Mohon tunggu...
Robi Komarudin
Robi Komarudin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Renovasi Pendidikan Autisme

14 Maret 2018   19:48 Diperbarui: 14 Maret 2018   20:09 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi sejuk yang menebar embun//

Yang selalu mengindahkan/

Helaan nafas di awal mata/

Terbuka seiring kokokkan si jantan//

Beberapa orang termenung//

Melihat bayangan diri/

Bertanya suatu hal tentangnya//

Mengapa kami dilahirkan berbeda?//

Mengapa harus terjadi?//

Betapa indahnya hidup mereka//

Yang mungkin 'tak akan kami rasakan/

Selama seluruh kulit kami/

Betolakkan dengan tanah//

Tapi/

Mengapa mereka 'tak sadar/

Dengan segala nikmat-Nya?//

Mengagungkan segalanya/

Membesarkan dadanya, dan/Bahkan mengejek, merendahakan kami/

Yang muncul ke dunia fana/

Dengan sudut pandang yang berbeda//

Namun/

'Tak selamanya pesiar itu indah/

Laksana titanic yang tenggelam/

Di samudera nan luas sana//

Semua yang kita genggam/

Apapun yang kita agungkan/

Senantiasa hilang tertelan/

Lontaran kata bahkan kalimat/

Yang terlanjur bibir mengucap//

Kami lahir bukan untuk dijauhi//

Kami lahir bukan untuk dibenci//

Dan bukan pula untuk menjadikan/

Kami bahan diskriminasi//

Bapak negara yang terhormat//

Bukankah kita semua berada/

Dalam teduh payung bersama?//

Hendak ke manakah kami/

Membawa nasib seperti ini?//

'Tak selamanya semut diam/

Ketika terinjak oleh gajah//

Waktu pun telah berlalu//

Ketika tumpul engkau mengasah/

Setelah tajam engkau jarang/

Sekali melihat ke bawah//

Kami berdiri di sini/

Di dunia yang fana ini/

Bukan untuk engkau bedakan/

Wahai para petinggi negeri//

Betapa indahnya jikalau kami/

Dapat merasakan lembut kerasnya/

Kehidupan mengukir ilmu/

Walau hanya berbilik kayu//

Namun/

Jikalau kami mendapati/

Madu dari lembut kasihmu//

Niscaya akan kami jadikan/

Bilik kayu itu menjadi/

Singgasana yang megah bagimu//

Dan kami 'kan menjadi pion-pionmu/

Yang akan mengubur habis/

Para serdadu-serdadumu//

Yang haus akan madumu/

Yang lembut nan manis itu//

Sebagai bakti ilmuku/

Terhadap manisnya madu/

Yang telah engkau limpahkan kepadaku//

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun