke zaman hingga sampai dalam masa sekarang di mana era digitalisasi semakin berkembang dan semua bisa di dapatkan dengan mudah, hal ini juga berdampak pada dunia makanan dimana manusia hidup di zaman yang serba ada dan ingin mudah mendapatkan hal di inginkan termasuk dalam kategori makanan.

Mudah, simpel, enak, murah, banyak, dan bergizi menjadi tuntutan seseorang dallam mencari makanan, tingkat konsumtif yang semakin tinggi memberikan orang orang peluang untuk berusaha atau berbisnis di dunia makanan atau dunia kuliner, ini menyebabkan persaingan yang sangat ketat yang menimbulkan adanya inovasi -- inovasi dalam pembuatan makanan.

Dari fenomena ini maka kami merasa berpotensi dan cocok untuk mulai melakukan usaha aau bisnis yang kami mulai dari awal dengan mengusung makanan cepat saji, dan tentu dengan rasa yang enak, serta murah. Dari hal tersebut akhirnya kami menentukan usaha dan bisnis kami dengan Nama Warmindo x Ko Kei chic 3 saudara yang di mana prosuk atau menu makanan yang kami buat adalah mie instan yang siap di makan serta ayam goreng tepung hitam yang kami padukan denan saos yang bervariasi untuk menarik minat para penggila makanan siap saji. 

Usaha yang kami dirikan adalah dengan usaha skala kecil, namun kami mempunyai harapan dan target untuk memperluas usaha atau bisnis yang kami jalankan. Dengan factor produksi yang relative murah dan terjangkau serta mudah didapat. kami yakin usaha perdana yang kami lakukan ini memiliki berbagai aspek yang dapat menguntungkan, bagi pribadi maupun orang lain. 

Selain itu kami memilih menjalankan usaha ini adalah jelas karena akan memiliki keuntungan yang sangat besar dan meminimalisasi perubahan rasa dan kualitas dari makanan yang kami jual karena semua orang mengetahui prosuk yang kami Jual memiliki rasa yang selalu konsisten karena dari zaman dahulu hingga kini rasa mie instan sudah pasti selalau konstan.

Adapun poin yang melatar belakangi usaha yang kami dirikan adalah sebagai berikut :

  • Masyarakat yang membutuhkan makanan dengan berbagai variasi sehingga tidak mengalami kebosanan dalam menyantap makanan siap saji.
  • Dengan produk yang murah di harapkan masyarakat tidak memiliki kesulitan dalam membeli produk makanan yang kami tawarkan.
  • Bahan baku yang mudah di dapat.
  • Dengan tempat yang kami sediakan masyarakat yang datang bisa lebih dari sekedar makan melainkan melebarkan relasi.
  • Perumusan Strategi Bisnis

Dalam Propsal Bisnis yang kami buat ada beberapa Strategi Bisnis yang kami terapkan   untuk menunjang keberlangsungan Usaha atau Bisnis  yang kami Jalankan yaitu diantaranya sebagai berikut :

  • Analisi peran leadership
  • Porters Five Generic Strategis
  • Menggunakan analisis  5 P ( Product, Price, Promotion, Place, and People)
  • Menggunakan analisa SWOT.
  • Menghitung Cost Volume Profit Analysis
  • Menghitung Brreak Even Point.

Hal yang kami sebutkan di atas adalah beberapa Strategi kami dalam menjalankan Bisnis Warmindo X Ko Kei Chic 3 Saudara sehingga bisnis kami dapat bersaing di Pasar Kuliner yang sangat booming di era digitalisasi ini. Akan kami jelaskan lebih rinci dalam pembahasan.

  • Visi

Dalam Usaha Bisnis Warmindo x Ko Kei Chic 3 saudara ini adalah kami ingin menjadika usaha yang di minati masyarakat dengan mengedepankan kreasi dalam membuat menu masakan dan minuman namun mudah untuk di jalankan dan mempunyai daya saing dan daya jual yang bagus di kalangan menengah kebawah umumnya.

  • Misi

Misi yang kami punya adalah  sebagai berikut :

  1. Proses produksi yang higienis baik dari tempat, alat dan bahan-bahan yang digunakan.
  2. Menerapkan pelayanan prima (sikap yang sopan dan ramah, pelayanan yang cepat dan baik).
  3. Menjaga cita rasa makanan.
  4. Dengan rasa yang khas dan harga yang terjangkau diharapkan memuaskan konsumen.
  5. Memperkenalka menu makanan sinature kami yaitu Black Chicken Japanese yang mempunyai tampilan yang unik serta dengan rasa yang nikmat dan lezat

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam Bab Pembahsan ini kami akan menjlaskan tentang srategi apa saja yang kami gunakan dalam usaha Warmindo X Ko kei Chic 3 Saudara yang kami jalankan sehingga usaha mendatangkan keuntungan yang besar bagi kami selaku pendiri usaha tersebut.ada beberapa Strategi yang kami jalani mulai dengan Analisi peran leadership, Porters Five Generic Strategis, Menggunakan analisis  5 P ( Product, Price, Promotion, Place, and People) Menggunakan analisa SWOT. Menghitung Cost Volume Profit Analysis dan mMenghitung Break Even Point.

  • Analisis Peran Leader Ship

Gaya kepemimpinan penting dalam menentukan kinerja, keunggulan kompetitif, keberlanjutan, budaya inovatif, dan profitabilitas organisasi bisnis. Sastra yang masih ada adalah dibanjiri dengan berbagai gaya kepemimpinan. Banyak bisnis gagal karena kepemimpinan yang tidak kompeten dan kegagalan untuk menerapkan jenis gaya kepemimpinan yang tepat, mengingat sifat bisnis dan karyawan. Terhadap latar belakang kegagalan kepemimpinan, kurangnya masalah organisasi dan masyarakat produksi berkelanjutan, pendapatan rendah, kemiskinan, dan pencemaran lingkungan tetap ada. 

Dalam terus-menerus Menyusutnya dunia bisnis multikulturalisme yang diistilahkan dengan globalisasi, perlu adanya perhatian lebih pada kepemimpinan lintas budaya yang banyak kekurangan pemimpin. Juga penting bahwa kebajikan kepemimpinan transformasional dijunjung tinggi di era pendidikan tinggi dan peningkatan keterampilan. 

Di dalam artikel penulis menggabungkan kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan lintas budaya menghasilkan kerangka kepemimpinan organisasi yang baru dan lebih efektif. Ada bukti berdasarkan penelitian ilmiah bahwa kepemimpinan transformasional lintas budaya akan lebih efektif pada abad ke 21 konsisten dengan peningkatan keterampilan dan berbagi informasi yang efektif. Itu masa depan kepemimpinan dan struktur organisasi milik lintas budaya transformasional kepemimpinan.(Twum,Danso.2018).

Menurut definisi Bass (1990a: 19), "kepemimpinan terdiri dari mempengaruhi sikap dan perilaku individu dan interaksi di dalam dan di antara kelompok untuk tujuan mencapai tujuan." Chemers (1997) mendefinisikan kepemimpinan sebagai "suatu proses pengaruh sosial di mana seseorang dapat meminta bantuan dan dukungan orang lain dalam penyelesaian tugas bersama." Karena penerimaan umum mereka di antara para sarjana, kami telah mengambil definisi ini sebagai landasan konseptual untuk ulasan ini.

Mereka menyiratkan adanya empat dimensi generik dalam kepemimpinan: Rakyat--Pada hakikatnya, kepemimpinan adalah konsep supra-individu yang membutuhkan perbedaan logis antara pemimpin dan pengikut. Perbedaan ini bisa eksplisit atau implisit, sementara atau terus-menerus, tetapi tanpanya, kepemimpinan tidak ada gunanya. Cara--Hakikat kepemimpinan adalah pemimpin memimpin, yaitu melakukan kegiatan tertentu dalam rangka mengarahkan atau mempengaruhi pengikut.

Tinjauan di bawah ini akan menunjukkan bahwa sarana ini dapat mencakup kegiatan yang sangat heterogen seperti pembinaan, pemberdayaan, atau bahkan pelayanan. Tetapi tanpa kegiatan seperti itu tidak ada kepemimpinan. Efek--Pengaruh memimpin adalah mendorong reaksi tertentu pada pengikut, yaitu membuat mereka mengikuti. Tinjauan akan menunjukkan bahwa efeknya dapat mencakup reaksi heterogen, seperti peningkatan antusiasme atau komitmen, keyakinan implisit, pengoptimalan penghargaan yang rasional, dll. Tetapi tanpa efek apa pun, upaya kepemimpinan tidak akan berhasil. Sasaran--Kepemimpinan pada akhirnya dikaitkan dengan tujuan tertentu.

Sasaran-sasaran ini bisa menjadi visi luas tentang keadaan masa depan yang menjanjikan, tetapi juga bisa menjadi target yang sangat konkret. Dalam kedua kasus tersebut, kepemimpinan menunjuk ke suatu arah. Dalam konteks makalah ini, tujuan sangat penting karena kepemimpinan di sini selalu diarahkan pada tujuan inovasi -- inilah ulasan ini. Empat dimensi (orang, sarana, efek, dan tujuan) memungkinkan untuk mensistematisasikan tinjauan gaya kepemimpinan tertentu saat mereka mengatur elemen logis yang berbeda secara konsisten. 

Hal ini memungkinkan untuk menciptakan kerangka analitis keseluruhan yang sistematis dan ketat, membuatnya lebih mudah untuk membandingkan seluruh gaya kepemimpinan sehubungan dengan 'esensi' kepemimpinan (yaitu empat dimensi). Sepengetahuan kami, "kerangka kerja peoplemeans-effectgoals" belum digunakan oleh peneliti lain sejauh ini. Menurut House dan Aditya (1997: 451), istilah gaya kepemimpinan mengacu pada "cara dimana pemimpin mengekspresikan perilaku tertentu." 

Gaya kepemimpinan itu penting, karena mereka mewakili berbagai cara mempraktikkan kepemimpinan. Sehubungan dengan itu, sifat-sifat pemimpin mencerminkan kemampuan individu untuk mempraktekkan gaya kepemimpinan tertentu. Faktor kontekstual membentuk kondisi untuk gaya kepemimpinan yang berbeda, khususnya efek yang mereka miliki dan tujuan yang mereka layani. Oleh karena itu, faktor kontekstual tidak dapat begitu saja ditambahkan sebagai "dimensi kelima" ke dalam kerangka; sebaliknya, kerangka kerja tersebut hanya valid sehubungan dengan faktor kontekstual tertentu. 

Terhadap latar belakang ini, perbedaan dalam gaya kepemimpinan dapat ditentukan dalam empat dimensi kunci dari "kerangka kerja orang-berarti-efek-tujuan". Meskipun ada beberapa konstruksi yang terkait erat dengan kepemimpinan, kurangnya ruang berarti pembahasan hubungan ini masih sangat singkat. 

Meskipun ada banyak sekali diskusi tentang hubungan antara kepemimpinan dan manajemen (Yukl, 1989; Kelley dan Lee, 2010), inti dari kepemimpinan adalah mencakup otoritas formal dan informal, dan memiliki fokus yang sangat kuat pada ( baru) tujuan yang ingin dicapai. Riset manajemen dimasukkan sejauh memenuhi kriteria ini. Hal yang sama berlaku untuk konstruksi terkait lainnya seperti agen perubahan. (Kesting Dkk. 2015)

Ada banyak tipe kepemimpinan yang di jelaskan dalam berbagai pengetahuan dalam bisnis namun kami merepkan 1 tipe kepemimpinan dalam menjalankan Bisnis Warmindo 3 saudara kami yaitu kepemimpinan Transaksiona / Instrumental dimana kepemimpinan transaksional sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu, namun konsep tersebut telah dibentuk bersama dengan kepemimpinan transformasional oleh Burns (1979). 

Sementara ada diskusi intensif tentang hubungan antara dua gaya kepemimpinan (Bass, 1990b; Bass dan Avolio, 1994; Jamaludin dan Rahman, 2011), para peneliti sepakat bahwa, tidak seperti kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional tidak terfokus pada perubahan. Pendekatan dasarnya adalah memimpin dengan definisi yang jelas dan komunikasi tugas kerja (Avolio et al. 1991) dan penghargaan dan hukuman, (Bass, 1990a; Eisenbach et al., 1999) berfokus pada kebutuhan dasar pengikut (Daft 2001) . 

Konsep kepemimpinan instrumental kurang tersebar luas dalam penelitian. Seperti pemimpin transaksional, pemimpin instrumental juga menerapkan penghargaan dan hukuman, Penelitian menawarkan berbagai wawasan tentang bagaimana kepemimpinan transaksional/instrumental telah diterapkan secara khusus pada proyek inovasi. Daft (2001), misalnya, menemukan bahwa pemimpin mengidentifikasi kebutuhan pengikutnya dan merancang proses pertukaran berdasarkan kebutuhan tersebut. 

Bass (1990b) mengusulkan mendasarkan insentif pada 'imbalan kontingen' (menghargai kinerja yang baik dan mengakui pencapaian) dan 'manajemen dengan pengecualian' (pencarian aktif dan pasif untuk penyimpangan dari peraturan dan standar yang ada). Sillince (1994) menyarankan untuk menetapkan tujuan yang jelas, mendefinisikan tugas dan tanggung jawab, menetapkan standar, dan juga menyusun rencana tindakan. Dalam studi kasusnya, Bossink (2007) menemukan bahwa para pemimpin mempekerjakan profesional eksternal untuk menjaga agar proyek tetap pada jalurnya. (kesting dkk. 2015) tipe kepemimpinan ini lah yang kami gunakan dalam menjalankan Bisnis kami.

  • Porters Five Generic Strategies

Strategi yang kedua adalah dengan Porters Generic Strategies. Porters menggambarkan skema kategori yang terdiri dari tiga jenis strategi umum yang biasa digunakan oleh bisnis untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Ketiga strategi generik ini didefinisikan dalam dua dimensi: ruang lingkup strategis dan kekuatan strategis. Cakupan strategis adalah dimensi sisi permintaan (Porter awalnya adalah seorang insinyur, kemudian seorang ekonom sebelum dia berspesialisasi dalam strategi) dan melihat ukuran dan komposisi pasar yang ingin Anda targetkan. 

Kekuatan strategis adalah dimensi sisi penawaran dan melihat kekuatan atau kompetensi inti perusahaan. Secara khusus dia mengidentifikasi dua kompetensi yang menurutnya paling penting: diferensiasi produk dan biaya produk (efisiensi). Penelitian empiris tentang dampak keuntungan dari strategi pemasaran menunjukkan bahwa perusahaan dengan pasar yang tinggi seringkali cukup menguntungkan, tetapi begitu juga banyak perusahaan dengan pangsa pasar rendah. Perusahaan yang paling tidak menguntungkan adalah mereka yang memiliki pangsa pasar sedang.

Ini kadang-kadang disebut sebagai masalah lubang di tengah. Penjelasan Porter mengenai hal ini adalah bahwa perusahaan dengan pangsa pasar tinggi berhasil karena mereka menjalankan strategi kepemimpinan biaya dan perusahaan dengan pangsa pasar rendah berhasil karena mereka menggunakan segmentasi pasar untuk fokus pada ceruk pasar yang kecil tetapi menguntungkan. Perusahaan di tengah kurang menguntungkan karena mereka tidak memiliki strategi generik yang layak. (Ritika. 2013)

Menggabungkan beberapa strategi berhasil hanya dalam satu kasus. Menggabungkan strategi segmentasi pasar dengan strategi diferensiasi produk adalah cara yang efektif untuk mencocokkan strategi produk perusahaan Anda (sisi penawaran) dengan karakteristik segmen pasar sasaran Anda (sisi permintaan). Tetapi kombinasi seperti kepemimpinan biaya dengan diferensiasi produk sulit (tetapi bukan tidak mungkin) untuk diterapkan karena potensi konflik antara minimisasi biaya dan biaya tambahan dari diferensiasi nilai tambah. 

Sejak saat itu, beberapa komentator membuat perbedaan antara keunggulan biaya, yaitu biaya rendah strategi, dan strategi biaya terbaik. Mereka mengklaim bahwa strategi biaya rendah jarang mampu memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Dalam banyak kasus, perusahaan berakhir dengan perang harga. Sebaliknya, mereka mengklaim strategi biaya terbaik lebih disukai. Ini melibatkan memberikan nilai terbaik untuk harga yang relatif rendah. Gambar di bawah ini mendefinisikan pilihan "strategi umum" yang dapat diikuti perusahaan. 

Posisi relatif perusahaan dalam suatu industri ditentukan oleh pilihan keunggulan kompetitifnya (kepemimpinan biaya vs. diferensiasi) dan pilihan ruang lingkup kompetitifnya. Cakupan kompetitif membedakan antara perusahaan yang menargetkan segmen industri yang luas dan perusahaan yang berfokus pada segmen yang sempit. posisi pada tingkat yang paling sederhana dan paling luas. perusahaan untuk membuat pilihan tentang jenis dan ruang lingkup keunggulan kompetitifnya. Ada berbagai risiko yang melekat pada setiap strategi generik, tetapi menjadi "segala sesuatu untuk semua orang" adalah resep pasti untuk keadaan biasa-biasa saja - "terjebak di tengah". (Ritika. 2013)

Strategi ini menekankan efisiensi. Dengan memproduksi produk standar dalam jumlah besar, perusahaan berharap dapat memanfaatkan skala ekonomi dan mengalami efek kurva. Produk tersebut seringkali merupakan produk tanpa embelembel dasar yang diproduksi dengan biaya yang relatif rendah dan tersedia untuk basis pelanggan yang sangat besar. Mempertahankan strategi ini membutuhkan pencarian terus menerus untuk pengurangan biaya di semua aspek bisnis. Strategi distribusi terkait adalah untuk mendapatkan distribusi seluas mungkin. Strategi promosi sering kali melibatkan upaya memanfaatkan fitur produk berbiaya rendah. (Ritika. 2013)

Hal ini lah yang menarik kami menggunakan strategi ini dalam usaha kami namun agaar berhasil kami menerapkan lankah langkah dalam usaha Warmindo Kami . adapaun langkah langkahnya adalah sebagai berikut :

- keterampilan teknik proses

- produk yang dirancang untuk kemudahan manufaktur

- akses berkelanjutan ke modal murah - pengawasan tenaga kerja yang ketat

- pengendalian biaya yang ketat - Insentif berdasarkan target kuantitatif.

- Selalu pastikan bahwa biaya disimpan pada tingkat seminimal mungkin.


  • 5 P Analisis

Dalam strategies 5 P analisi ini kami lebih tertarik dengan People power dan ini menjadkan strategi ini merupakan salah satu strategi penting dalam kami menjalankan usaha Warmindo. Satu premis adalah bahwa organisasi ingin mengembangkan orientasi pelanggan untuk mencapai dua tujuan yang luas. Filosofi orientasi pelanggan menyatakan bahwa "sukses akan datang ke organisasi yang paling menentukan persepsi, kebutuhan, dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan mereka melalui desain, komunikasi, penetapan harga, dan pengiriman penawaran yang sesuai dan kompetitif" (Kotler dan Andreasen , 1996, hlm.41).

Dalam definisi orientasi pelanggan ini; desain, komunikasi, penetapan harga, dan pengiriman penawaran organisasi dapat dikenali sebagai elemen dari "bauran pemasaran" tradisional. Definisi tersebut juga menyiratkan perlunya penawaran yang berbeda agar berhasil dalam lingkungan yang semakin kompetitif; itu adalah, untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Seperti yang diringkas oleh Levitt Hasil menjadi berorientasi pelanggan dan mencapai dua tujuan adalah bahwa pelanggan akan merasakan nilai dalam penawaran organisasi. 

Premis kedua adalah bahwa karyawan organisasi mana pun dapat menjadi elemen yang kuat dalam membantu organisasi membedakan dirinya dengan cara yang signifikan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan memberikan nilai kepada pelanggan. Jelas, orang-orang dalam suatu organisasi adalah bagian dari, atau bertanggung jawab atas, segala sesuatu yang terlihat oleh orang-orang di luar organisasi. Beberapa karyawan berada di garis depan dalam menciptakan layanan, menjual produk, atau mempromosikan penawaran; yang lain berada di belakang layar bekerja untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. 

Model rantai nilai Porter (1985) menggambarkan sembilan aktivitas perusahaan yang bersama-sama menciptakan nilai bagi pelanggan. Dalam konten ini, semua karyawan perusahaan bertanggung jawab untuk menciptakan nilai apakah mereka terlibat dalam aktivitas utama atau pendukung. 1302 Pandangan karyawan Meskipun karyawan umumnya belum diakui sebagai elemen khusus dari bauran pemasaran, mereka telah disebutkan oleh Kotler (2000) sebagai salah satu dari beberapa variabel diferensiasi bersama dengan produk, layanan, saluran, dan citra. 

Kotler (2000) memandang karyawan sebagai sarana untuk membedakan organisasi dengan memiliki staf orang-orang yang kompeten sopan, kredibel, dapat diandalkan, responsif dan mampu berkomunikasi dengan baik. Pandangan lain tentang karyawan agak kabur. "Karyawan kita adalah aset kita yang paling penting" adalah bentuk pernyataan umum yang sering ditemukan dalam surat pimpinan perusahaan kepada pemegang saham. Demikian pula, buku bisnis dan artikel biasanya mengacu pada "sumber daya manusia" sebagai aset organisasi yang paling penting (misalnya Freeman, 1993; Shoniwa dan Gilmore, 1996; Peak, 1997). 

Selanjutnya, dalam sebuah tajuk rencana yang membahas tentang korporasi pada abad kedua puluh satu disebutkan bahwa "modal manusia adalah satu-satunya aset" (Minggu Bisnis,2000), dan bahwa "nilai modal manusia menjadi lebih besar dari nilai aktiva tetap" (Stershic, 2001). Referensi tentang pentingnya karyawan seperti itu, bagaimanapun, berpotensi menjadi omong kosong belaka. Bahkan, Sikula (2001) mengutip pernyataan, "sumber daya manusia adalah aset terpenting kita" sebagai salah satu dari lima mitos terbesar yang diabadikan oleh para profesional sumber daya manusia; bukan karena bohong,sendiri,tetapi karena implementasinya umumnya adalah kepalsuan. 

Pencapaian orientasi pelanggan tidak mungkin dilakukan jika karyawan organisasi tidak menganggap diri mereka ada di sana untuk melayani pelanggan, atau menyadari, faktanya, satu-satunya alasan mereka dipekerjakan adalah untuk membantu organisasi menciptakan nilai bagi pelanggan. Oleh karena itu, keterlibatan total organisasi dalam melayani pelanggan harus ada sebelum orientasi pelanggan yang sebenarnya dapat dicapai. Resep untuk orientasi pelanggan seperti itu untuk semua anggota organisasi, bagaimanapun, juga berpotensi menjadi hanya basabasi. (Vaughan. 2002)

Oleh karena itu, diusulkan agar karyawan organisasi secara formal dianggap sebagai elemen bauran pemasaran, yang dilambangkan sebagai "kekuatan orang". Oleh karena itu, diusulkan agar model pemasaran 4-P tradisional diperluas untuk mencakup P kelima, kekuatan manusia, sebagai pengakuan atas peran karyawan dalam membantu organisasi membedakan dirinya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Karena ini bukan pertama kalinya seorang penulis mendukung perluasan bauran pemasaran, gambaran singkat tentang diferensiasi dan bauran pemasaran berikut. 

Mencapai a pelanggan orientasi 1303 Diferensiasi dan bauran pemasaran Seperti disebutkan dalam pendahuluan, keduanya Bagozziet al. (1998) dan Levitt (1986) membahas pentingnya diferensiasi. Chamberlin (1965) menyatakan bahwa suatu organisasi dapat membedakan barang dan jasanya dari organisasi kompetitif dengan diferensiasi produk nyata atau khayalan sepanjang dimensi apa pun yang penting bagi pembeli, dan yang mengarah pada preferensi untuk penawaran organisasi itu. 

Dia mencatat bahwa diferensiasi dapat didasarkan pada: produk; gaya, desain atau fitur; merek dagang atau nama dagang; kemasan; lokasi dan desain toko ritel; reputasi untuk transaksi yang adil; kesopanan; atau tautan pribadi ke pelanggan. Dickson dan Ginter (1987) mendukung pandangan ini dengan definisi mereka tentang diferensiasi produk sebagai persepsi perbedaan karakteristik dan harga produk, serta iklan, penjualan pribadi, dll. Istilah "bauran pemasaran" mewakili elemen pemasaran yang dapat dikendalikan yang secara kolektif membentuk dasar persepsi pelanggan terhadap suatu organisasi. 

Diferensiasi organisasi dan penawarannya dapat dicapai dengan membedakan cara di mana salah satu atau lebih elemen bauran pemasaran dirasakan di pasar. Kesepakatan tentang apa yang merupakan elemen dari "bauran pemasaran" telah bervariasi sejak Borden (1964) menciptakan istilah tersebut pada akhir 1940-an untuk mewakili 13 variabel yang merupakan program pemasaran. Pada tahun-tahun berikutnya, berbagai versi bauran pemasaran telah diusulkan. Definisi bauran pemasaran yang diterima secara luas adalah empat P pemasaran yang disederhanakan - produk, harga, tempat, dan promosi - yang diusulkan oleh McCarthy (1960). 

Meskipun keempat P tampak ringkas untuk menangkap elemen pemasaran yang disarankan oleh orang lain (misalnya Borden, 1964); Swartz (1973) mengamati bahwa beberapa ahli percaya bahwa kemasan dan hubungan masyarakat harus diakui sebagai variabel bauran pemasaran yang berbeda daripada sub-fungsi dari empat Ps. Memperluas bauran pemasaran untuk memasukkan hubungan masyarakat telah disarankan oleh Mindak dan Fine (1981) dan Kotler (1986). Kotler (1986) juga menyatakan bahwa kekuatan politik dimasukkan sebagai elemen bauran pemasaran.( Vaughan. 2002)

Wind (1986) mengusulkan bahwa ada 11 P pemasaran yang selain empat P tradisional termasuk penentuan posisi, alat pemasaran berbasis politik, hubungan masyarakat dan urusan publik, portofolio pasar dan produk pada tiga tingkat analisis, dan program yang kohesif mengintegrasikan seluruh bauran pemasaran. Perlu dicatat bahwa beberapa penulis baru-baru ini mempermasalahkan kelayakan dasar dari empat P untuk pemasar saat ini. Grnroos (1994), misalnya, berpendapat bahwa model empat P sudah usang. 

Namun, seseorang dapat membantah bahwa empat P tradisional terus menjadi elemen kunci yang dapat dimanipulasi oleh pemasar untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan mendapatkan keunggulan kompetitif. Grnroos (1994) menyarankan pergeseran paradigma menuju hubungan pemasaran, hubungan menjadi titik jangkar pada kontinum komitmen, dengan titik jangkar lainnya menjadi pemasaran transaksional. Empat P tradisional masih merupakan alat yang relevan di setiap titik dalam kontinum. 

Lebih-lebih lagi, Memasukkan karyawan ke dalam bauran pemasaran organisasi, sebagai elemen kekuatan manusia, pada awalnya diusulkan dan dimodelkan untuk perusahaan manufaktur yang terlibat dalam pemasaran bisnis-ke-bisnis dalam pengaturan penjualan lapangan (Judd, 1987). Model itu, dalam lingkungan industri, diakui dan direferensikan oleh Grosset al. (1993). 

Parkinson (1988) berusaha untuk menerapkan model di sektor usaha kecil, sementara yang lain telah mereferensikan model tersebut dalam konteks pemasaran umum (Christopheret al.,1993; Tembok dan Diri, 1995; Haris, 1999). Judd (2001) memperluas konsep kekuatan orang asli ke organisasi nirlaba dan penyertaan sukarelawan dan anggota dewan sebagai "orang" organisasi. 

Saat ini diusulkan bahwa konsep people-power adalah generik dan sesuai untuk organisasi manapun. 1304 Faktor kekuatan rakyat Levitt (1986, p. 117) mengamati bahwa orang-orang, kecuali mereka yang bekerja di bidang penjualan atau pemasaran, jarang melihat melampaui tembok organisasi mereka, dan bahwa "luar" adalah tempat di mana hal-hal tidak dapat diubah dan tempat yang tidak memiliki apa-apa. hubungannya dengan mereka. Pada kenyataannya, peran yang secara tradisional diberikan kepada karyawan suatu organisasi mendikte keterpaparan mereka ke dunia luar, dan yang lebih penting, kontak mereka dengan pelanggan. 

Selain itu, beberapa orang dalam suatu organisasi mungkin tidak mengetahui strategi dan rencana organisasi mereka, dan akibatnya tidak dapat memahami dengan jelas peran mereka dalam organisasi. Bagian selanjutnya akan memodelkan konsep people-power dengan menggunakan dua contoh hipotetis untuk dua pasar produk yang jelas berbeda.

memproduksi, menentukan harga, membiayai, mendistribusikan, memasang atau melayani produk. Beberapa dari individu ini memiliki tanggung jawab untuk menghubungi pelanggan sementara yang lain tidak. Setiap karyawan yang terlibat dengan bauran pemasaran memiliki kesempatan untuk memperkuat atau mengubah keyakinan, sikap, niat, dan perilaku anggota pasar sasaran relatif terhadap bauran dan/atau organisasi. Di sisi lain, ada karyawan yang tidak terlibat langsung dalam menciptakan atau mengimplementasikan bauran pasar, namun memiliki kesempatan untuk berhubungan dengan pelanggan dan mempengaruhi anggota pasar sasaran. 

Terakhir, ada karyawan yang tidak terlibat dengan bauran pemasaran maupun dengan pelanggan. Matriks yang mewakili kategorisasi karyawan ini telah dikembangkan untuk perusahaan manufaktur produk industri hipotetis. Matriks ini (Gambar 1), mengklasifikasikan karyawan relatif terhadap keterlibatan mereka dengan bauran pemasaran tradisional dan kesempatan mereka untuk berhubungan dengan pelanggan. 

Mencapai a pelanggan orientasi 1305 Peran karyawan dan kontak pelanggan: contoh organisasi nirlaba Jelas, fungsi pekerjaan untuk organisasi nirlaba dan matriks, yang ditunjukkan pada Gambar 2, akan sangat berbeda dari yang ditunjukkan untuk perusahaan manufaktur pada Gambar 1. Pertama, seperti dalam organisasi jasa mana pun, karyawan nirlaba yang merupakan pencipta/pemberi layanan sebenarnya adalah bagian dari bauran pemasaran karena penawaran layanan adalah salah satu variabel dalam bauran pemasaran. Dalam organisasi nirlaba, layanan dibuat dan dikirimkan. ( Vaughan. 2002)

Selama lebih dari dua dekade, pemasaran internal telah dibahas sebagai sarana untuk membantu organisasi mencapai orientasi pelanggan, meskipun konsepnya tidak didefinisikan dengan jelas. Selama bertahun-tahun, konsep tersebut telah berevolusi dan permutasi telah dianut. Dalam sebuah artikel ringkasan tentang pemasaran internal, Rafiq dan Ahmed (2000) mencoba untuk melacak evolusi konsep dari aplikasi awal di sektor jasa sebagai sarana untuk memberikan layanan yang tinggi secara konsisten, hingga pandangan mereka yang diperluas di mana konsep ini berlaku untuk setiap jenis organisasi. 

Konseptualisasi pemasaran internal tiga fase dari Rafiq dan Ahmed (2000) diuraikan di bawah ini: 1307 (1)Fase 1: motivasi dan kepuasan karyawan: . Fokus pada kepuasan karyawan dengan memperlakukan mereka sebagai pelanggan. . Kepuasan karyawan didefinisikan sebagai "pekerjaan" yang memenuhi kebutuhan karyawan. (2)Fase 2: orientasi pelanggan: . Fokus pada menciptakan orientasi pelanggan pada karyawan dengan pengaruh daripada dengan memuaskan dan memotivasi mereka.

Menggabungkan teknik seperti pemasaran. (3)Fase 3: implementasi strategi dan manajemen perubahan: . Fokus pada penciptaan kesadaran tujuan organisasi dan peran karyawan dalam strategi untuk mencapainya. . Fokus pada mengatasi resistensi terhadap perubahan dan konflik antardepartemen dan fungsional.

  • Analisis SWOT

sejarah SWOT Asal usul istilah "SWOT" tidak diketahui. Analisis SWOT dijelaskan oleh Learnedet al. (1969) dan telah berkembang sebagai alat utama untuk mengatasi situasi strategis yang kompleks dengan mengurangi jumlah informasi untuk meningkatkan pengambilan keputusan. Sumber wiki on-line SWOT dengan Profesor Universitas Stanford Albert Humphrey yang memimpin proyek penelitian pada 1960-an dan 1970-an berdasarkan perusahaan Fortune 500 Amerika Serikat tetapi tidak ada referensi akademis untuk mendukung klaim ini dapat ditemukan (King, 2004). 

Haberberg (2000) menyatakan SWOT merupakan konsep yang digunakan oleh akademisi Harvard pada tahun 1960- an sedangkan Turner (2002) menghubungkan SWOT dengan Igor Ansoff (1987). Koch (2000) memuji kontribusi Weihrich (1982), Dealtry (1992), dan Wheelan and Hunger (1998) untuk pengembangan dan inovasi SWOT lebih lanjut. Wheelan dan Kelaparan (1998) menggunakan SWOT untuk menemukan kesenjangan dan kecocokan antara kompetensi dan sumber daya dan lingkungan bisnis dalam teks kebijakan dan strategi bisnis populer mereka sementara Dealtry (1992) mendekati SWOT dalam istilah atau kelompok dan vektor dengan tema dan interaksi yang sama. (Marilym, judy. 2010)

Terlepas dari kredit historis yang tepat untuk menciptakan istilah "SWOT", itu memiliki setengah abad penggunaan dan dokumentasi dalam literatur. penggunaan SWOT SWOT telah digunakan oleh banyak praktisi, peneliti pemasaran, dan merupakan alat yang sering dan populer untuk pemasaran bisnis dan mahasiswa strategi. Kesederhanaan dan akronim yang menarik mengabadikan penggunaannya dalam bisnis dan seterusnya karena alat ini digunakan untuk menilai alternatif dan situasi keputusan yang kompleks. 

Dalam arena bisnis, pengelompokan isu internal dan eksternal sering menjadi titik awal perencanaan strategis. Ini dapat dibangun dengan cepat dan dapat mengambil manfaat dari berbagai sudut pandang sebagai latihan curah pendapat. Biasanya, manajer pertama mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan internal (di baris atas dari 22 grid) yang dapat mencakup citra, struktur, akses ke sumber daya alam, kapasitas dan efisiensi, dan sumber daya keuangan. Di baris paling bawah jaringan SWOT, peluang dan ancaman eksternal termasuk pelanggan, pesaing, tren di pasar, mitra dan pemasok, perubahan sosial dan teknologi baru, dan berbagai masalah ekonomi, politik, dan peraturan lingkungan disertakan. 

Analisis SWOT membantu dalam mengidentifikasi hubungan lingkungan serta pengembangan jalur yang cocok untuk diikuti oleh negara, organisasi, atau entitas lain (Proctor, 1992). Glaister dan Falshaw (1999) setuju analisis SWOT adalah salah satu alat perencanaan strategis yang paling dihormati dan lazim. Dickson (2002) setuju bahwa analisis SWOT tradisional dapat dikonsep ulang dalam hal arah dan momentum dimana pasar masih dapat diubah.

Ini memberikan wawasan untuk mengajarkan strategi pemasaran dan keterampilan rasionalitas kompetitif. Valentin (2001) menganjurkan analisis SWOT sebagaicara tradisional untuk mencari wawasan tentang cara menyusun dan mempertahankan kecocokan yang menguntungkan antara usaha komersial dan lingkungannya. SWOT digunakan untuk mengidentifikasi hambatan dan keunggulan budaya dan peran pemerintah eksternal serta masalah internal perusahaan.

Glaister dan Falshaw (1999) menemukan analisis SWOT sebagai salah satu alat dan teknik analisis peringkat tertinggi yang digunakan dalam perencanaan strategis di perusahaan-perusahaan di Inggris. Panagiotou (2003) berpendapat analisis SWOT digunakan lebih dari alat perencanaan strategis lainnya. (Marilym, judy. 2010)

SWOT sebagai alat Mengingat meluasnya penggunaan metodologi SWOT oleh para praktisi dan akademisi, tidak mengherankan jika sejumlah studi penelitian berfokus pada SWOT sebagai alat untuk analisis strategis. Grant (2008) menyarankan untuk mengembangkan manajer dengan pengetahuan dan wawasan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan strategis yang baik dan memandu pengembangan organisasi mereka paling baik disajikan dengan pengajaran strategi yang berakar pada teori. 

Dia mengkritik penggunaan kearifan rakyat (yaitu menurut Warren Buffet) atau penggunaan analisis SWOT yang dia beri label sebagai "ateoretik". Namun, Coman dan Ronen (2009) setuju bahwa terlepas dari masalahnya, SWOT tetap menjadi alat strategis utama dan setuju metodologi SWOT yang terfokus kemudian dapat menyaring kekuatan dan kelemahan menjadi kompetensi inti dan masalah inti, dengan menggunakan pohon kompetensi inti dan arus- pohon realitas. (Marilym, judy. 2010)

  • CVP Analysis

Dalam hal analisis biaya, variabilitas biaya diterapkan untuk mengukur profitabilitas produk. Untuk struktur tertentu, biaya tetap ditanggung sepenuhnya oleh entitas, apapun tingkat aktivitasnya. Akibatnya, volume penjualan harus mencapai tingkat tertentu untuk dapat menutupi biaya tetap. Selain itu, setiap entitas bertujuan untuk memiliki aktivitas yang menguntungkan. Inilah alasan yang mendukung penggunaan hubungan biaya-laba-volume sebagai dasar bagi banyak keputusan manajerial yang dapat diambil dalam jangka pendek. Korelasi ini diperlakukan dalam konteks analisis indikator: kontribusi bruto terhadap keuntungan, titik impas, selang keamanan dan indeks keamanan dinamis, faktor cakupan. 

A. Kontribusi kotor terhadap keuntungan dihitung untuk setiap produk agar mengetahui sejauh mana biaya variabel dengan pembuatan dan penjualan produk ditutupi dan kontribusi lebih lanjut apa yang dibawanya untuk menutupi biaya tetap untuk menghasilkan keuntungan. Unit kontribusi bruto (cbu) atau, seperti yang disebut dalam literatur, margin atas biaya variabel per unit, dihitung sebagai selisih antara harga jual unit (pvu ) dan biaya satuan yang ditentukan oleh biaya variabel (cvu), menurut persamaan. ( Trifan, Anton. 2011)

Cbu= halvu- Cvu

Total kontribusi terhadap laba (Cb) dihitung menurut omzet (CA) dan total biaya variabel (Chv), sebagai berikut:

 Cb = CA -- Chv (2)

B. Titik impas (titik kritis, titik netral atau titik impas) adalah indikator yang mewakili titik di mana omset yang berasal dari produksi yang dijual mencakup semua biaya variabel yang terkait dengan volume penjualan dan biaya tetap yang terkait dengan periode tersebut, jadi bahwa hasilnya adalah nol. 

Dengan kata lain, titik impas sesuai dengan tingkat aktivitas (dalam hal perputaran atau volume) di mana perputaran yang diperoleh dari penjualan produksi sama dengan biaya, dan profitabilitas adalah nol, titik awal dari mana entitas menghasilkan keuntungan tertentu, aktivitasnya menjadi menguntungkan. Titik impas dapat ditentukan baik secara aritmatika maupun grafik. Secara aritmatika, indikator ini (Pe) dihitung sebagai rasio antara biaya tetap (Chf) dan kontribusi bruto terhadap laba per unit (cbu).

  • BEP

BEP = Biaya Tetap : (harga/unit -- Biaya variable/unit)

Dengan data yang kaim miliki adalah sebagai berikut :

Biaya gaji dan Pemilik : Rp. 5.000.000,-

Biaya Sewa Lahan : Rp. 4.000.000,-

Listrik dan air : Rp. 500.000,-

Sehingga biaya tetap dalam 1 bulan adalah Rp. 9.500.000,-

Dan biaya variabel per unit adalah sebagai berikut :

Biaya Bahan Baku ( Menu Mie Instan )       : Rp. 4.000,-

Biaya tenaga kerja Langsung      : Rp. 1.500,-

Biaya lain : Rp. 1.500.,-

Sehingga Biaya Variabel yang ada sebesar Rp. 7.000,-

Dengan harga Jual per Porsi ( Menu Mie Instan ) adalah serendah rendahnya Rp. 10.000,-

Maka perhitungan BEP usaha Warmindo kami adalah sebagai berikut :

BEP Unit = Rp. 9.500.000 : (Rp. 10.000 -- Rp 7.000)

= Rp. 9.500.000 : Rp. 3000

= Rp. 3.100

Maka dari perhitungan di atas nilai BEP yang kami miliki adalah 3.100 Unit

Break event Point (BEP) Rupiah = Rp. 9.500.000 : (Rp. 3.100 : 7.000)

= Rp. 9.500.000 : 0.4428

Dari perhitungan di atas maka dapat di simpulkan bahwa jumlah penjualan harus mencapai 3.100 porsi atau dengan nilai jual sebesar penjualan mie instan 3100 porsi /unit. Jika di bawah perhitungan tersebut maka tidak akan menutup biaya produksi

BAB III

PENUTUP

  • Kesimpulan dan Kelayakan

Dapat kami simpulkan dari penjelasan yang kami sampaikan di atas bahwa Bisnis Usaha kami yaitu Warmindo x Ko kei Chic 3 saudara dengan perhitungan dan strategi yang kami terapkan untuk lancarnya usaha kecil kami maka kami menganggap usaha kami layak untuk di jalankan  dan kami yakin akan membuahkan keuntungan yang besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun